Belajar Menikmati Proses

Oleh: Teddy Ferdian, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Belum lama ini kabar bahagia sekaligus prestasi yang sangat menggembirakan hadir dari dunia persepakbolaan tanah air. Pertama, akhir Maret lalu, Tim Nasional sepakbola Indonesia (timnas senior) membuka peluang lolos ke babak berikutnya di Kualifikasi Piala Dunia sekaligus membuka asa untuk lolos ke Piala Dunia setelah berhasil mengalahkan Bahrain dengan kemenangan tipis 1-0.
Sekitar dua minggu setelahnya, Tim Nasional sepakbola Indonesia usia di bawah 17 tahun (timnas U-17) seperti tidak mau kalah dengan seniornya. Timnas U-17 berhasil memastikan tempat di Piala Dunia U-17 2025 setelah lolos ke babak perempat final Piala Asia U-17. Walaupun akhirnya harus kalah telak dari Korea Utara di perempat final, pencapaian ini menjadi prestasi yang sangat membanggakan. Ini merupakan kali pertama Timnas U-17 lolos ke Piala Dunia melalui jalur kualifikasi. Tahun 2023 yang lalu, Timnas U-17 memang mengikuti Piala Dunia, namun itu diperoleh sebagai tuan rumah.
Prestasi dalam persepakbolaan tanah air bukan terjadi dengan sendirinya. Ada proses yang pastinya terjadi dan melibatkan banyak pihak. Walaupun banyak yang mengatakan bahwa faktor utama kesuksesan timnas Indonesia adalah kebijakan naturalisasi yang sangat gencar, saya percaya bahwa ada faktor lain yang tidak kalah berperan dalam mewujudkan kemajuan timnas Indonesia. Faktanya Timnas U-17 lolos Piala Dunia tanpa pemain naturalisasi.
Lolos ke Piala Dunia selama ini menjadi mimpi dari seluruh masyarakat Indonesia, bukan hanya pemain sepak bola tanah air. Dan saya meyakini bahwa upaya menuju ke sana pastinya sudah dilakukan sejak dulu oleh insan sepakbola tanah air. Lika-liku dan tantangan pastinya tidak hentinya menghadang, sampai-sampai banyak juga yang sudah pesimis dengan perkembangan sepakbola tanah air. Jangankan berprestasi di tingkat dunia, sekadar unjuk gigi di kawasan Asia Tenggara saja saat itu masih sangat sulit.
James Clear dalam bukunya Atomic Habits mengilustrasikan tukang batu yang berupaya memecahkan sebongkah batu besar. Batu tidak terbelah sampai pukulan ke-100. Batu akhirnya terbelah saat pukulan ke-101. Cerita “tukang batu” ini digambarkan James Clear untuk menceritakan pentingnya konsistensi dan proses dalam upaya mencapai tujuan. Pecahnya batu tersebut bukan karena pukulan ke-101, melainkan akumulasi dari 100 pukulan sebelumnya. Walaupun faktanya belum berhasil memecahkan batu, namun 100 pukulan sebelumnya, disadari atau tidak, memberikan dampak kepada proses pecahnya batu itu. Tanpa 100 pukulan sebelumnya, tidak mungkin batu pecah setelah pukulan ke-101.
Cerita “tukang batu” di atas menunjukkan kekuatan dari proses. Terkadang kita terlalu fokus pada tujuan akhir, namun sering lupa dengan prosesnya. Justru proses ini yang harus menjadi fokus dalam mencapai tujuan akhir.
Upaya menikmati proses ini yang dipraktikkan oleh otoritas perpajakan Indonesia ketika melakukan reformasi administrasi perpajakan di Indonesia melalui Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan. Implementasi dari reformasi administrasi perpajakan di Indonesia adalah sebuah proses menuju tujuan akhir yang lebih besar, yaitu peningkatan rasio pajak (tax ratio) dengan semakin optimalnya pengumpulan penerimaan pajak.
Core Tax Administration System (CTAS) atau disebut “Coretax DJP” merupakan produk dari tahapan pembaruan inti administrasi perpajakan sebagai sebuah proses panjang sejak tahun 2017. Tahapan ini merupakan upaya tujuan akhir terkait optimalisasi penerimaan pajak dan peningkatan tax ratio. Implementasi Coretax DJP ini adalah upaya pemerintah untuk meminimalisir tax gap yang selama ini dialami oleh Indonesia. Berdasarkan laporan Bank Dunia, tax gap di Indonesia diperkirakan mencapai 6,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau sekitar Rp1.500 triliun. Dari jumlah ini 3,7% merupakan gap kepatuham dan 2,7% adalag gap kebijakan.
Pelaksanaan reformasi administrasi perpajakan di Indonesia tentunya bukan satu-satunya cara untuk meningkatkan tax ratio. Presiden Prabowo Subianto menyampaikan bahwa untuk meningkatkan penerimaan pajak, transformasi digital harus diimplementasikan. Oleh karena itu akan dibentuk Komite Percepatan Transfromasi Digital. Digitalisasi ini meliputi tiga elemen, yaitu digital ID, digital payment, dan data exchange. Digitalisasi ini juga dapat menjadi cara lain dalam meminimalkan tax gap.
Coretax DJP resmi diimplementasikan sejak awal tahun 2025. Banyak tantangan dan permasalahan yang muncul di awal pelaksanaannya. Namun, seiring berjalannya waktu, penerapan Coretax tampaknya sudah mulai menunjukkan kinerja stabil. Namun kestabilan ini perlu terus dipantau, khususnya saat menghadapi volume penggunaan aplikasi dan transaksi yang tinggi. Perbaikan kualitas tentunya akan selalu dilakukan.
Mulai stabilnya kinerja Coretax DJP memunculkan dampak positif terhadap penerimaan pajak. Bulan Maret 2025, penerimaan pajak akhirnya menunjukkan pertumbuhan positif setelah berada dalam posisi tertekan di bulan Januari dan Februari 2025.
Sekali lagi, hal ini merupakan bukti bahwa proses yang dilakukan secara serius akan membawa kita menuju hasil yang optimal. Kita hanya perlu mempercayainya. Percaya bahwa menikmati proses adalah suatu tahapan yang harus kita lalui untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan. Belajar menikmati proses akan membawa kita untuk belajar melewati segala tantangan dan hambatan yang menghadang pencapaian tujuan kita. Dari sinilan jalan menuju tujuan akhir akan semakin terbuka.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.