
Seorang notaris mengunjungi Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) Pelabuhan Ratu di Jalan Bhayangkara KM 1, Citepus, Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi (Senin, 28/11).
Wajib pajak mengonsultasikan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Orang Pribadi miliknya. Ia bermaksud melaporkan SPT Tahun Pajak 2019, 2020, dan 2021 secara online. Ini pertama kalinya ia melaporkan SPT secara online. Sebelum 2019, ia melaporkan SPT Tahunan secara manual.
Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan bebas yang ia dapatkan kurang dari Rp4,8miliar setahun, sehingga ia memilih menggunakan norma penghitungan penghasilan neto sebesar 50 persen untuk menentukan pajak terutang. Setelah pajak terutang diketahui, wajib pajak (WP) membuat kode billing dan membayarkan pajaknya melalui mobile banking.
Setelah Pajak Penghasilan (PPh) dilunasi, Ahmad, petugas pajak langsung membimbing WP melakukan pelaporan SPT.
“Silakan klik menu lapor lalu pilih e-Form,“ kata Ahmad sambil menunjuk layar laptop milik WP.
Pelaporan SPT WP sempat terkendala saat menginstal software Adobe Acrobat Reader. Setelah dilakukan pengecekan, ternyata software tersebut tidak kompatibel dengan sistem operasi yang digunakan pada laptop WP.
Dalam kesempatan tersebut, WP menanyakan tentang Surat Tagihan Pajak (SPT) yang ia terima dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP).
“Saya sudah lapor, apakah saya tetap harus bayar tagihan ini Pak?” tanya WP sambil menunjukkan STP.
“Tetap bayar bu,” jawab Ahmad. Keterlambatan atau tidak lapor SPT Tahunan dikenakan denda sebesar Rp100ribu per tahun pajak untuk orang pribadi.
Ahmad menyarankan agar WP membayar PPh Pasal 25 paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir serta membayarkan kekurangan pembayaran (PPh Pasal 29) yang harus dilunasi sebelum SPT Tahunan disampaikan ke KPP.
Pewarta: Ahmad Rifai |
Kontributor Foto: Ahmad Rifai |
Editor: Sintayawati Wisnigraha |
- 18 kali dilihat