Pacu Jalur Mendunia, Adakah Peran Pajak di Dalamnya?

Oleh: (Savira Indah Pratiwi), pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Viral! Selebrasi pemain sepak bola dunia, Paris Saint Germain dan AC Milan menirukan gaya bocil yang sedang memandu laju perahu Pacu Jalur dari Indonesia. Bahkan Wakil Presiden Indonesia, Gibran Rakabuming, ikut meramaikan tren dengan membuat video ala “aura farming” dengan takarir yang mengapresiasi budaya negara. Jalur yang berawal dari alat untuk mengangkut hasil desa, kini sukses mendunia. Tapi pacu jalur itu sebenarnya apa, sih?
Dalam hal ini, jalur bukan berarti rute atau jalan. Jalur merujuk pada sampan, kano, atau perahu tradisional yang berbentuk panjang dan ramping. Berawal dari abad ke-17, pacu jalur adalah sebuah acara pesta rakyat di kalangan masyarakat Kuantan Singingi, Riau, Indonesia. Kuantan Singingi yang dikelilingi oleh sungai menjadikan Jalur sebagai alat transportasi utama pada abad itu. Jalur berkembang dengan dihiasi oleh ukiran indah, ditambah perlengkapan payung, tali-temali, selendang, tiang tengah (gulang-gulang) serta lambai-lambai (tempat juru mudi berdiri).
Perubahan ini menandai titik mula jalur sebagai identitas sosial. Semakin berhias jalur, semakin tinggi status sosial pemiliknya. Masyarakat umum mulai tertarik untuk melihat jalur berukir elok, yang kemudian berkembang menjadi lomba adu kecepatan antarjalur sampai akhirnya dikenal sebagai cabang olahraga pacu jalur.
Perahu yang digunakan untuk olahraga pacu jalur berbentuk ramping agar ringan dan bergerak cepat saat dikayuh. Dengan panjang bisa mencapai 40 meter, perahu dapat memuat hingga 60 orang dewasa.
Pacu jalur menjadi unik karena seorang anak kecil ditugaskan untuk berdiri dan menari di ujung perahu. Dia disebut anak coki. Anak coki akan menari jika perahunya unggul, serta mengakhirinya dengan sujud syukur saat perahunya sampai di garis finis. Meski tarian khas dilakukan sesosok anak dengan santai, ia mencerminkan seseorang dengan aura yang kuat hingga dijuluki sebagai aura farming dan membuatnya viral mendunia.
Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi menjadikan pacu jalur sebagai salah satu kegiatan seremonial pada hari kemerdekaan Republik Indonesia, dengan pembiayaan terbesarnya berasal dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). APBD berasal dari banyak sumber, salah satunya adalah dana bagi hasil (DBH) yang termasuk ke dalam dana perimbangan.
Lalu, peran pajak ada di mana?
DBH merupakan bagian APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan tujuan mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DBH terdiri dari DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam (SDA).
DBH Pajak berasal dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (WPOPDN) serta Pajak Penghasilan Pasal 21.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, Penerimaan Negara dari PBB dibagi dengan proporsi 10% untuk pemerintah dan 90% untuk daerah, sementara Penerimaan negara dari BPHTB dibagi dengan proporsi 20% untuk pemerintah dan 80% untuk daerah.
Dari Peraturan ini saja sudah terlihat bahwa penerimaan negara yang dialokasikan untuk mendanai daerah sangat besar. Delapan puluh persen dan sembilan puluh persen, loh! Negara jelas tidak main-main menggelontorkan dana dalam rangka desentralisasi daerah.
Tapi ... yang lebih menarik adalah alokasi DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21.
Alokasi Sementara akan ditetapkan paling lambat dua bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. Penetepannya berdasarkan rencana penerimaan DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21. Alokasi Definitif akan ditetapkan paling lambat pada bulan pertawa triwulan keempat tahun anggaran berjalan. Penetapannya berdasarkan prognosa realisasi penerimaan DBH PPh WPOPDN dan PPh Pasal 21.
Ini menarik karena seringkali kita mendengar komentar “Pajak kita sebenarnya ke mana, sih? Kenapa aku nggak merasakan manfaatnya?”
Terpampang dengan jelas bahwa alokasi dana yang diberikan untuk daerah bergantung kepada rencana penerimaan pajak dan prognosa realisasinya. Apabila dana yang diberikan oleh APBN lesu, mungkin penerimaan pajak kita tidak tercapai. Beda cerita ketika kita semua bergotong royong untuk taat membayar pajak, secara langsung, kita juga sedang memperbesar dana yang akan didistribusikan ke daerah di seluruh Indonesia.
Uang yang diterima oleh masing-masing daerah akan dikelola untuk berbagai hal, dan melestarikan sembari mempromosikan budaya lokal adalah salah satunya. Seperti logika sebuah sungai --ketika air yang mengalir deras, muara yang menampungnya akan meluas, kan?
Kita tentu ingin melihat budaya Indonesia terus lestari. Melihat sebuah budaya Indonesia mendunia, bukankah kita juga ikut bangga?
Rupanya, benar adanya ungkapan yang mengatakan bahwa pajak adalah ongkos peradaban. Dengan pajak, kita tak hanya membangun hal-hal yang berupa fisik semata. Pajak juga mampu mengangkat budaya lokal mendunia.
Mungkin kita belum bisa melihatnya sekarang. Tapi siapa yang tahu? Bisa jadi, beberapa tahun dari sekarang, budaya kita akan diduniakan juga oleh anak dan cucu kita dari kontribusi pembayaran pajak yang sudah kita pupuk, mulai dari sekarang.
-----
Sumber :
Pemerintah Republik Indonesia. (2005). Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Jakarta: Sekretariat Negara.
Pemerintah Republik Indonesia. (2004). Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Jakarta: Sekretariat Negara.
Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi. (n.d.). Sejarah Pacu Jalur. Diakses pada 9 Juli 2025, dari https://kotajalur.kuansing.go.id/id/sejarah-pacu-jalur.html
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. (n.d.). Warisan Budaya Takbenda Indonesia. Diakses pada 9 Juli 2025, dari https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 173 kali dilihat