Nama Baik Pajak di Ujung Tautan Penipuan
Oleh: (Gabriella Ekawati Karvadilasari), pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Di era serba digital, penipuan berkedok pajak tak lagi berwajah sederhana. Penipuan beragam jenis mulai dari pesan singkat (SMS), email, pesan WhatsApp, bahkan imbauan palsu hingga tautan berbahaya semakin menjamur. Sarana tersebut digunakan oleh pencuri untuk mengintai agar dapat mencuri data pribadi dan menguras rekening wajib pajak. Bahkan di balik itu, ada hal yang lebih mengkhawatirkan: nama baik sebuah institusi pajak diuji.
Pagi itu, antrean di tempat pelayanan terpadu (TPT) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Surakarta belum seramai biasanya. Notifikasi WhatsApp terdengar lebih dulu, mendahului bunyi khas mesin antrean yang biasanya menandai dimulainya pelayanan.
Saya membuka ponsel dan mendapati satu pesan dari wajib pajak, “Kak, ini benar kah? Saya dapat pesan: Selamat siang, ini dari pajak. Nomor NPWP Anda terblokir, segera klik tautan berikut dan lakukan pembayaran untuk membuka blokir.”
Deg, lagi dan lagi. Pesan semacam itu sudah sering mampir. Sekilas tampak resmi, tapi alamat tautannya mencurigakan, bukan dari situs www.pajak.go.id, melainkan deretan huruf acak yang aneh dan panjang. Insting saya langsung berkata: ini bukan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP), ini jebakan klasik di dunia digital.
Saya menarik napas dan tersenyum tipis. “Lagi-lagi modus seperti ini,” gumam saya pelan.
Setiap kali membaca pesan semacam itu, rasanya miris: mengapa masih ada yang percaya pada penipu yang mengatasnamakan DJP?
Meja pelayanan bukan hanya tempat menampung berkas, tapi juga tempat berlabuhnya keresahan. Sebagai garda depan dalam memberikan pelayanan pajak, petugas TPT menjadi tempat bagi wajib pajak untuk mencari kepastian.
Di situlah peran dimulai, bukan sekadar memberi pelayanan, tetapi juga menenangkan, menjelaskan, dan menumbuhkan kembali kepercayaan wajib pajak. Pasalnya, dari nada suara para wajib pajak, mereka bukan hanya kehilangan uang, tapi juga kehilangan rasa percaya.
Ketika Nama Baik Ditaruh di Ujung Tautan
Isu penipuan yang mengatasnamakan DJP bukan sekadar persoalan keamanan data, tetapi juga menyangkut nama baik institusi. Dari satu pesan saja, kepercayaan yang sudah dibangun dengan susah payah dapat runtuh seketika. Bayangkan, ketika seseorang tertipu, yang pertama disalahkan bukan penipu itu, tapi “pajak.”
Padahal, DJP tidak pernah meminta data pribadi melalui pesan singkat, tidak pernah mengirim tautan selain tautan dengan domain resmi, dan tidak pernah memungut biaya dalam setiap pelayanan yang diberikan. Begitulah dunia teknologi digital yang berkembang dengan sangat cepat dan luas.
Di balik perkembangan teknologi tersebut berkembang juga modus-modus penipuan yang lebih canggih dan beragam. Modus-modus penipuan yang beragam tersebut hampir memakan korban. Namun, di sinilah tantangannya, DJP harus bisa membuat wajib pajak teredukasi dan lebih kritis dalam menyikapi pesan digital yang mengatasnamakan DJP.
Dengan memanfaatkan celah ketidaktahuan wajib pajak dan rasa takut akan adanya sanksi pajak, para penipu menggiring narasi yang memandu wajib pajak untuk menyerahkan data pribadi, bahkan saldo rekening dengan cuma-cuma. Di TPT, petugas selalu mengingatkan para wajib pajak:
“DJP tidak pernah meminta uang, hadiah, atau data pribadi melalui WhatsApp, SMS, atau email pribadi. Jika menerima pesan seperti itu harap berhati-hati. Jangan berikan data pribadi ataupun membuka tautan yang mencurigakan, periksa dulu sumbernya.”
Banyak situs palsu dibuat menyerupai situs www.pajak.go.id, hanya beda sedikit hurufnya, ditambah atau diganti, misalnya pajakk.go.id, pajak-id.go.com, atau pajakgov.id. Sekilas mirip, tapi sesungguhnya merupakan pengecoh untuk melancarkan aksi penipuan.
Di sinilah kewaspadaan wajib pajak diuji. Sebelum membuka tautan apa pun, biasakan untuk memeriksa alamat situs dengan teliti dan pastikan hanya mengakses situs resmi dengan domain “.go.id”.
Jangan Diam, Laporkan!
Kini, setiap kali wajib pajak datang melapor, tak lagi sekadar berkata, “Hati-hati, ya, Pak/Bu.” Namun juga membantu memeriksa kebenaran informasi dan mengarahkan untuk memverifikasi melalui kanal resmi DJP, yaitu situs resmi www.pajak.go.id, media sosial resmi DJP, dan layanan Kring Pajak 1500200.
Teringat, suatu hari seorang bapak datang tergesa-gesa dengan wajah panik. Ia baru saja ditelepon seseorang yang mengaku pegawai pajak dan menagih sejumlah uang untuk membuka blokir nomor pokok wajib pajaknya (NPWP).
Saya mencoba untuk menenangkannya sembari menunjukkan laman resmi www.pajak.go.id dan menginformasikan bahwa tidak ada yang dinamakan dengan blokir NPWP, hanya ada penonaktifan NPWP saja. Tidak benar bahwa ada pembayaran untuk pengaktifan kembali NPWP, cukup dengan mengajukan permohonan ke kantor, maka NPWP sudah aktif lagi.
Dengan menjelaskan bahwa DJP tidak pernah meminta pembayaran seperti itu, ia pun akhirnya tersenyum lega. Saya juga tak lupa memberikan penjelasan bagi wajib pajak tersebut untuk dapat mengenali pesan dan imbauan palsu yang mengatasnamakan DJP.
“Berarti kalau ada yang whatsapp lagi yang berkaitan dengan pajak sebaiknya apa yang saya lakukan ya, Mbak?”
“Langkah terbaik ialah memeriksa terlebih dahulu siapa yang mengirim dan pesan apa yang disampaikan. Periksa apakah nomor atau subjek pengirim merupakan akun Whatsapp resmi KPP setempat atau tidak. Kemudian, pastikan isi pesannya, apabila isi pesannya meminta pembayaran sejumlah uang bisa dipastikan bahwa pesan tersebut adalah penipuan, dan jangan sekali-kali membuka tautan yang bukan tautan resmi milik DJP. Apabila masih ragu dapat datang ke KPP terdekat untuk melakukan konfirmasi secara langsung.”
Momen sederhana seperti itu merupakan bentuk edukasi yang dapat menyelamatkan seseorang dari kerugian besar. DJP hanya bertugas sebagai pelaksana undang-undang, bukan aparat penegak hukum, sehingga laporan resmi terkait penipuan dapat disampaikan ke kepolisian. Namun, DJP selalu siap membantu memberikan informasi dan pendampingan.
Kadang, di sela kesibukan, saya bersama rekan petugas TPT suka berbagi kisah kecil tentang interaksi dengan wajib pajak. Dari cerita-cerita itu, betapa mudahnya kepercayaan disalahgunakan, dan betapa mahal harganya untuk membangunnya kembali.
Setiap kali melihat wajah lega seseorang setelah mendapat penjelasan, satu langkah kecil dari balik meja TPT bisa membawa perbedaan besar.
Menjaga nama baik DJP bukan hanya soal seragam, tapi soal hati.
Sebagai generasi muda, percaya perubahan bisa dimulai dari hal kecil, dari cara menjawab pertanyaan dengan ramah, dari unggahan edukatif di media sosial, hingga dari senyum tulus yang menghapus keraguan.
Teknologi memang mempercepat segalanya, termasuk penipuan. Namun, ia juga memberi kita kekuatan untuk melawan, dengan pengetahuan dan empati.
Jjika ada yang bertanya, “Apa tidak lelah menghadapi penipuan terus?” Saya akan tersenyum dan menjawab:
“Tidak. Karena setiap kali ada wajib pajak yang tercerahkan, satu orang lagi selamat dari jebakan.”
Penutup: Nama Baik Itu Tanggung Jawab Bersama
Hari semakin siang, antrean kian panjang. Saya menatap layar antrean dan tersenyum pada wajib pajak berikutnya. Siapa tahu, hari ini bisa mencegah satu kebohongan lagi untuk beredar. Menjaga nama baik DJP bukan sekadar tugas, tetapi panggilan hati.
Untuk seluruh wajib pajak di luar sana, satu pesan penting:
“Jangan mudah percaya pada pesan mencurigakan. Periksa kembali tautan sebelum dibuka. Pastikan alamat situs benar-benar dari domain resmi pajak.go.id. Jika ragu, tanyakan langsung ke kantor pajak.”
Dalam urusan pajak, yang asli cuma satu: pajak.go.id.
Kepercayaan itu mahal, dan bayar ia dengan pelayanan, edukasi, dan senyum tulus dari balik meja TPT.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 322 kali dilihat