Antara PPN Jasa Pendidikan dan Raden Mas Soewardi Soeryaningrat

Oleh: Novia Farach Nur Aini, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
“Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.” Kalimat ini pastinya tidak asing di telinga kita. Bahkan sedari dini, kita selalu digaungkan untuk terus dapat memahami salah satu hak kita sebagai warga negara Indonesia. Ya, ini merupakan bunyi Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 setelah amandemen. Lalu, bagaimana dengan perkembangan pendidikan saat ini?
Apakah teman-teman mengenal tokoh kita terdahulu, bernama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat atau lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara? Ya, benar. Beliau adalah aktivis kemerdekaan Indonesia dan juga pelopor pendidikan bagi kaum pribumi pada saat itu.
Ia adalah pendiri perguruan Taman Siswa, lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi rakyat tidak mampu untuk dapat mengemban ilmu sekaligus memberikan hak pendidikan yang layak seperti para kalangan bangsawan dan penjajah dapatkan. Beliau bercita-cita agar seluruh masyarakat Indonesia menjadi cerdas.
Sesuai dengan penggalan semboyannya, Tut Wuri Handayani bisa diartikan, seorang pendidik tidak memaksakan kehendak kepada anak didiknya. Murid yang masih berusaha untuk belajar agar dapat menentukan jalannya sendiri untuk seperti apa.
Para pendidik hanya mengarahkan agar tidak salah jalan. Ada kebebasan pada setiap putra putrinya dalam menentukan ke mana mereka melanjutkan tingkat pendidikan, dalam hal ini orang tua berperan serta mendampingi putra maupun putrinya dalam memilih jalannya tersebut.
Jenis sekolah yang ada saat ini dibagi menjadi dua macam yaitu, sekolah negeri dan sekolah swasta. Terdapat perbedaan yang mendasar dari kedua hal tersebut yakni, sekolah swasta memiliki otonominya sendiri sebagai lembaga pendidikan di bawah kepengurusan yayasan seperti penentuan biaya sekolah, fasilitas yang tersedia, juga perekrutan tenaga pengajar. Lain hal dengan sekolah negeri yang notabene diatur ketat oleh pemerintah dari mulai soal perekrutan tenaga pendidik hingga masa pensiunnya.
Sekolah swasta masih menjadi pilihan favorit masyarakat kalangan menengah ke atas. Harapan para orang tua untuk memberikan pendidikan dan bekal yang terbaik bagi putra-putrinya tidak dapat disangsikan. Bagaimana tidak? Sekolah swasta berlomba-lomba menarik minat para orang tua juga calon murid mereka sebagai tempat melanjutkan pembelajaran dengan berbagai macam fasilitas yang disediakan.
Fasilitas yang disediakan mulai dari ruang laboratorium sebagai penunjang belajar, pusat multimedia, ruangan kesenian dan musik, musala, kolam renang bahkan lapangan bola dengan lintasan lari di dalamnya dan masih banyak fasilitas wow yang jarang kita jumpai di sekolah negeri.
Tidak hanya fasilitas pendukung, kegiatan ekstrakurikuler yang ditawarkan pun bermacam-macam dengan pembuktian prestasi yang luar biasa. Ini tentu menjadi magnet tersendiri bagi para orang tua murid untuk segera memilih sekolah tersebut menjadi salah satu pilihan terbaiknya.
Berdasarkan fasilitas yang disediakan, tentunya pengurus yayasan tersebut sudah menghitung secara matang biaya yang harus dibayar oleh masing-masing orang tua murid untuk menyekolahkan anaknya. Mereka harus merogoh kocek yang lumayan untuk itu.
Nah, Apakah semua ini sekedar “pemuas” hak untuk memperoleh pendidikan? Ataukah termasuk gengsi tersendiri bagi para orang tua? Lalu di manakah arti hak memperoleh pendidikan sesungguhnya?
Seperlima APBN
Saat ini, sebesar dua puluh persen dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) digunakan untuk membiayai pendidikan di Indonesia. Nilai yang tidak sedikit ini tentunya diperoleh dari dana pajak yang dibayarkan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Padahal kita tahu, Berdasarkan Pasal 4A ayat (3) UU Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, semua jasa termasuk kategori jasa kena pajak. Namun, ada jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPN di antaranya adalah jasa pendidikan.
Sementara, batasan jasa pendidikan makin lama makin meluas, terlebih di sektor swasta. Ada yang memungut biaya pendidikan lebih dari 100 juta rupiah dan atas biaya itu tidak dikenakan PPN. Apabila dikenakan dengan tarif PPN final tertentu, pajak yang telah dibayarkan dari biaya tersebut dapat dialihkan atau menjadi subsidi bagi setiap sekolah negeri yang nantinya akan mendapatkan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah.
Hal ini akan meminimumkan distorsi yang terjadi karena dengan adanya sumbangsih atas pengenaan pajak tersebut, pemerataan bantuan pendidikan akan semakin terlihat nyata. Masyarakat yang mampu membayar pendidikan dengan segmen tertentu dalam artian kalangan menengah ke atas dapat membantu juga memberikan sebagian dari biaya yang dikeluarkan untuk disalurkan dalam bentuk bantuan pemerintah di sekolah negeri yang mayoritas diisi oleh murid kalangan menengah ke bawah, sehingga arti dari mendapatkan hak atas pendidikan akan menjadi semakin nyata.
Pemerintah berjanji bahwa adanya pengenaan multitarif PPN ini tidak akan membuat para murid menjadi putus sekolah karena tidak mungkin pemerintah akan tega membatasi hak-hak warga negaranya dengan menerapkan tarif PPN secara menyeluruh.
Prinsip keadilan menjadi dasar dicetuskannya peraturan ini oleh pemerintah demi mendukung adanya kesetaraan hak-hak para warga negaranya terutama hak mendapatkan pendidikan.
Dengan adanya kesenjangan atas masalah tersebut, masyarakat yang memilih untuk menentukan pendidikan di swasta tertentu dengan didukung oleh penghasilan yang lebih besar dapat mengesampingkan gengsi atas pilihannya sehingga mereka dapat lebih membantu golongan masyarakat tidak mampu untuk mendapatkan haknya dalam menempuh pendidikan.
Terlebih di masa sekarang di saat kita berjuang melawan pandemi yang masih belum kunjung usai. Kita dapat meringankan beban dengan saling gotong-royong, saling bahu-membahu mendukung pemerintah dalam mewujudkan cita-cita Ki Hajar Dewantara dan para pendiri bangsa dalam mencerdaskan anak bangsa sehingga menjadi bangsa yang berdikari dan mandiri.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 444 kali dilihat