[PESONA INDONESIA] Kota Lama Semarang: Merawat Warisan Kolonial, Menjangkau Milenial

Oleh: Teddy Ferdian, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Kontributor Foto: Tim Publikasi dan Dokumentasi KPP Pratama Semarang Tengah
Pada tahun 1678, Vereeningde Oost-Indische (VOC) atau Dutch East India Company mendirikan Benteng Vijfhoek di Nusantara. Benteng dibangun menyusul kesepakatan antara Kesultanan Mataram dan persekutuan dagang Belanda yang sangat berpengaruh di Nusantara di abad 17 dan 18 tersebut pada tanggal 15 Januari 1678. Kesultanan Mataram di bawah pemerintahan Sunan Amangkurat II menyerahkan wilayah di Kota Semarang kepada VOC sebagai imbalan atas bantuan yang diberikan dalam menumpas pemberontakan Trunojoyo.
Benteng Vijfhoek dibangun di wilayah pusat perdagangan dan pemerintahan kolonial Belanda. Jika bicara tentang benteng peninggalan Belanda, nama Benteng Vijfhoek mungkin tidak terlalu familier. Benteng ini mungkin kalah tenar dengan Benteng Vredeburg di Yogyakarta atau Benteng Vatenburg di Solo. Namun, benteng yang kini sudah tidak ada lagi ini dibangun lebih dulu dibandingkan kedua benteng tersebut.
Gedung Marba (Teddy Ferdian)
Benteng Vijfhoek dibangun untuk melindungi aset Belanda yang datang dari pelabuhan. Tidak terlalu besar, benteng ini hanya mampu menampung sekitar 40 serdadu. Memiliki 5 sudut yang diberi nama Raamsdonk, Bunschoten, Zeeland, Amsterdam, dan Utrecht, Benteng Vijhoek terletak di sisi timur Sungai Semarang. Selanjutnya, banyak bangunan dibangun di wilayah tersebut. Dan ini menjadi awal perkembangan kawasan yang sampai sekarang akrab dengan sebutan “Kota Lama Semarang” ini. Selain sebagai pusat pemerintahan, wilayah ini juga merupakan pusat ekonomi dengan ramainya aktivitas jual beli di masa itu.
Menjangkau Milenial
Bangunan dengan arsitektur kolonial ala Eropa sampai sekarang masih dapat dinikmati oleh para wisatawan. Dijumpainya kanal-kanal air, bangunan khas Belanda, dan kondisi geografis Kota Lama menjadikannya sering disebut sebagai Little Netherland. Memiliki luas sekitar 31 hektar, Kota Lama saat ini masuk dalam Kawasan Cagar Budaya di kota Semarang. Bangunan-bangunan kuno peninggalan masa kolonial masih dipertahankan bentuk aslinya walaupun sudah beberapa kali dilakukan renovasi. Sebut saja Gedung Marba, Gereja Blenduk, Jembatan Berok, Gedung Spiegel, Gedung Marabunta, dan Taman Srigunting adalah beberapa bangunan yang masuk dalam cagar budaya kota Semarang sebagai saksi bisu perjalanan zaman kolonial Belanda di Semarang.
Sebagai salah satu objek wisata yang cukup populer di Kota Semarang, Kota Lama tidak hanya menjanjikan pengalaman napak tilas bangunan-bangunan kolonial. Kawasan ini juga menjadi tempat wisata kekinian untuk sekadar mengabadikan momen dengan berfoto. Tentunya tidak mengherankan jika tempat ini masuk dalam daftar tempat yang harus dikunjungi oleh para insan milenial.
Kantor Soesmans (Teddy Ferdian)
Banyaknya spot instagramable menjadikan kawasan ini menarik minat para milenial. Bukan hanya bagi warga Semarang, wisatawan dari kota-kota lain juga kerap mengunjungi kawasan Kota Lama. Tidak jarang terlihat bus-bus pariwisata yang datang mengantarkan wisatawan menikmati sensasi keindahan Kota Lama.
Tempatnya yang eksotis menjadikan Kota Lama salah satu tujuan favorit pengunjung yang melakukan foto pre-wedding. Pengunjung yang ingin merasakan nuansa masa lalu juga bisa berfoto dengan mengenakan pakaian adat, kebaya, baju lurik, atau pakaian bergaya noni dan meneer Belanda. Para wisatawan dapat menikmati keindahan bangunan bersejarah sambil melakukan wisata kuliner. Bukan hanya kuliner legendaris, kuliner kekinian favorit milenial yang disajikan restoran dan kafe di kawasan ini juga siap memanjakan lidah para wisatawan.
Berbagai acara dan kegiatan dilaksanakan di Kota Lama Semarang. Kegiatan menarik yang sarat aktivitas kreatif pernah dan rutin digelar. Pameran seni dan budaya, festival musik, tur interaktif, dan pelatihan kreativitas pernah dilakukan di kawasan ini. Kegiatan tahunan yang rutin digelar adalah Festival Kota Lama. Untuk tahun 2025, Festival Kota Lama direncanakan untuk dihelat tanggal 4 – 14 September 2025. Festival ini biasanya menghadirkan berbagai acara menarik, seperti pegelaran budaya (wayang dan gamelan), bazar kuliner, pertunjukan musik dan orkestra, fashion show, seminar, dan pelatihan.
Pengelola Keuangan Negara
Bangunan di Kawasan Kota Lama yang saat ini masih menjadi gedung instansi pemerintah atau unit vertikal pemerintah pusat juga ada yang merupakan peninggalan kolonial dan masuk dalam bangunan cagar budaya. Contohnya adalah Gedung Keuangan Negara Semarang I, dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Semarang Tengah. Ini menjadi hal menarik, karena dari bawah atap bangunan tersebutlah pengelolaan keuangan negara dan pengumpulan penerimaan negara dilakukan.
Di Gedung Keuangan Negara Semarang setidaknya ada lima kantor unit kerja, yaitu Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Kanwil DJPb) Provinsi Jawa Tengah, Kantor pengelolaan Teknologi Informasi Komunikasi dan Barang Milik Negara (KPTIK BMN Semarang), KPP Madya Dua Semarang, KPP Pratama Semarang Selatan, dan KPP Pratama Semarang Gayamsari. Unit-unit kerja ini menjadi pengelola keuangan negara di Provinsi Jawa Tengah dan Kota Semarang.
Para pegawai KPP Pratama Semarang Tengah di Kota Lama (Muhammad Andi Hakim)
Dari sisi geografis, kawasan Kota Lama Semarang mencakup tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Semarang Tengah (Kelurahan Purwodinatan), Kecamatan Semarang Utara (Kelurahan Tanjung Mas dan Bandarharjo), serta Kecamatan Semarang Timur (Kelurahan Rejomulyo dan Kemijen). Kecamatan Semarang Tengah merupakan wilayah kerja KPP Semarang Tengah, sedangkan Kecamatan Semarang Utara dan Semarang Timur merupakan wilayah kerja KPP Semarang Timur.
KPP Pratama Semarang Tengah menempati bangunan cagar budaya yang berada di Jl. Pemuda No. 1B Semarang. Bangunan yang dibangun pada tahun 1924 ini dirancang oleh G.J.P.M. Bolsius, seorang arsitek dari Burgerlijke Openbare Werken (BOW) atau kantor pekerjaan umum di masa kolonial Belanda. Arsitektur neo klasik dengan dinding berjarak, denah bujur sangkar, dan atap piramida masih dipertahankan sampai sekarang.
Tahun 2024 yang lalu, bangunan ini sudah genap berusia 100 tahun. Walaupun sudah beberapa kali dilakukan renovasi dan peremajaan di bagian interior, tampilan luar bangunan masih dipertahankan agar tetap menggambarkan struktur bangunan masa kolonial. Dari bangunan ini pula upaya pengumpulan penerimaan negara di lakukan. Jika dulu benteng dibangun untuk mengamankan aset pemerintah kolonial Belanda, maka sekarang dari bangunan tua ini aktivitas pengamanan penerimaan negara di lakukan.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 36 kali dilihat