Peraturan Dirjen Pajak
PER-16/PJ/2025
Tanggal Peraturan
 
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
 
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER-16/PJ/2025
 
TENTANG
PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR
PER-6/PJ/2025 TENTANG PELAKSANAAN PENGEMBALIAN PENDAHULUAN
KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK TERHADAP WAJIB PAJAK KRITERIA
TERTENTU, WAJIB PAJAK PERSYARATAN TERTENTU, DAN PENGUSAHA
KENA PAJAK BERISIKO RENDAH, SERTA SPECIAL PURPOSE COMPANY
ATAU KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF SEBAGAI PENGUSAHA KENA PAJAK
BERISIKO RENDAH

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
 
Menimbang : a. bahwa untuk lebih memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak, perlu menyesuaikan ketentuan mengenai pelaksanaan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak terhadap wajib pajak kriteria tertentu, wajib pajak persyaratan tertentu, dan pengusaha kena pajak berisiko rendah, serta special purpose company atau kontrak investasi kolektif sebagai pengusaha kena pajak berisiko rendah;
    b. bahwa Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2025 tentang Pelaksanaan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak terhadap Wajib Pajak Kriteria Tertentu, Wajib Pajak Persyaratan Tertentu, dan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah, serta Special Purpose Company atau Kontrak Investasi Kolektif sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah belum menampung kebutuhan penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam huruf a sehingga perlu diubah;
    c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2025 tentang Pelaksanaan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak terhadap Wajib Pajak Kriteria Tertentu, Wajib Pajak Persyaratan Tertentu, dan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah, serta Special Purpose Company atau Kontrak Investasi Kolektif sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah;
       
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
    2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
    3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
    4. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 226, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6834);
    5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 200/PMK.03/2015 tentang Perlakuan Perpajakan bagi Wajib Pajak dan Pengusaha Kena Pajak yang Menggunakan Skema Kontrak Investasi Kolektif Tertentu Dalam Rangka Pendalaman Sektor Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1692);
    6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 514) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 119 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 1018);
    7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124 Tahun 2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 1063);
    8. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2025 tentang Pelaksanaan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak Terhadap Wajib Pajak Kriteria Tertentu, Wajib Pajak Persyaratan Tertentu, dan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah, serta Special Purpose Company atau Kontrak Investasi Kolektif Sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah;

MEMUTUSKAN:
 
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-6/PJ/2025 TENTANG PELAKSANAAN PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK TERHADAP WAJIB PAJAK KRITERIA TERTENTU, WAJIB PAJAK PERSYARATAN TERTENTU, DAN PENGUSAHA KENA PAJAK BERISIKO RENDAH, SERTA SPECIAL PURPOSE COMPANY ATAU KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF SEBAGAI PENGUSAHA KENA PAJAK BERISIKO RENDAH.
     
    Pasal I
    Beberapa ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2025 tentang Pelaksanaan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak Terhadap Wajib Pajak Kriteria Tertentu, Wajib Pajak Persyaratan Tertentu, dan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah, serta Special Purpose Company atau Kontrak Investasi Kolektif Sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah, diubah sebagai berikut:
    1. Ketentuan ayat (3) dan ayat (4) Pasal 6 diubah dan di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (2a), sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:
     
    Pasal 6
      (1) Permohonan Pengembalian Pendahuluan, yang diajukan oleh: 
        a. Wajib Pajak Kriteria Tertentu;
        b. Wajib Pajak Persyaratan Tertentu; atau
        c. Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah yang melakukan kegiatan tertentu,
        diproses sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018.
      (2) Permohonan Pengembalian Pendahuluan yang diajukan oleh Wajib Pajak Kriteria Tertentu atau Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi permohonan Pengembalian Pendahuluan atas Surat Pemberitahuan atau pembetulan Surat Pemberitahuan pada Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebelum atau setelah Wajib Pajak ditetapkan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu atau Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah.
      (2a) Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak merupakan Pajak Masukan yang telah dikreditkan dan tercantum dalam:
        a. Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (8) huruf a angka 1, Pasal 10 ayat (5) huruf a angka 1, dan Pasal 16 ayat (5) huruf c angka 1 PMK-39/PMK.03/2018 yang telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak;
        b. Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (8) huruf a angka 2, Pasal 10 ayat (5) huruf a angka 2, dan Pasal 16 ayat (5) huruf c angka 2 PMK-39/PMK.03/2018 yang telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Pengusaha Kena Pajak yang membuat dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak;
        c. Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak berupa dokumen pemberitahuan pabean impor sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai ketentuan perpajakan atas impor dengan ketentuan telah dipertukarkan secara elektronik dengan Direktorat Jenderal Pajak;
        d. Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak berupa dokumen pemberitahuan pabean impor sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai ketentuan perpajakan atas impor yang diunggah oleh Wajib Pajak Pemohon dengan ketentuan mencantumkan Nomor Transaksi Penerimaan Negara; dan/atau
        e. Dokumen surat penetapan pembayaran bea masuk, cukai, dan/atau pajak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai ketentuan perpajakan atas impor barang kiriman, dengan ketentuan:
          1. mencantumkan Nomor Transaksi Penerimaan Negara;
          2. terdapat dalam sistem informasi pelayanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; 
          3. telah dipertukarkan secara elektronik dengan Direktorat Jenderal Pajak; dan
          4. dibayarkan oleh Wajib Pajak Pemohon melalui penyelenggara pos terkait dengan impor barang kiriman.
      (3) Termasuk dalam pengertian Pajak Masukan yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak Pemohon sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (8) huruf b, Pasal 10 ayat (5) huruf b, dan Pasal 16 ayat (5) huruf d Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 yaitu Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak atas pelunasan Pajak Pertambahan Nilai yang semula mendapatkan fasilitas yang dapat dikreditkan.
      (4) Dalam hal kredit pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) serta ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (7) dan ayat (8), Pasal 10 ayat (4) dan ayat (5), dan Pasal 16 ayat (5) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018, kredit pajak tersebut tidak diperhitungkan.
       
    2. Ketentuan ayat (5) Pasal 7 diubah dan di antara ayat (4) dan ayat (5) Pasal 7 disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (4a), sehingga Pasal 7 berbunyi sebagai berikut:
       
      Pasal 7
      (1) Special Purpose Company atau Kontrak Investasi Kolektif sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), dapat diberikan Pengembalian Pendahuluan atas kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak perolehan real estat, dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 200/PMK.03/2015.
      (2) Terhadap permohonan Pengembalian Pendahuluan yang disampaikan oleh Special Purpose Company atau Kontrak Investasi Kolektif sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian terhadap:
        a. penetapan Special Purpose Company atau Kontrak Investasi Kolektif sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah masih berlaku;
        b. kelengkapan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai beserta lampirannya;
        c. adanya pengkreditan Pajak Masukan berupa Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan real estat pada Masa Pajak yang diajukan permohonan Pengembalian Pendahuluan;
        d. kebenaran penulisan dan penghitungan Pajak Pertambahan Nilai dengan cara memastikan kebenaran penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan/atau pembagian suatu bilangan dalam penghitungan pajak; dan
        e. kebenaran pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang telah dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak.
      (3) Termasuk dalam penelitian terhadap penetapan Special Purpose Company atau Kontrak Investasi Kolektif sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah masih berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi penelitian mengenai pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3).
      (4) Penelitian terhadap kebenaran pembayaran Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dilakukan terhadap kredit pajak yang dapat diperhitungkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, meliputi:
        a. Pajak Masukan yang dikreditkan oleh Special Purpose Company atau Kontrak Investasi Kolektif sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko tercantum dalam:
          1. Faktur Pajak yang telah diunggah ke sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak dan telah memperoleh persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak;
          2. dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang telah dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan telah tervalidasi dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak; dan/atau
          3. tercantum dalam dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang telah dilaporkan oleh pihak lain sebagaimana diatur dalam Pasal 32A Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
          dan/atau
        b. Pajak Masukan yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak Pemohon:
          1. telah divalidasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara dalam hal pembayaran dilakukan dengan menggunakan surat setoran pajak; dan/atau
          2. telah tervalidasi dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak dalam hal pembayaran dengan menggunakan sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak.
      (4a) Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan sebagai bagian dari kelebihan pembayaran pajak merupakan Pajak Masukan yang telah dikreditkan dan tercantum dalam:
        a. Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a angka 1 yang telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak;
        b. Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a angka 2 yang telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai Pengusaha Kena Pajak yang membuat dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak;
        c. Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a angka 2 berupa dokumen pemberitahuan pabean impor sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai ketentuan perpajakan atas impor dengan ketentuan telah dipertukarkan secara elektronik dengan Direktorat Jenderal Pajak;
        d. Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a angka 2 berupa dokumen pemberitahuan pabean impor sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai ketentuan perpajakan atas impor yang diunggah oleh Wajib Pajak Pemohon dengan ketentuan mencantumkan Nomor Transaksi Penerimaan Negara; dan/atau
        e. Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a angka 2 berupa dokumen surat penetapan pembayaran bea masuk, cukai, dan/atau pajak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai ketentuan perpajakan atas impor barang kiriman, dengan ketentuan:
          1. mencantumkan Nomor Transaksi Penerimaan Negara; 
          2. terdapat dalam sistem informasi pelayanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
          3. telah dipertukarkan secara elektronik dengan Direktorat Jenderal Pajak; dan
          4. dibayarkan oleh Wajib Pajak Pemohon melalui penyelenggara pos terkait dengan impor barang kiriman.
      (5) Pajak Masukan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (4a) tidak diperhitungkan sebagai kredit pajak yang dapat diperhitungkan.
      (6) Hasil penelitian terhadap pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam laporan hasil penelitian.
      (7) Berdasarkan laporan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Direktur Jenderal Pajak:
        a. menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, dalam hal Special Purpose Company atau Kontrak Investasi Kolektif sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan terdapat kelebihan pembayaran pajak; atau 
        b. tidak menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak dan memberitahukan kepada Pengusaha Kena Pajak, dalam hal Special Purpose Company atau Kontrak Investasi Kolektif sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau tidak terdapat kelebihan pembayaran pajak.
    3. Setelah ayat (3) Pasal 11 ditambahkan 2 (dua) ayat yakni ayat (4) dan ayat (5), sehingga Pasal 11 berbunyi sebagai berikut:
       
      Pasal 11
      (1) Terhadap permohonan Pengembalian Pendahuluan atas kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai:
        a. yang disampaikan oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (5); atau
        b. yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) atau ayat (2) atau Pasal 10 ayat (5),
        Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti dengan menerbitkan surat pemberitahuan tidak dapat diberikan Pengembalian Pendahuluan dan atas kelebihan pembayaran pajak tersebut ditindaklanjuti berdasarkan ketentuan Pasal 17B Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
      (2) Terhadap permohonan Pengembalian Pendahuluan atas kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang disampaikan oleh Special Purpose Company atau Kontrak Investasi Kolektif sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (7) huruf b, Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti dengan menerbitkan surat pemberitahuan surat keputusan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak tidak diterbitkan dan atas kelebihan pembayaran pajak tersebut ditindaklanjuti berdasarkan ketentuan Pasal 17B Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
      (3) Dalam hal permohonan Pengembalian Pendahuluan atas kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai ditindaklanjuti berdasarkan ketentuan Pasal 17B Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan berdasarkan hasil pemeriksaan masih terdapat kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai, berlaku ketentuan sebagai berikut:
        a. untuk kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak selain akhir tahun buku dan tidak terdapat kegiatan tertentu, kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai tersebut dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya;
        b. untuk kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak selain akhir tahun buku dan terdapat kegiatan tertentu, kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai tersebut diberikan pengembalian; atau
        c. untuk kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak akhir tahun buku, kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai tersebut diberikan pengembalian.
      (4) Terhadap permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak yang berasal dari Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi Tahun Pajak 2024 yang menyatakan lebih bayar yang disampaikan oleh Wajib Pajak orang pribadi tertentu yang terdapat kesalahan pencantuman Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang yang dikreditkan sehingga seharusnya tidak terdapat kelebihan pembayaran pajak:
        a. dianggap tidak terdapat kelebihan pembayaran pajak;
        b. tidak diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak dan diberitahukan kepada Wajib Pajak Pemohon; dan
        c. tidak ditindaklanjuti berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
      (5) Wajib Pajak orang pribadi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan Wajib Pajak orang pribadi selain pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Republik Indonesia, pejabat negara dan pensiunannya yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
        a. hanya menerima penghasilan dan Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21/26 Formulir 1721-A1 - Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Pegawai Tetap atau Pensiunan yang Menerima Uang terkait Pensiun secara Berkala semata-mata dari 1 (satu) pemberi kerja atau dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan nama apa pun dalam rangka pensiun;
        b. tidak memiliki pengurang penghasilan bruto berupa zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dibayarkan tidak melalui pemberi kerja atau pembayar uang pensiun; dan
        c. kelebihan pembayaran pajak tersebut berasal dari penghitungan Pajak Penghasilan terutang menurut Wajib Pajak lebih kecil daripada Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang berdasarkan Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21/26 Formulir 1721-A1 - Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Pegawai Tetap atau Pensiunan yang Menerima Uang terkait Pensiun secara Berkala.
       
    Pasal II
      Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
   
 

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 13 Agustus 2025

 

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd.

BIMO WIJAYANTO

 
 

 

Status Peraturan
Aktif