
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Semarang Selatan mengajak pengikut media sosial Instagramnya mengenal Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Siaran langsung (live) Instagram dilakukan langsung dari akun resmi @pajaksmgselatan di KPP Pratama Semarang Selatan, Semarang (Kamis, 25/11).
Kegiatan edukasi virtual ini bertajuk Sehati yang bermakna Sore Bahas Tax Terkini. Siaran langsung dimulai pukul 16.00 WIB. Edisi kedua pada semester 2 tahun 2021, Sehati mengusung topik Cari Tahu Seputar UU HPP. Durasi acara berlangsung selama 30 menit untuk mengulas sejumlah pokok bahasan dalam UU HPP.
Pembahasan materi disampaikan oleh dua Asisten Penyuluh Pajak Terampil KPP Pratama Semarang Selatan Ika Hapsari dan Rizkiana Rahmawati. Ika membuka siaran langsung dengan memperkenalkan UU HPP sebagai wujud reformasi peraturan perpajakan. Rizkiana melanjutkan dengan materi urgensi, asas, dan tujuan diterbitkannya UU HPP.
“Tujuan UU HPP ada lima. Yang pertama meningkatkan pertumbuhan dan juga mendukung percepatan pemulihan dari perekonomian di Indonesia. Kemudian yang kedua untuk mengoptimalkan penerimaan negara. Ketiga, mewujudkan sistem perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum. Yang keempat, untuk melaksanakan reformasi administrasi, kebijakan perpajakan yang konsolidatif, dan perluasan basis pajak, dan yang kelima meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak,” ulas Rizkiana.
Paparan dilanjutkan dengan penjelasan materi pokok pada masing-masing klaster UU HPP. Ika mengawali materi dengan tema Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Ia menjelaskan terkait integrasi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK). “Dengan mengintegrasikan basis data kependudukan dengan Nomor Pokok Wajib Pajak, maka pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak Orang Pribadi pun akan semakin mudah,” ujar Ika.
Pada klaster Pajak Penghasilan (PPh), Rizkiana menggarisbawahi tiga isu utama yaitu lapisan tarif baru PPh Wajib Pajak Orang Pribadi, batas peredaran bruto tidak kena pajak bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), serta pengenaan tarif PPh Wajib Pajak Badan sebesar 22 persen yang berlaku sejak tahun 2022 dan seterusnya.
Rizkiana memaparkan, “UU HPP saat ini menambahkan lapisan tarif baru untuk penghasilan 5 miliar rupiah ke atas dengan pengenaan tarif 35%. Sementara untuk rentang lapisan paling bawah yang sebelumnya antara 0 s.d. 50 juta rupiah dikenai tarif 5%, kini rentangnya ditambah menjadi 0 s.d. 60 juta rupiah.”
Ika menambahkan materi terkait PPh atas natura atau kenikmatan. “Pajak atas natura ini nantinya dikenakan atas natura yang diterima para Board of Director, CEO, komisaris dan sejenisnya yang memang dapat dikategorikan extraordinary,” timpal Ika.
Pembahasan berlanjut dengan materi Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Isu utama yang diangkat Rizkiana dan Ika adalah pemberian fasilitas PPN dibebaskan untuk barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial, dan beberapa jenis jasa lainnya. Hal lain yang juga diulas adalah terkait kenaikan tarif PPN secara bertahap yakni sebesar 11 persen pada 1 April 2022 dan akan naik menjadi 12 persen paling lambat 1 Januari 2025.
Siaran langsung Instagram diakhiri dengan pembahasan terkait dua topik baru yaitu Program Pengungkapan Sukarela (PPS) dan pajak karbon. Terakhir keduanya mengingatkan waktu mulai berlakunya masing-masing ketentuan pada UU HPP.
- 29 kali dilihat