Berbagai upaya terus dilakukan oleh Kantor Wilayah DJP Jawa Timur II dalam rangka mengamankan penerimaan negara, termasuk salah satunya tindakan penegakan hukum di bidang perpajakan. Penyidik Pajak Kanwil DJP Jatim II melalui Korwas PPNS Kepolisian Daerah Jawa Timur telah menyerahkan tersangka PS dan barang bukti kepada Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Sidoarjo pada hari Kamis, 5 Desember 2019.

Kepala Kanwil DJP Jatim II Lusiani didampingi Kepala KPP Madya Sidoarjo, Kepala Bidang Pemeriksaan, Penagihan, Intelijen, dan Penyidikan, serta Penyidik Pajak Kanwil DJP Jatim II memberikan keterangan kepada dua puluhan awak media yang hadir pada Konferensi Pers di Ruang VIP Lantai 4 Kanwil DJP Jawa Timur II (Jumat, 6/12). Dalam keterangannya Lusiani mengungkapkan bahwa perbuatan tersangka TS telah mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya sebesar Rp3.044.789.832,00 (tiga miliar empat puluh empat juta tujuh ratus delapan puluh sembilan ribu delapan ratus tiga puluh dua rupiah).

Tersangka PS melalui PT HLI diduga kuat telah melakukan permintaan dan pemesanan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya kepada HW (terpidana yang telah divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Sidoarjo dan dikuatkan dengan Putusan Kasasi) dan mengedarkan/menyerahkan faktur pajak tersebut kepada para pemesan atau pengguna faktur pajak. Perbuatan tersebut dilakukan secara berturut-turut dalam kurun waktu masa pajak Januari 2011 hingga Desember 2013. Atas permintaan tersebut, tersangka PS memberikan imbalan uang kepada terpidana HW melalui transfer bank. 

Sesuai Pasal 39 ayat (1) huruf b jo. Pasal 43 ayat (1) atau Pasal 39A huruf a Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 jo. Pasal 64 KUHP, perbuatan tersangka PS tersebut diancam pidana penjara serta denda.

"Tersangka diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun, dan denda paling banyak empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar," ujar Lusiani.