Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tangerang Barat memenuhi undangan menjadi narasumber dalam kegiatan sosialisasi pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sitanala, Kota Tangerang, Banten (Rabu, 10/4).
Kegiatan ini dihadiri oleh Direktur Sumber Daya Manusia (SDM), Pendidikan, dan Penelitian Etty Farhati, Direktur Perencanaan, Keuangan, dan Layanan Operasional RSUP Dr. Sitanala Ni Ketut Rupini, dan diikuti oleh 27 peserta secara hybrid.
“Semoga adanya kegiatan sosialisasi ini dapat memberikan pencerahan kepada para dokter terkait dengan PPh Pasal 21 atas penghasilannya dari RSUP Dr. Sitanala sesuai dengan ketentuan terbaru dan segera melaporkan SPT Tahunan Orang Pribadi,” harap Ni Ketut Rupini saat membuka acara mengawali kegiatan.
Fungsional Penyuluh Pajak, Saripudin menyampaikan materi terkait tata cara penghitungan PPh 21 atas penghasilan dokter serta ketentuan penghitungan baru yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023.
“Penghasilan dokter dari RSUP terdiri dari penghasilan sebagai pegawai dalam hubungan kerja (pegawai tetap) dan penghasilan jasa penelitian (tenaga ahli),” tutur Saripudin.
Lebih lanjut, Saripudin menjelaskan bahwa atas penghasilan sebagai pegawai tetap dikenakan PPh 21 dengan mekanisme Tarif Efektif Rata-Rata (TER) untuk masa pajak Januari hingga masa pajak sebelum masa pajak terakhir (November). Lalu, untuk masa Desember dihitung dengan mengurangkan PPh terutang setahun dikurangi PPh 21 TER bulan Januari hingga November.
Untuk penghasilan jasa penelitian, maka dipotong dengan cara mengalikan penghasilan bruto sebulan dikalikan 50% dikalikan tarif Pasal 17 UU PPh.
“Untuk perbedaan dengan sebelumnya, PPh dari jasa penelitian tidak dihitung berdasarkan akumulasi dari bulan-bulan sebelumnya, sehingga menyebabkan PPh 21 terutang bulanan dari jasa penelitian menjadi lebih kecil dan bagi dokter di SPT Tahunannya bisa menjadi lebih besar kurang bayarnya,” jelas Saripudin.
Anggit Pungkas Wibowo, salah satu peserta sosialisasi, bertanya tentang penghasilan bruto yang menjadi dasar perhitungan jasa penelitian dokter yang harus di-gross up terlebih dahulu adalah sebesar 80%, padahal yang diterima dokter memang tidak 100%.
“Mengapa penghitungan pajaknya tidak dari penghasilan yang sungguh-sungguh diterima oleh dokter?” tanya Anggit.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Account Representative, Anles Tambun menyampaikan bahwa pada PMK-168 dijelaskan bahwa yang dimaksud penghasilan bruto dokter adalah penghasilan yang diterima sebelum dikurangi biaya.
“Ketentuan mengenai pengenaan 50% dikalikan tarif pasal 17 merupakan hasil dari kesepakatan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Rumah Sakit Badan Layanan Umum (RS BLU), dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang memperkecil pengenaan pajak dibandingkan dengan pengenaan sebelumnya. Gross up 80% juga sudah berdasarkan riset dan penelitian untuk menyamaratakan di seluruh RSU BLU,” terang Anles.
Di akhir kegiatan, Kepala Seksi Pengawasan II KPP Pratama Tangerang Barat, Hery Marwoto menyampaikan apabila ada masukan bagi DJP bisa langsung disampaikan perihal tersebut.
“Jika ada ketidaksesuaian dengan kondisi nyata, dapat disampaikan dengan surat resmi ke DJP, bisa melalui RSU BLU atau IDI, sehingga dapat menjadi masukan bagi DJP di masa yang akan datang,” tutup Hery Marwoto.
Pewarta: Rizki Wira Pamungkas |
Kontributor Foto: Roselina Tamirin |
Editor: Satriyono Sejati |
*)Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 8 kali dilihat