VAR, (Bukan) Bintang Baru dalam Reformasi Perpajakan

Oleh: Anang Purnadi, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Kostum Prancis resmi berbintang dua setelah di final mengalahkan Kroasia, tim kejutan Piala Dunia 2018 di Rusia. Skor 4-2 untuk Prancis menjadi beberapa perdebatan, khususnya pendukung Kroasia dan anti Prancis pada umumnya. Dua gol Prancis melalui tendangan bebas Antoine Griezmann yang ‘disundul’ Mario Mandzukic dan penalti yang juga dieksekusi Griezmann. Banyak pengamat mengatakan wasit tidak seharusnya memberi tendangan bebas, dikarenakan tidak ada kontak yang membuat Griezmann terjatuh.
Pun demikian dengan penalti, wasit harus melihat VAR (video assistant referee) berkali-kali sebelum memutuskan tendangan penalti untuk Prancis. Ya, Piala Dunia 2018 memunculkan VAR sebagai bintang di atas para bintang sepakbola. Bukan Cristiano Ronaldo, Lionel Messi, Harry Kane, atau Kylian Mbappe. VAR sering menjadi penentu hasil pertandingan yang menyebabkan banyak penalti, tendangan bebas, maupun pelanggaran.
Kontroversi penggunaan VAR dalam sepakbola belum berhenti, namun sepakbola dan teknologi tidak bisa dipisahkan. Manfaatnya sangat terasa untuk mengurangi kesalahan dalam pengambilan keputusan-keputusan penting. Andaikan VAR ada sejak dulu, tahun 1986 tidak akan ada gol ‘Tangan Tuhan’ Maradona dan Argentina belum tentu juara dunia untuk kedua kalinya.
VAR dalam dunia perpajakan
Sesuai dengan PER-07/PJ/2017 tentang Pedoman Pemeriksaan Lapangan Dalam Rangka Pemeriksaan Untuk Menguji Kepatuhan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, mulai berlaku 21 April 2017. Hal ini menujukkan bahwa Direktorat Jenderal Pajak (DJP) lebih dulu menerapkan VAR dibanding FIFA menggunakan teknologi VAR untuk Piala Dunia 2018, juga mendahului asosiasi sepakbola Inggris (FA) yang menggunakan VAR di Piala FA dan Piala Liga musim 2017, awal Agustus 2017.
Sebagai bentuk upaya pemerintah untuk menjaga integritas dan profesionalisme pemeriksa pajak, serta untuk meningkatkan kepercayaan wajib pajak terhadap (DJP) dalam rangka pemeriksaan lapangan, ditetapkanlah paeraturan ini. Banyak perubahan standar baru terkait pemeriksaan pajak khususnya pemeriksaan lapangan.
Beberapa standar antara lain :
- Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan bersamaan dengan surat panggilan kepada wajib pajak, sehingga pemeriksaan tidak lagi dilakukan di tempat Wajib Pajak melainkan di kantor pajak. Waktu dilaksanakannya pertemuan ditentukan paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterbitkannya surat panggilan, dengan mempertimbangkan lokasi wajib pajak.
- Pertemuan dalam surat panggilan harus dihadiri oleh:
- Wakil Wajib Pajak sesuai dengan Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, untuk Wajib Pajak Badan;
- Orang pribadi yang bersangkutan, untuk wajib pajak orang pribadi;
- Salah seorang ahli waris, pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalan, untuk warisan yang belum terbagi; atau
- Wali atau pengampunya, untuk anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan.
· Pertemuan antara Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak harus dilakukan :
a. pada waktu dan tempat sesuai dengan surat panggilan dan
b. di ruangan khusus yang memiliki alat perekam suara (audio) dan gambar (visual).
· Wajib pajak dapat didampingi oleh pihak lain, semisal pegawai atau konsultan pajak yang memahami kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak.
· Pengujian di tempat wajib pajak oleh pemeriksa pajak didampingi oleh petugas yang ditunjuk oleh Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan melalui surat tugas.
Penunjukan petugas pendamping merupakan hal baru selain penggunaa perekam suara dan gambar dalam prosedur pemeriksaan lapangan. Pendamping ini mempunyai tugas untuk memastikan tata cara pemeriksaan telah dijalankan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, memastikan wajib pajak dapat melaksanakan hak-haknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan memastikan Pemeriksaan terselenggara sesuai dengan tata kelola pemerintahan yang baik.
Penggunaan alat perekam suara dan gambar serta petugas pendamping menjadi terobosan yang patut diacungi jempol. Selain untuk memastikan prosedur pemeriksaan berjalan sesuai ketentuan, hal ini untuk mengantisipasi jika ada permasalahan khususnya perkara pidana di kemudian hari.
Seperti pepatah yang mengatakan ‘tidak ada asap jika tak ada api’, begitu juga tindak pidana perpajakan. Selama ini jika terdapat masalah suap atau tuduhan penyalahgunaan wewenang di bidang perpajakan, publik lebih mudah menuduh petugas pajak semata yang bersalah. Dengan memanfaatkan teknologi perekam suara dan gambar akan diketahui secara obyektif siapa yang menginisiasi, apakah petugas pajak atau wajib pajak?
Penerapan alat perekam suara dan gambar bermanfaat dalam pemeriksaan lapangan. Tidak menutup kemungkinan juga akan diterapkan dalam prosedur-prosedur lain misalkan konseling, tindakan penagihan, maupun pelayanan lain yang berhubungan langsung dengan wajib pajak.
Reformasi Perpajakan jilid III ditetapkan dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2018 tentang Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan tanggal 8 Mei 2018. Sementara penggunaan perekam gambar dan suara ditetapkan melalui PER-07/PJ/2017 yang mulai berlaku sejak 21 April 2017. Hal ini membuktikan bahwa teknologi VAR bukan bintang baru dalam reformasi perpajakan.(*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja.
- 100 kali dilihat