Teropong Peningkatan Restitusi Pajak di Awal 2019

Oleh: Sita Kris Waluyowati, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Pada Kuartal pertama tahun 2019 sekarang ini, ditemukan bahwa tingkat restitusi pajak meningkat dari tahun sebelumnya. Pada tahun lalu tingkat restitusi pada kuartal pertama sebesar 34,26 %, sedangkan pada tahun ini tingkat restitusi menjadi 47,83 %. Hal ini tentunya menjadi perhatian khusus terutama untuk otoritas pajak di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak. Para Account Representative dan atasannya harus berpikir keras dan memutar otak untuk menggali-gali potensi pajak agar dapat mengejar target penerimaan pajak. Sebelum mengupas lebih dalam lagi, ada baiknya dijelaskan terlebih dahulu menganai pengertian restitusi pajak.
Restitusi adalah proses pengembalian kelebihan pajak dari Negara kepada wajib pajak, karena jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang. Syarat agar wajib pajak dapat menerima restitusi yakni, tidak ada utang pajak yang masih ditanggung dari tahun-tahun sebelumnya. Tujuan dari adanya restitusi pajak adalah untuk melindungi hak wajib pajak. Uang yang lebih dibayar tersebut merupakan harta milik wajib pajak, yang juga berarti merupakan hak mereka. Kelebihan pembayaran tersebut harus segera dikembalikan kepada wajib pajak oleh Negara khusunya Direktorat Jenderal Pajak, karena hal tersebut merupakan kewajiban Negara. Dengan begitu, dana tersebut dapat segera digunakan untuk membantu kegiatan operasional perusahaan, sehingga kelancaran bisnis wajib pajak dapat terjaga.
Sebagai otoritas pajak, kita memang memiliki tugas untuk mencari dan menjaga penerimaan negara dengan sebaik mungkin. Namun, bukan berati karena hal tersebut sebagai otoritas pajak harus mempersulit proses pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Hal ini merupakan pemikiran yang salah. Sebagai otoritas pajak hendaknya lebih mengedepankan pelayanan kepada wajib pajak, salah satu caranya yakni dengan mempermudah dan mempercepat proses pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada wajib pajak.
Berdasarkan pengamatan di lingkungan sekitar, kenyataannya memang semakin banyak ditemukan ketetapan pajak yang lebih bayar. Hal ini menimbulkan konsekuensi bagi Negara untuk segera melakukan pengembalian kelebihan pembayaran pajak terhadap wajib pajak. Selain itu, pengembalian kelebihan pajak dapat dijadikan tolok ukur kepercayaan wajib pajak kepada Negara. Penyebab tingginya angka restitusi pajak pada tahun ini, salah satunya karena adanya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak, yang terbit dan efektif berlaku sejak 12 April 2018. Direktorat Jenderal Pajak menyederhanakan dan mempercepat prosedur restitusi pendahuluan bagi Wajib Pajak pilihan yang memenuhi kriteria tertentu, persyaratan tertentu, atau Pengusaha Kena Pajak (PKP) berisiko rendah. Langkah penyederhanaan ini dilakukan dengan hanya melakukan penelitian administratif yang sederhana untuk restitusi pendahuluan.
Penelitian sederhana dilakukan untuk mengecek kebenaran penulisan dan penghitungan jumlah pajak; kelengkapan bukti pemotongan atau bukti pemungutan pajak penghasilan (PPh) yang dikreditkan; dan serta Pajak Masukan yang dikreditkan dan/atau dibayar sendiri oleh wajib pajak. Karena penyederhanaan ini, proses restitusi pendahuluan dijanjikan hanya memakan waktu paling lama satu sampai dengan tiga bulan, tergantung jenis pajak dan kriteria wajib pajaknya. Sekarang, proses pelaksanaan restitusi menjadi lebih singkat dibandingkan beberapa tahun sebelumny yang bisa menghabiskan waktu hingga satu tahun. Hal ini merupakan kabar yang baik bagi para wajib pajak karena mereka bisa lebih cepat mendapatkan haknya kembali. Sehingga kegiatan operasional perusahaan dapat berjalan dengan lancar.
Hal positif lain dari adanya kebijakan baru ini yakni, Negara dapat lebih meminimalisasi pengeluaran dana yang digunakan untuk membayar sanksi sebesar 2% per bulan kepada wajib pajak yang disebabkan karena pengembalian kelebihan pajak melampaui jangka waktunya. Selain itu, pengembalian kelebihan pembayaran pajak secara tepat waktu akan menggerakkan roda perekonomian di Indonesia dikarenakan perusahaan dapat menggunakan uang tersebut untuk menjalankan kegiatan operasional mereka, terutama untuk pengusaha eksportir. Jika proses pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dengan cepat, maka likuiditas perusahaan akan terus terjaga. Roda perekonomian Indonesia akan terus bergerak pula. Hal ini tentunya memberikan dampak baik pada kemajuan Negara ini juga.
Percepatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak ini memang disediakan untuk wajib pajak yang tidak diragukan itikad baiknya karena memang persyaratan yang harus dilengkapi cukup banyak dan ketat. Diharapkan dengan persyaratan yang ketat tersebut, tidak ada wajib pajak yang menyalahgunakan kemudahan ini. Diharapkan dengan adanya kemudahan ini, para pengusaha jujur di luar sana dapat merasa terbantu perusahaan untuk tetap menjalankan operasionalnya dan menjaga likuiditasnya. Tidak apa jika penerimaan pajak pada kuartal pertama tahun ini sedikit menurun, diharapkan penerimaan pajak untuk seterusnya dapat semakin memingkat seiring berjalannya waktu. Negara memang memiliki kewenangan untuk memungut pajak dan menuntut kepatuhan kepada wajib pajak. Akan tetapi, harus diingat bahwa wajib pajak juga memiliki hak untuk meminta kembali pajak yang lebih dibayar ataupun pajak yang tidak seharusnya dibayarkan. Keduanya harus berjalan seimbang agar tercipta keselarasan dalam Negara.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.
- 1171 kali dilihat