Oleh: Rendy Brayen Latuputty, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

"Min, kok sampe sekarang kartu NPWP saya belum sampai? Katanya mau dikirim," tulis seorang warganet. "Iya, nih. Saya malah sudah setahun lebih belum juga dikirim," sahut warganet lain.

Keluhan seperti itu sering kali menghiasi kolom komentar akun media sosial Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pada hampir di setiap publikasinya, baik di Facebook maupun Instagram DJP, ada saja warganet yang berkomentar seperti itu. Sekalipun materi yang dipublikasikan sama sekali tidak berkaitan dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Bahkan tak jarang, sambatan semacam itu juga kita temui pada laman ulasan Google DJP.

Saat ini, pendaftaran NPWP dapat dilakukan secara daring melalui laman pajak.go.id. Setelah pendaftaran berhasil, wajib pajak hanya perlu menunggu kartu NPWP dikirim ke alamat masing-masing. Namun, pada praktiknya hal tersebut tidak selalu berjalan mulus. Mengapa?

Setidaknya ada tiga alasan kenapa kartu NPWP tak kunjung tiba meski pendaftarannya berhasil tanpa kendala. Pertama, alamat yang diisi wajib pajak pada saat pendaftaran NPWP salah atau tidak spesifik. Hal ini tentunya akan menyulitkan petugas PT Pos Indonesia (Persero) atau jasa kurir/ekspedisi menemukan alamat wajib pajak dalam pengiriman kartu NPWP.

Kedua, wajib pajak tidak berdomisili sesuai alamat pada kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el). Pada saat pendaftaran NPWP, alamat yang digunakan adalah alamat pada KTP-el. Begitu pun untuk pengiriman kartu NPWP. Jadi, kalau wajib pajak tidak berdomisili sesuai alamat pada KTP-el, kartu NPWP tidak akan pernah sampai. Sebab, itu dikirimkan ke alamat sesuai KTP-el.

Ketiga, wajib pajak memilih pernyataan tidak akan menjalankan kewajiban perpajakan atau memilih untuk berstatus non-efektif (NE). Jika hal tersebut dilakukan wajib pajak, DJP harus melakukan penelitian lanjutan agar kartu NPWP dapat dicetak. Hal ini tentunya membutuhkan waktu yang berakibat pada mundurnya waktu pengiriman kartu NPWP kepada wajib pajak.

Lantas, apa solusi atas permasalahan di atas?

Fungsi NPWP

Untuk dapat menjawab pertanyaan di atas, kita harus paham dulu fungsi NPWP. Ini penting agar kita tidak salah kaprah dalam memahami NPWP.

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), NPWP adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Ya, NPWP berfungsi sebagai identitas wajib pajak.

Nah, identitas tersebut berbentuk apa? Kalau kita cermati kembali definisi NPWP di atas, identitas tersebut berupa nomor. Apakah disebutkan soal kartu fisik? Tidak. Apa yang dapat kita simpulkan? Berdasarkan UU KUP, fungsi NPWP tidak terletak pada kartu fisiknya, tapi pada nomornya. Jadi, apa pun bentuknya, NPWP sah dan dapat digunakan untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan, tidak soal ada tidaknya kartu fisik NPWP.

NPWP Elektronik

Menyambung penjelasan di atas, sesungguhnya kartu fisik NPWP kini sudah tidak terlalu penting lagi. Mengapa? Sejak lebih dari satu tahun lalu, DJP sudah merilis NPWP elektronik. Ini sebenarnya bisa menjadi solusi jitu atas persoalan kartu fisik NPWP yang tak kunjung diterima wajib pajak.

Dengan adanya NPWP elektronik, wajib pajak dapat mencetak sendiri NPWP-nya, kapan pun, di mana pun, dan di media apa pun. Pasalnya, NPWP elektronik akan dikirimkan secara otomatis ke alamat email wajib pajak segera setelah wajib pajak berhasil melakukan pendaftaran NPWP pada laman pajak.go.id. Selain itu, wajib pajak juga dapat mengirimkan kembali NPWP elektroniknya ke email masing-masing dengan cara login pada laman pajak.go.id.

Karena begitu mangkus dan sangkilnya NPWP elektronik, sudah saatnya posisi kartu fisik NPWP digantikan NPWP elektronik. Hal tersebut setidaknya akan mendatangkan dua manfaat. Apa saja itu?

Pertama, penghematan anggaran yang luar biasa. Coba saja hitung, berapa biaya yang dibutuhkan untuk mencetak dan mengirimkan kartu fisik NPWP kepada wajib pajak. Saat ini, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama dan Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) di seluruh Indonesia berjumlah 505 kantor. Kita asumsikan dalam satu hari, sebanyak 505 kantor tersebut masing-masing menerima 50 pendaftaran NPWP baru.

Katakanlah harga satuan blangko kartu fisik NPWP Rp1.000,00 dan ongkos pengirimannya Rp5.000,00. Terlihat jelas, anggaran yang dapat dihemat selama setahun mencapai lebih dari Rp55 miliar (505 x 50 x 365 x (Rp1.000 + Rp5.000)). Perlu dicatat bahwa angka dan asumsi yang digunakan dalam perhitungan tersebut sangat konservatif. Kita juga belum memperhitungkan biaya listrik, tinta, amplop, dan sebagainya.

Kedua, peningkatan produktivitas sumber daya manusia (SDM) DJP. Bagaimana bisa? Kartu fisik NPWP tidak secara otomatis tecetak dan terkirim begitu saja. Ada petugas yang harus melakukan pekerjaan tersebut.

Kalau kartu fisik NPWP sudah digantikan dengan NPWP elektronik, petugas atau pegawai pajak tidak perlu lagi melakukan pekerjaan itu. Maka, tenaga dan waktu pegawai yang sebelumnya bertugas mencetak kartu NPWP dapat dialihkan untuk pekerjaan lain yang lebih memberi nilai tambah. Dengan begitu, produktivitas SDM DJP secara umum akan meningkat.

Kejelasan Sikap

Beberapa wajib pajak sebenarnya juga sudah mulai paham bahwa NPWP elektronik sah dan dapat digunakan untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan mereka. Namun, wajib pajak kerap curhat bahwa masih saja ada yang meminta fotokopi kartu fisik NPWP ketika membuka rekening di bank, melamar pekerjaan, ataupun mengurus sesuatu di instansi pemerintah. Karena hal tersebut, dibutuhkan kejelasan sikap DJP atas kartu NPWP.

Dalam materi publikasinya selama ini, DJP masih menempatkan NPWP elektronik hanya sebatas alternatif dan pelengkap kartu fisik NPWP. Bahkan, sebagaimana dikutip sebuah media daring ternama, DJP mengatakan bahwa kartu fisik NPWP masih menjadi alat utama bagi wajib pajak. Padahal, jika menilik sederet manfaat NPWP elektronik yang telah diuraikan di atas, DJP semestinya mendorong NPWP elektronik menggantikan posisi kartu fisik NPWP.

Untuk dapat mendorong hal tersebut, DJP setidaknya harus melakukan tiga hal. Pertama, membuat payung hukum yang mengatur tentang NPWP elektronik, misalnya dalam bentuk peraturan direktur jenderal pajak. Hal ini penting sebagai landasan yuridis yang memberikan penegasan fungsi dan kedudukan NPWP elektronik.

Kedua, publikasi dan edukasi secara masif. Selain memanfaatkan media sosial, DJP juga bisa memberdayakan fungsional penyuluh pajak, yang tersebar di seluruh Indonesia, untuk membumikan hal ini sampai ke akar rumput. Hal ini penting agar semua kalangan, baik masyarakat, lembaga, maupun instansi pemerintah, punya pemahaman yang sama mengenai fungsi dan kedudukan NPWP elektronik.

Ketiga, nyatakan secara jelas bahwa NPWP elektronik bisa dicetak sendiri oleh wajib pajak di media apa pun. Misalnya, DJP bisa menyilakan wajib pajak mencetak kode QR NPWP elektronik di penutup telepon genggam, gantungan kunci, atau bahkan di kaos. Jadi, apabila sewaktu-waktu wajib pajak membutuhkan NPWP elektronik untuk mengurus sesuatu, wajib pajak bisa langsung memindai kode QR tersebut.

Bukan hanya soal kemudahan, hal itu juga akan membentuk persepsi bahwa memiliki NPWP dan menjadi wajib pajak itu sesuatu yang keren, khususnya di kalangan anak muda. Dari situ, akan tumbuh rasa bangga sebagai wajib pajak. Lebih lanjut, hal itu akan memberikan pesan bahwa pajak bukanlah sesuatu yang mengawang. Pajak sangat dekat dengan kita, bahkan mewarnai keseharian kita.

 

*)Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja