PPh Final Setengah Persen Dongkrak Pertumbuhan UMKM

Oleh: Zidni Amaliah Mardlo, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menyambut baik penetapan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2018 tentang pajak penghasilanatas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajakyang memiliki peredaran bruto tertentu. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 (selanjutnya disebut PP 23/2018) mengatur tentang penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final bagi Wajib Pajak (WP) yang memiliki peredaran bruto sampai dengan 4,8 miliar rupiah dalam 1 (satu) tahun pajak. PP 23/2018 merupakan PP pengganti PP 46/2013 dimana tarif PPh Final yang semula sebesar dari 1% (satu persen) dari penghasilan bruto (omzet) sebagaimana tertuang dalam PP 46/2013 kini dipangkas menjadi 0,5%(setengah persen) dari omzet. Penurunan tarif ini mulai berlaku pada 1 Juli 2018.
PP Nomor 23 Tahun 2018 diluncurkan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo pada 22 Juni 2018 di Jawa Timur (Jatim) Expo, Surabaya.Berdasarkan salinan PP Nomor 23 tahun 2018, tertera beberapa poin penting dari aturan ini yang berlaku sebagai ketentuan utama.Poin tersebut adalah kriteria WP yang dikenakan PP ini, siapa yang tidak diperkenankan menggunakan PP ini, dan jangka waktu pengenaan.
Siapa yang dikenai PP 23/2018 ?
Wajib Pajak yang dikenai PP 23/2018adalah WP Orang Pribadi dan Badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer (CV), firma, atau perseroan terbatas (PT).Kriteria WP yang dikenakan PP 23/2018 ini adalah mereka dengan omzet di bawah Rp 4,8 miliar dalam setahun.
Berapa lama jangka waktu pengenaan PP 23/2018 ?
PP ini juga mengatur ketentuan tarif PPh final 0,5 persen memiliki jangka waktu pengenaan, yakni 7 tahun bagi WP Orang Pribadi, 4 tahun bagi WP Badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer (CV), dan firma, serta 3 tahun untuk WP Badan berbentuk perseroan terbatas (PT).
Jangka waktu tersebut dihitung sejak tahun pajak berlakunya PP 23/2018 bagi WP lama, sedangkan untuk WP baru berlaku sejak WP terdaftar. Setelah jangka waktu tersebut berakhir, WP diharuskan menghitung dan membayar pajak penghasilan menggunakan tarif normal Pasal 17 ayat (1) huruf a, pasal 17 ayat (2a) atau pasal 31E UU PPh (UU Nomor 36 Tahun 2008)
Adapun hitungan omzet yang jadi acuan dikenakan tarif PPh final 0,5 persen adalah omzet per bulan. Jika dalam perjalanannya omzet WP melebihi Rp 4,8 miliar, maka tarif yang sama 0,5 persen tetap dikenakan sampai dengan akhir tahun pajak WP tersebut selesai.
Siapa yang tidak dikenai PP 23/2018 ?
Pertama, WP yang memilih untuk dikenai Ketentuan Umum PPh yaitu WP yang telah menyampaikan Surat Pemberitahuan ke KPP dan pada Tahun Pajak berikutnya terus menggunakan tariff PPh Pasal 17. Yang kedua adalah WP Badan yang memperoleh fasilitas PPh Pasal 31A UU PPh atau PP 94 Tahun 2010. Ketiga yaitu Bentuk Usaha tetap (BUT). Yang keempat yaitu CV atau Firma yang dibentuk oleh beberapa WP Orang Pribadi yang memiliki keahlian khusus dan menyerahkan jasa sejenis dengan jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas.
Apa saja penghasilan yang bukan objek PP 23/2018 ?
Penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas (misalnya: dokter, pengacara, akuntan, notaris, PPAT, arsitek, pemain music, pembawa acara, dan lain-lain), penghasilan di luar negeri, penghasilan yang dikenai PPh Final (misalnya: sewa rumah, jasa konstruksi, PPh Usaha Migas, dan lain sebagainya yang diatur berdasarkan PP), penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.
Peluncuran PP 23/2018 ini dilatarbelakangi oleh keinginan pemerintah untuk mendorong perekonomian masyarakat di bidang UMKM. Pemangkasan tarif dilakukan untuk menurunkan beban pajak peghasilan para pelaku UMKM. Selain itu, pemerintah juga ingin memberikan kemudahan dan lebih berkeadilan kepada WP yang memiliki peredaran bruto tertentu untuk jangka waktu tertentu.Kemudahan dilakukan dengan penyederhanaan penghitungan dengan memberlakukan tariff PPh Final 0,5% dari omzet. Sedangkan pemberlakuan jangka waktu tertentu dimaksudkan sebagai masa pembelajaran bagi wajib pajak untuk dapat menyelenggarakan pembukuan sebelum dikenai pajak penghasilan dengan tarif umum.Pemerintah juga ingin mendorong pelaku UMKM untuk belajar membuat pembukuan yang baik. Pembukuan dan pencatatan keuangan dalam proses bisnis merupakan bagian penting dari manajemen keuangan. Jika pelaku usaha sudah bisa membuat pembukuan dengan benar, pelaku usaha dapat dengan mudah mengidentifikasi besarnya keuntungan ataupun kerugian, mengetahui setiap transaksi yang terjadi, dan mengetahui bagaimana gambaran bisnis yang telah dijalankan pada usaha tersebut.
Pemangkasan tarif PPh Final UMKM menjadi setengah persen ini bertujuan untuk meringankan pelaku usaha dalam melakukan kewajiban perpajakan sehingga usaha di bidang UMKM semakin berkembang. Mendorong peran serta masyarakat dalam kegiatan ekonomi formal, memberikan keadilan, memberikan kemudahan dalam melaksanakan kewajiban perpajakan, memberi kesempatan bagi masyarakat untuk berkontribusi terhadap negara melalui perpajakan, dan meningkatkan jumlah wajib pajak yang patuh. Semoga harapan pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan pajak dari seKtor UMKM dan meningkatkan jumlah wajib pajak yang patuh dengan peresmian PP 23/2018 dapat terwujud.
Tarif baru pajak UMKM merupakan satu dari empat kebijakan insentif pajak yang ditetapkan oleh pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan pajak. Tiga kebijakan lainnya adalah revisi aturan tax holiday, tax allowance, serta insentif PPh bagi perusahaan yang melaksanakan riset serta kegiatan vokasi. Insentif pajak tersebut diberikan dalam rangka mengoptimalkan nilai investasi serta mendorong kegiatan usaha agar lebih berkembang lagi. Dengan turunnya tarif dari 1% menjadi 0,5% memberikan dorongan kepada pelaku UMKM untuk lebih aktif dalam mengembangkan usaha karena beban pajak sudah semakin ringan.(*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja.
- 5514 kali dilihat