Perlukah Pensiunan Lapor SPT di Era Coretax?

Oleh: Ika Hapsari, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Pertanyaan ihwal kewajiban pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) jamak dilontarkan di kalangan para pensiunan. Diskusi ini muncul lantaran mayoritas pensiunan menganggap kewajiban pelaporan PPh berakhir seiring dengan purna penugasan. Apa benefit yang didapat jika konsisten melaporkan PPh juga menjadi pertimbangan.
Orang pribadi yang telah terdaftar sebagai wajib pajak diwajibkan untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi. Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (UU KUP), diatur bahwa SPT adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Batas waktu pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi adalah 3 bulan setelah berakhirnya tahun pajak. Untuk tahun pajak yang berakhir bulan Desember, maka deadline pelaporannya adalah 31 Maret tahun pajak berikutnya. Seiring dengan perkembangan teknologi, sarana pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi adalah e-filing dan e-form yang dapat diakses melalui laman djponline.pajak.go.id. Media ini digunakan sampai dengan tahun pajak 2024, sementara sejak tahun pajak 2025 dan seterusnya akan berpindah menggunakan Coretax pada laman coretaxdjp.pajak.go.id.
Pelaporan SPT Tahunan Pensiunan
Secara spesifik, pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi pensiunan karyawan diwajibkan dalam hal pensiunan karyawan tersebut memperoleh penghasilan melebihi batasan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Penghasilan ini dapat disimak pada Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 yang diberikan oleh lembaga dana pensiun. Apabila pada Bukti Pemotongan diketahui masih terdapat PPh yang dipotong, maka kewajiban pelaporan SPT masih melekat pada pensiunan tersebut. Pelaporan SPT juga diharuskan ketika pensiunan memperoleh penghasilan lain di luar penghasilan dari dana pensiun dengan jumlah melampaui PTKP. Sebagai contoh pendapatan dari usaha perdagangan, fee atau honor dari pemberian jasa atau keahlian, pendapatan dari penjualan properti, atau ditetapkan sebagai direksi perusahaan dsb.
Dalam hal PPh yang dipotong adalah nihil dan pensiunan tidak memiliki penghasilan lain di luar dana pensiun, maka pensiunan dapat mengajukan permohonan sebagai Wajib Pajak Nonefektif atau di era Coretax disebut Wajib Pajak Nonaktif. Permohonan ini dapat diajukan melalui laman Coretax wajib pajak atau melalui Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdaftar. Status Nonaktif dapat berubah menjadi aktif kembali ketika wajib pajak kembali melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadinya.
Sesuai prinsip self-assesment system yang dianut di sistem pajak Indonesia, wajib pajak wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas. Hal ini lantaran, terdapat pernyataan yang wajib dicentang oleh wajib pajak sebelum menandatangani SPT secara elektronik. Dengan demikian, setiap isi SPT dapat dipertanggungjawabkan akuntabilitasnya. Terlebih, Ditjen Pajak RI telah memiliki mekanisme canggih untuk melakukan analisis atas penghasilan wajib pajak yang tersedia dari data pihak ketiga.
Sebagai ilustrasi, Bapak J merupakan pensiunan PT Bank X (Persero) Tbk yang memperoleh Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 dari Dana Pensiun Bank X dengan jumlah PPh Pasal 21 dipotong sebesar nihil karena di bawah PTKP. Bapak J telah berstatus wajib pajak Nonaktif sejak bulan Maret 2022. Akan tetapi, sejak bulan April 2025 Bapak J memperoleh penghasilan dari usaha kos dan honor sebagai dosen praktisi dari sebuah kampus swasta dengan total penghasilan melebihi PTKP. Atas kondisi tersebut, Bapak J berkewajiban melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi kembali atas tahun pajak 2025 paling lambat 31 Maret 2026 menggunakan Coretax.
Manfaat Pelaporan SPT bagi Pensiunan
Secara filosofis, pelaporan SPT merupakan wujud bakti kepada negeri di masa kini. Perjuangan di era modern tidak lagi dengan mengangkat senjata melainkan direpresentasikan dalam bentuk kontribusi nyata berupa membayar pajak. Tidak berhenti pada membayar atau dipotong PPh-nya oleh pihak lain, salah satu perwujudan lini kontribusi tersebut adalah dengan melaporkan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi tepat waktu.
Sebagaimana asas manfaat pembayaran pajak tidak memberikan kontraprestasi langsung bagi pembayar, demikian halnya pelaporan SPT. Kendati demikian, dari sisi negara, pelaporan SPT sangat esensial untuk memperkaya basis data perpajakan dan melakukan pengawasan kewajiban wajib pajak guna memastikan wajib pajak memperoleh haknya secara adil. Diantaranya hak untuk memperoleh pengembalian pajak/restitusi dalam hal terdapat kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 oleh pemotong. Di samping itu, dengan diimplementasikannya Compliance Risk Management (CRM) pada Ditjen Pajak RI, leveling kepatuhan perpajakan wajib pajak dapat dipetakan guna memberikan treatment yang sesuai bagi wajib pajak.
Selain penghasilan, Wajib Pajak diwajibkan melaporkan daftar aset/aktiva dan kewajiban/liabilitas yang dimiliki pada tahun pajak berjalan. Pelaporan ini krusial sebagai wujud tertib administrasi. Di sejumlah negara, SPT yang dilaporkan menjadi dokumen resmi yang dipakai untuk pengajuan kredit, verifikasi tunjangan, atau akses program sosial yang mensyaratkan bukti penghasilan sehingga meningkatkan transparansi dan memudahkan akses layanan keuangan. Sebagai komparasi, di sejumlah negara anggota the Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) juga menyediakan mekanisme pelaporan yang disederhanakan untuk pensiunan berpendapatan rendah, tetapi pelaporan tetap penting bila ada sumber pendapatan lain. Sedangkan di Amerika Serikat, PPh pensiunan wajib lapor di form 1040 bila penghasilan kena pajak melebihi ambang. Inggris menerapkan wajib lapor jika total penghasilan melebihi personal allowance atau jika ada situasi yang memerlukan penilaian mandiri. Praktik ini mirip dengan konteks Indonesia.
Berikutnya, bagi pensiunan yang memperoleh penghasilan dari luar negeri, pelaporan SPT penting guna melakukan rekalkulasi PPh dan menerapkan penghindaran tarif pajak berganda. Di beberapa yurisdiksi, pendapatan pensiun asing tetap bisa dikenai pajak domestik jika tidak dilaporkan. Secara makro-fiskal, data SPT juga membantu pemerintah melihat profil pendapatan pensiunan nasional, yang berguna untuk perencanaan anggaran pensiun, bantuan sosial, dan reformasi kebijakan pensiun.
Studi berjudul “Tax Problems and the Elderly: Form Filling and Compliance Costs” (Cambridge University Press, 2008) menjelaskan bahwa kelompok lansia/pensiunan kadang mengalami biaya kepatuhan yang relatif tinggi (misal kesulitan mengisi formulir dan memahami aturan). Namun, pelaporan yang benar justru memberi kepastian fiskal dan mengurangi risiko audit atau penyesuaian di masa datang.
Rekomendasi bagi Pensiunan
Para pensiunan tidak perlu khawatir mengenai pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi. Layanan administrasi perpajakan senantiasa berbenah demi memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Silakan melakukan aktivasi akun Coretax dan penerbitan sertifikat digital/kode otorisasi sebagai langkah awal dalam memulai penggunaan Coretax. Caranya cukup dengan mengakses laman coretaxdjp.pajak.go.id dan menekan menu "Aktivasi Akun Wajib Pajak". Selanjutnya ikuti panduan yang tertera dan pastikan alamat surat elektronik (surel) dan nomor telepon seluler aktif sesuai dengan data sistem DJP. Pascaberhasil, wajib pajak pensiunan dapat mengunduh dokumen aktivasi pada surel dan log masuk menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan kata sandi yang disediakan sistem.
Banyak sarana bantuan yang dapat dimanfaatkan untuk memberikan asistensi kepada para pensiunan. Media tersebut diantaranya kring pajak 1500200, live chat pada laman pajak.go.id, atau datang langsung ke helpdesk konsultasi di KPP terdekat. Di masa datang, kewajiban setahun sekali ini akan lebih mudah dilaksanakan secara daring menggunakan Coretax.
Sebagai kesimpulan, para pensiunan disilakan untuk tetap lapor SPT jika masih berstatus wajib pajak aktif atau menerima penghasilan di atas PTKP. Manfaatkan bantuan konsultasi atau pendampingan dari penyuluh pajak melalui kanal resmi konsultasi sebab seluruh layanan pajak tidak dipungut biaya.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 59 kali dilihat