Oleh: I Gusti Ngurah Surya Jelantik, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Pandemi Covid-19 yang melanda dunia sejak beberapa bulan terakhir memberikan dampak yang masif di segala sektor. Ganasnya penyebaran virus tersebut menjadi sebuah momok yang menakutkan di masyarakat mengingat tingginya jumlah kasus kematian akibat pandemi ini. Selain berdampak langsung pada kesehatan dan nyawa manusia, pandemi ini juga mengubah gaya hidup masyarakat. Masyarakat yang sebelumnya melakukan aktivitas secara aktif dan dinamis, kini harus menerapkan anjuran untuk #dirumahaja. Dengan seruan tersebut, masyarakat harus membatasi kontak secara langsung dengan banyak orang atau lebih dikenal dengan istilah social distancing.

Keterbatasan ruang gerak ini memunculkan banyak fenomena di masyarakat, salah satunya adalah meningkatnya penggunaan media sosial. Tidak dapat dipungkiri bahwa selama melakukan karantina secara mandiri, tentu saja masyarakat akan jenuh, dan media sosial merupakan media hiburan dan asupan informasi bagi mereka di tengah pandemi.

Pandemi dan pajak

Pandemi seakan menjadi penghambat masyarakat melakukan berbagai kegiatan dan pekerjaan. Roda perekonomian menjadi susah tergerak oleh tingkat konsumsi masyarakat yang menurun. Berbagai sektor penggerak ekonomi seperti industri, perdagangan, pariwisata, sektor formal, dan sektor informal pun terkena imbasnya. Penurunan konsumsi menyebabkan menurunnya pula produksi yang mengakibatkan sejumlah pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan, penurunan upah dan pendapatan pekerja, merosotnya omzet perusahaan hingga mengalami pailit.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan dua proyeksi buruk roda ekonomi triwulan kedua tahun 2020. Dalam sebuah diskusi virtual ia menyatakan pertumbuhan ekonomi periode tersebut -3,8%. Proyeksi ini mirip dengan yang diungkapkan sejumlah lembaga internasional. Salah satunya yakni Bloomberg Median dan Moody’s yang memproyeksi kontraksi ekonomi Indonesia sebesar 3,1%. Akibat ekonomi yang mengalami pelambatan ini, maka berpengaruh pada penerimaan pajak negara. Berdasarkan data Ditjen Pajak, penerimaan negara dari pajak terkontraksi 10,8% dibandingkan periode sama tahun lalu dengan realisasi sebesar Rp444,6 triliun.

"Peranan pajak menjadi sangat krusial untuk menanggulangi dampak kesehatan dan ekonomi yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19. Anggaran yang dibutuhkan untuk penanggulangan Covid-19 sebesar 677 triliun rupiah. Sementara itu pajak mempunyai porsi lebih dari 80% dari penerimaan negara dalam menanggulangi wabah Covid-19 ini," jelas Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo. Namun tidak disangka, pandemi yang tiba-tiba menimpa dunia menyebabkan perubahan situasi ekonomi yang di luar rencana. Kas negara kini difokuskan terlebih dahulu untuk penanganan pandemi Covid-19 dan untuk pemulihan ekonomi nasional.

Namun kita harus tetap optimis terhadap keberlanjutan ekonomi nasional di masa yang akan datang. Meskipun kita sedang dihadapkan pada kondisi yang sulit dengan angka-angka yang kurang memuaskan, namun berbagai langkah pemerintah dengan memberikan sejumlah stimulus perpajakan berupa insentif dan kebijakan baru diharapkan dapat membangkitkan gairah perekonomian yang berkelanjutan dalam jangka panjang demi konsistensi penerimaan pajak yang tinggi.

Media sosial, media informasi di kala pandemi

Jejaring media sosial mempunyai kekuatan yang ampuh dalam menyerbarluaskan informasi. Apalagi di kala pandemi, masyarakat mempunyai waktu lebih banyak untuk di rumah saja. Namun kebutuhan akan informasi tidak akan pernah berhenti. Sehingga meskipun dari rumah, kebutuhan masyarakat akan informasi tetap dapat terpenuhi, salah satunya melalui media sosial. Oleh karena itu, penggunaan media sosial di kala pandemi mengalami peningkatan.

Seperti contoh, berdasarkan survei Firma Konsultan Kantar menunjukkan penggunaan media sosial WhatsApp secara global mengalami peningkatan pengunaan aplikasi sebesar 27% kemudian melonjak hingga 40%. Begitu juga dengan media sosial milik Facebook lainnya yaitu Instagram. Dalam demografi yang sama, penggunaan Instagram juga melonjak lebih dari 40%. Kantar melaksanakan survei terhadap lebih dari 25 ribu konsumen di 30 pasar pengguna WhatsApp dan Instagram. Survei tersebut dilakukan dari 14 hingga 24 Maret 2020. Menyadari hal tersebut, ini dapat menjadi momentum bagi instansi perpajakan untuk gencar memberikan informasi terkait perpajakan.

Optimalisasi sosialisasi perpajakan masa pandemi melalui media sosial

Berhenti mengeluhkan soal rendahnya penerimaan pajak akibat dampak pandemi. Kita tidak dapat menyalahkan keadaan, melainkan selalu mengusahakan cara-cara dalam membangun pajak tetap kuat. Ada hal penting lain yang masih dapat dilakukan di masa seperti ini, karena membangun pajak tetap tangguh tidak terlepas juga dari usaha kita mengedukasi masyarakat terkait ketentuan perpajakan. Sebagaimana yang disampaikan Suryo Utomo bahwa generasi mendatang harus mempunyai budaya dan karakter berwawasan kebangsaan, yaitu cinta Tanah Air, bela negara, serta dengan penuh kesadaran mau dan taat membayar pajak sebagai salah satu kewajiban warga negara.

Optimalisasi sosialisasi kepada masyarakat melalui media sosial terkait ketentuan perpajakan merupakan hal yang tepat dilakukan di masa pandemi untuk menyiapkan masyarakat sadar pajak. Dalam tujuan untuk meningkatkan kesadaran pajak, pelaksanaan penyuluhan salah satunya dilakukan terhadap Calon Wajib Pajak Masa Depan, misalnya kegiatan Pajak Bertutur (yang tahun ini dilakukan secara daring dengan memanfaatkan media sosial) dan penyebaran infografis terkait aturan terbaru dan informasi pelayanan melalui media sosial. Menurut data Ditjen Pajak, kegiatan penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran pajak tersebut sampai dengan Triwulan II Tahun 2020 telah melebihi target rencana. Kegiatan penyuluhan tersebut direncanakan sebanyak 9.004 kegiatan, namun berhasil direalisasikan sebanyak 10.097 kegiatan. Hal ini tidak terlepas dari kekuatan media sosial sebagai alat yang efektif mengoptimalkan kegiatan penyuluhan tersebut. Selain itu, media sosial dapat menarik antusiasme masyarakat terutama generasi muda terhadap pentingnya menumbuhkan kesadaran perpajakan.

Dengan pemahaman baik mengenai peraturan dan kebijakan perpajakan, maka akan dapat meningkatkan tingkat kepatuhan pajak wajib pajak. Kesadaran masyarakat akan tumbuh seiring dengan pemahaman mereka yang baik terkait perpajakan. Mereka akan menyadari bahwa pajak merupakan instrumen vital yang perlu dimajukan untuk memajukan negara dan menyejahterakan masyarakat. Secara tidak langsung, dengan meningkatnya kesadaran pajak tersebut lambat laun akan ikut mendongkrak angka penerimaan pajak di masa mendatang. Harapannya, ketika keadaan kembali nomal dan kegiatan ekonomi pulih kembali, dengan didukung oleh kesadaran pajak yang tinggi akan memberikan angka penerimaan yang berlipat-lipat lebih tinggi. Oleh karena itu, media sosial mempunyai kekuatan untuk melakukan hal ini.

Media sosial juga sangat berperan memberikan informasi mengenai pelayanan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Selama masa pandemi, pelayanan tatap muka di KPP sempat ditiadakan. Melalui media sosial DJP, masyarakat memperoleh informasi yang jelas terkait kapan waktu pelayanan tatap muka ditiadakan maupun diadakan kembali. Selain itu juga, mekanisme pelayanan wajib pajak selama pelayanan tatap muka ditiadakan mengalami perubahan. Beberapa permohonan mengharuskan wajib pajak untuk mengajukannya secara daring ataupun mengirimkan permohonan melalui pos.

Selain itu, media sosial dapat berperan sebagai media informasi masyarakat terkait upaya-upaya pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam menangani pandemi Covid-19 ini. Pemerintah menyadari bahwa sektor ekonomi merupakan salah satu sektor yang terdampak, sehingga dirumuskan kebijakan-kebijakan tertentu yang bertujuan untuk memberikan keringanan bagi wajib pajak, salah satunya adalah stimulus berupa insentif perpajakan. Faktanya, pemanfaatan insentif oleh wajib pajak masih tergolong rendah. Oleh karena itu, media sosial dapat menjadi media sosialisasi yang ampuh untuk menyebarkan lebih luas lagi kepada masyarakat mengenai apa saja jenis insentif yang dapat dimanfaatkan dan bagaimana cara memanfaatkannya.

Penutup

Mencapai suatu tujuan tidak hanya dibutuhkan kerja keras, melainkan juga kerja cerdas, yaitu dengan memanfaatkan dahsyatnya kekuatan media sosial dalam rangka mengedukasi dan memberikan informasi kepada wajib pajak.

Pemanfaatan media sosial untuk tujuan penyuluhan, sosialisasi, dan media informasi perpajakan kepada wajib pajak harus semakin dioptimalkan. Terutama di masa pandemi, keterbatasan gerak masyarakat menjadikan media sosial menjadi fokus dan perhatian mereka dalam memenuhi kebutuhan akan derasnya informasi.

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.