Oleh: Ahmad Bukhori, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Bendahara pemerintah merupakan bagian dari pemungut dan/atau pemotong pajak yang ditunjuk oleh pemerintah dalam melaksanakan pemungutan maupun pemotongan pajak dari setiap transaksi belanja barang maupun jasa yang bersumber dari dana APBN maupun APBD. Bendahara pemerintah terdiri dari dari Bendahara Pusat, Bendahara daerah, dan Bendahara Desa.

Dalam pelaksanaan kewajiban perpajakannya tidak sedikit bendaharawan mengalami kesulitan dalam mengklasifikasikan jenis transaksi yang dilakukan terutama untuk bendahara daerah dan bendahara desa, misalnya dalam transaksi pengadaan makan minum kegiatan.

Kegiatan makan minum merupakan transaksi yang cukup sering dilakukan oleh para bendaharawan pemerintah, dalam transaksi ini seringkali bendaharawan mengalami kesulitan dalam mengklasifikasikan jenis PPh 22 atau PPh 23 atas jasa katering.

PPh atas jasa katering sendiri memiliki tarif 2% dengan rekanan yang ber-NPWP dan 4% dengan rekanan tanpa NPWP. Lalu apakah dikenakan PPN 10% yang berarti dikenakan pajak berganda dengan jenis pajak daerah berupa pajak restoran dan rumah makan sebesar 10% ataukah dibebaskan dari pengenaan PPN? Untuk itu kita akan bahas satu persatu.

Kriteria Jasa Katering

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 18/PMK.010/2015 tentang Kriteria Jasa Boga atau Katering yang Termasuk Dalam Jenis Jasa yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai, jasa boga atau katering sendiri mempunyai beberapa kriteria yaitu pertama, sebagai jasa penyediaan makanan dan minuman yang dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, dan penyajian, untuk disajikan di lokasi yang diinginkan oleh pemesan.

Kedua, penyajian makanan dan/atau minuman di lokasi yang diinginkan oleh pemesan sebagaimana dimaksud pada uraian pertama dapat dilakukan dengan atau tanpa peralatan dan petugasnya.

Ketiga, tidak termasuk dalam pengertian jasa boga atau katering yaitu penjualan makanan dan/atau minuman yang dilakukan melalui tempat penjualan berupa toko, kios, dan sejenisnya untuk menjual makanan dan/atau minuman, baik penjualan secara langsung maupun penjualan secara tidak langsung/pesanan. Belanja selain dari penyedian jasa katering yang uraian kriterianya telah disebutkan maka termasuk belanja atau pengadaan yang dikenakan PPh 22 dengan tarif 1,5% untuk rekanan ber-NPWP dan 3% dengan rekanan tanpa NPWP.

Selanjutnya kita bahas mengenai PPN, apakah belanja makan minum dikenakan PPN? Menurut UU Nomor 42 Tahun 2009 pada Pasal 4A ayat (2), seluruh jenis jenis barang yang tidak dikenai PPN adalah kelompok barang sebagai berikut:

  1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang didapatkan langsung dari sumber barang tersebut. Misal: minyak mentah, gas bumi (tidak termasuk elpiji), panas bumi, asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batubara sebelum diproses menjadi briket, biji besi, biji timah, biji emas dan biji tembaga.
  2. Barang kebutuhan pokok yang memang dibutuhkan dan dikonsumsi oleh masyarakat. Contohnya: beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging segar tanpa diolah, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran.
  3. Makanan dan minuman yang disajikan di restoran, hotel, warung, rumah makan, dan semacamnya yang meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat atau tidak. Termasuk di dalamnya makanan dan minuman yang diserahkan pengusaha jasa tata boga atau katering. Objek tersebut tidak dikenakan PPN agar tidak ada pemungutan pajak ganda karena objek ini merupakan objek pajak daerah.
  4. Uang, surat berharga, dan emas batangan.

Berdasarkan uraian di poin tiga di atas, makanan dan minuman yang disajikan di restoran, hotel, warung, rumah makan, dan semacamnya yang meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat atau tidak, dikecualikan dari pengenaan PPN. Maka dapat disimpulkan bahwa setiap belanja sesuai uraian tersebut tidak perlu memungut PPN agar tidak terjadi pengenaan ganda terhadap pajak daerah berupa pajak restoran dan warung makan yang besarannya sama 10%.

Menurut uraian diatas dapat kita ambil beberapa kesimpulan sederhana sebagai berikut:

  1. Belanja makan minum dengan menggunakan jasa katering atau jasa boga sesuai kriteria yang telah disebutkan diatas, cukup dikenakan PPh 23 atas jasa katering dengan tarif sebesar 2% dengan rekanan yang memiliki NPWP, dan tarif sebesar 4% dengan rekanan tanpa NPWP serta tidak dikenakan PPN karena Jasa Katering atau Jasa Boga dikecualikan dari pengenaan PPN dan merupakan objek pajak daerah.

 

  1. Belanja makan minum yang disajikan di restoran, hotel, warung, rumah makan, dan semacamnya yang meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat atau tidak, cukup dikenakan PPh 22 sebagai belanja biasa dengan tarif 1,5% dengan rekanan yang memiliki NPWP dan tarif 3% dengan rekanan tanpa NPWP serta tidak dikenakan PPN karena belanja makan minum tersebut dikecualikan dari pengenaan PPN dan merupakan objek pajak daerah.

 

  1. Belanja makanan dan minuman di toko atau minimarket atau semacamnya, selain yang tercantum dalam uraian kedua, yang telah dikemas dan memiliki merk produk atau branding, maka dikenakan PPh 22 dengan tarif 1,5% dengan rekanan yang memiliki NPWP dan 3% dengan rekanan tanpa NPWP serta tetap dikenakan PPN sebesar 10% karena tidak termasuk dalam pengecualian pengenaan PPN dan bukan merupakan objek pajak daerah.

Kejelasan ini semoga semakin memacu bendahara daerah maupun desa dalam memenuhi kewajibannya dengan baik dan benar.

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.