Menengok Aspek PPN atas Aktivitas Perdagangan dan Penambangan Kripto
Oleh: (Nur Iksan), pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Meski bukan lagi jadi hal baru, beberapa tahun ke belakang perbincangan mengenai aset kripto semakin hari semakin nyaring terdengar di kalangan masyarakat. Popularitas aset kripto yang meroket ini salah satunya didasari oleh banyaknya hal yang berpengaruh di mancanegara yang mempromosikan jenis token pilihannya sebagai investasi masa depan. Keunikan aset kripto setiap kali diberitakan sebagai salah satu faktor yang dapat memberikan keuntungan besar bagi para investor.
Apa Itu Kripto?
Lalu apa sebenarnya yang dimaksud dengan kripto? Kripto merupakan sejenis mata uang atau aset yang dilindungi dengan teknik mengamankan data dengan cara mengubah teks biasa menjadi bentuk teks sandi, sehingga transaksi atas kripto lebih aman dan sulit untuk dipalsukan. Kripto juga didukung oleh teknlogi yang bernama blockchain.
Apa yang dimaksud dengan teknologi blockchain? Secara sederhana, blockchain merupakan catatan digital yang disimpan di dalam blok-blok. Jika satu blok sudah penuh, blok tersebut akan terkunci dan disambungkan ke blok sebelumnya.
Kripto diresmikan pada tahun 2009 dan dibuat oleh seseorang yang bernama Satoshi Nakamoto. Blok pertama yang ia buat menggunakan teknologi blockcain dinamakan bitcoin. Tujuan adanya kripto ini adalah untuk digunakan sebagai uang digital yang tidak dikontrol oleh pihak ketiga baik bank atau pemerintah, tapi tetap aman digunakan penggunanya karena menggunakan metode enkripsi.
Kripto ini merupakan mata uang digital yang tidak dapat menggantikan posisi mata uang yang sah dan berlaku di Indonesia yaitu rupiah. Oleh karena itu, uang digital dianggap sebagai alat atau aset investasi dan bukan untuk alat pembayaran.
Kripto dalam Perpajakan
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PMK 81/2024), aset kripto dikategorikan sebagai barang kena pajak (BKP). Pasalnya, aset kripto memenuhi kriteria sebagai barang tidak berwujud dengan nilai ekonomis yang dapat dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) saat terjadi transaksi.
Meskipun aset kripto tidak berwujud, aset kripto dapat dimiliki, diperdagangkan, ditransfer, dan memiliki nilai tukar serta sudah diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Tujuan dari pengenaan pajak pada aset kripto adalah untuk meningkatkan pendapatan negara sekaligus mendukung prinsip atau aturan di sektor ekonomi digital.
Sementara itu, definisi terbarunya diatur dalam PMK Nomor 50 Tahun 2025 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto (PMK 50/2025). DI dalamnya disebutkan bahwa aset kripto adalah representasi digital dari nilai yang dapat disimpan dan ditransfer menggunakan teknologi yang memungkinkan penggunaan buku besar terdistribusi seperti blockchain untuk memverifikasi transaksinya dan memastikan keamanan dan validitas informasi yang tersimpan, tidak dijamin oleh otoritas pusat seperti bank sentral tetapi diterbitkan oleh pihak swasta, dapat ditransaksikan, disimpan, dan dipindahkan atau dialihkan secara elektronik, dan dapat berupa koin digital, token, atau representasi aset lainnya yang mencakup aset kripto terdukung (backed crypto-asset) dan aset kripto tidak terdukung (unbacked crypto-asset).
Pada tanggal 1 Agustus 2025, PMK 50/2025 secara resmi menyatakan bahwa penyerahan aset kripto tidak lagi dikenakan PPN. Perubahan ini dilakukan karena pemerintah memberikan kepastian hukum atas transaksi aset kripto. Namun, meskipun penyerahan aset kripto tidak lagi dikenakan PPN, beberapa jasa yang terkait dengan transaksi aset kripto tetap dikenakan PPN. Berikut penjelasannya.
- Jasa Penyediaan Sarana Elektronik oleh PPMSE
Jasa ini berupa penyediaan sarana elektronik untuk memfasilitasi transaksi aset kripto oleh penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE). Jasa yang dimaksud dapat berupa pelayanan jual beli aset kripto menggunakan mata uang fiat, tukar menukar aset kripto dengan aset kripto lainnya, dan/atau dompet elektronik. PPN dikenakan sebesar 11/12 dari nilai penggantian/komisi yang diterima dan dikalikan dengan tarif PPN sebesar 12%.
- Jasa Verifikasi Transaksi Aset Kripto oleh Penambang Aset Kripto
Maksud dari verifikasi di sini adalah jasa yang dilakukan oleh penambang aset kripto untuk memeriksa apakah transaksi aset kripto yang terjadi sah atau tidak. Jika transaksi yang dilakukan dinyatakan sah, maka akan langsung dicatat ke dalam blok-blok dan ditambahkan ke blokchain. Tarif untuk jasa verifikasi ini ditetapkan sebesar 20% dikali 11/12 dari tarif PPN 12% dikalikan dengan nilai berupa uang atas aset kripto yang diterima oleh penambang aset kripto, termasuk aset kripto yang diterima dari sistem aset kripto (block reward).
Kesimpulan
Kesimpulannya criptocurrency adalah bentuk mata uang digital yang menggunakan teknologi kriptografi dan blockchain untuk menjamin keamanan, transparansi dalam setiap transaksi. Sejak diperkenalkan oleh Satoshi Nakamoto pada tahun 2009 melalui Bitcoin, kripto berkembang menjadi investasi modern yang tidak dikontrol oleh pihak ketiga. Di Indonesia, kripto tidak dianggap sebagai alat pembayaran resmi, tetapi sebagai aset investasi yang dikenai pajak.
PMK 50/2025 mengatur perpajakan terhadap transaksi kripto, baik dari sisi PPN maupun PPh. Namun, meski sejak 1 Agustus 2025 penyerahan aset kripto tidak dikenai PPN, jasa yang terkait transaksi aset kripto seperti jasa penyediaan sarana elektronik oleh PPMSE dan jasa verifikasi oleh penambang aset kripto tetap dikenakan PPN.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.