May Day: Perlindungan Pajak terhadap Buruh

Oleh: Ulfa Sandari, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Selamat Hari Buruh kepada seluruh pekerja di dunia. Hari Buruh (May Day) diperingati setiap tanggal 1 Mei setiap tahunnya. Ini merupakan momentum untuk menghayati perjuangan-perjuangan pekerja dalam meraih hak mereka. Momentum ini berawal dari aksi sekelompok pekerja di Chicago, Amerika Serikat, yang memperjuangkan kesejahteraan dengan tuntutan kondisi tempat kerja yang aman, gaji yang lebih baik dan waktu kerja yang lebih pendek.
Kemudian, pada tahun 1889, Kongres Buruh Internasional di Paris menetapkan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional. Sejak saat itu, hari buruh menjadi momentum yang tepat untuk pekerja di seluruh dunia dalam memperjuangkan hak-hak mereka.
Di Indonesia sendiri, Peringatan Hari Buruh di Indonesia dimulai sejak masa penjajahan Belanda pada tahun 1918. Penggagasnya adalah Serikat Buruh Kung Tang Hwee di Semarang. Pada tahun 1927, Peringatan hari buruh sempat dihentikan karena mendapat larangan dan tekanan pemerintah kolonial dan pendudukan Jepang. Setelah reformasi, Hari Buruh kembali diperjuangkan dan diperingati di Indonesia. Kemudian, pada 1 Mei 2013 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan Hari Buruh menjadi hari libur nasional berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 tentang Penetapan Tanggal 1 Mei Sebagai Hari Libur.
Perlindungan Pajak terhadap Buruh
Upaya-upaya terus dilakukan oleh pemerintah untuk melindungi hak-hak buruh dan tidak membebani buruh. Salah satunya adalah terbitnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1947 tentang Peraturan Istimewa untuk Golongan Buruh terhadap Penetapan Pajak Pendapatan (UU 18/1947). Undang-Undang ini terbit karena kondisi ekonomi saat itu, di mana biaya hidup yang tinggi tidak sebanding dengan penghasilan yang didapat oleh buruh.
Undang-Undang ini menunjukkan kepedulian pemerintah kepada buruh dengan memberikan keringanan pajak yang sesuai dengan kondisi ekonomi mereka pada masa itu. Ketentuan istimewa ini berlaku apabila paling sedikit 90% penghasilan yang diterima benar-benar berasal dari upah buruh, dan tidak berlaku bagi pemilik perusahaan atau golongan masyarakat kelas atas.
Seiring berkembangnya zaman, kebijakan pajak terhadap buruh setelah UU 18/1947 berkembang dari perlakuan istimewa khusus menjadi sistem perpajakan yang lebih terstruktur dengan penetapan penghasilan tidak kena pajak (PTKP), tarif pajak progresif yang ringan bagi wajib pajak yang memiliki penghasilan rendah dan insentif pajak.
Baca juga:
Hari Buruh: Peran (Insentif) Pajak atas Pekerja dalam Stimulus Ekonomi
1. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Besaran PTKP diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (selanjutnya disebut PMK-101) dan mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Berdasarkan Pasal 1 PMK-101, besaran PTKP adalah sebagai berikut:
- Rp54.000.000,00 untuk diri wajib pajak orang pribadi;
- Rp4.500.000,00 tambahan untuk wajib pajak yang kawin;
- Rp54.000.000,00 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
- Rp4.500.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Jika penghasilan seseorang tidak melebihi batas PTKP, maka tidak wajib membayar pajak alias tidak dikenai PPh pasal 21.
2. Tarif Pajak Progresif (PPh Pasal 21)
Berdasarkan UU PPh jo UU HPP, tarif progresif terbaru adalah:
a. Lapisan penghasilan kena pajak (PKP) dalam satu tahun hingga Rp60 juta, tarif PPh 5%
b. Lapisan PKP dalam satu tahun di atas Rp60 juta s.d. Rp250 juta, tarif PPh 15%
c. Lapisan PKP dalam satu tahun di atas Rp250 juta s.d. Rp500 juta, tarif PPh 25%
d. Lapisan PKP dalam satu tahun di atas Rp500 juta s.d. Rp5 miliar, tarif PPh 30%
e. Lapisan PKP dalam satu tahun di atas Rp5 miliar, tarif PPh 35%
Lapisan Penghasilan Kena Pajak (PKP) per Tahun
Tarif Pajak (%)
Rp0 – Rp60 juta
5%
Rp60 juta – Rp250 juta
15%
Rp250 juta – Rp500 juta
25%
Rp500 juta – Rp5 miliar
30%
Di atas Rp5 miliar
35%
Sebelumnya, tarif PPh Pasal 21 terendah yaitu 5% dikenakan pada PKP hingga Rp50 juta. Namun dalam UU HPP klaster PPh, lapisan tarif 5% untuk PKP terendah dinaikkan menjadi Rp60 juta. Begitu pun juga dengan lapisan kelima dengan tarif 35% untuk penghasilan di atas Rp5 miliar, sebelumnya tarif tertinggi 30% untuk penghasilan di atas Rp500 juta.
Hal ini menunjukkan, pajak tinggi dikenakan untuk seseorang yang memiliki penghasilan yang lebih tinggi. Pajak tidak dikenakan atau lebih rendah untuk seseorang yang memiliki penghasilan rendah.
3. Insentif Pajak dan Perlindungan Ekonomi
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10 Tahun 2025 tentang Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Tertentu yang Ditanggung Pemerintah dalam Rangka Stimulus Ekonomi Tahun Anggaran 2025 (PMK 10/2025), Pemerintah memberikan insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) bagi buruh dengan kriteria tertentu yang memiliki penghasilan bruto tetap dan teratur tidak lebih dari Rp10 juta per bulan, serta pekerja tidak tetap dengan penghasilan harian rata-rata tidak lebih dari Rp500 ribu. Insentif ini bertujuan menjaga daya beli buruh dan meringankan beban pajak mereka.
PMK 10/2025 mengatur bahwa pemberi kerja harus menjalankan kegiatan usaha di bidang industri alas kaki, tekstil dan pakaian jadi, furnitur, atau kulit dan barang dari kulit, serta memiliki kode klasifikasi lapangan usaha (KLU) sesuai Lampiran A PMK 10/2025 dan terdaftar di basis data Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Pegawai tetap maupun tidak tetap yang berhak atas insentif harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang terintegrasi dengan sistem DJP, dan tidak menerima insentif PPh Pasal 21 DTP lainnya. Insentif ini berlaku untuk penghasilan yang diterima selama tahun pajak 2025, mulai dari Januari hingga Desember 2025.
Pemerintah terus berupaya memberikan perlindungan terhadap hak-hak yang adil bagi para pekerja. Ayo, bersama-sama perjuangkan hak-hak pekerja yang adil serta menciptakan lingkungan kerja yang sehat, aman dan nyaman. Selamat Hari Buruh kepada seluruh pekerja Indonesia. Terima kasih atas dedikasi dan kontribusi para pekerja dalam membangun negeri ini. Penghormatan bagi para pekerja yang sudah berjuang keras untuk hak dan kehidupannya.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 75 kali dilihat