Oleh: Teddy Ferdian, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Program Pengungkapan Sukarela (PPS) saat ini sedang berlangsung di Indonesia. Program ini memberikan kesempatan kepada para wajib pajak untuk mengungkapkan sendiri harta yang selama ini belum atau kurang dilaporkan di Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh). Pengungkapan harta ini juga berlaku untuk harta yang belum ditebus saat wajib pajak mengikuti program amnesti pajak.

Pengungkapan harta sukarela ini dapat dilakukan oleh wajib pajak sejak 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022. Setelah periode tersebut, sanksi administrasi perpajakan sampai dengan sanksi pidana dapat saja dikenakan kepada wajib pajak ketika Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memperoleh data lain terkait harta atau penghasilan wajib pajak.

PPS  merupakan bentuk pelaksanaan  Undang-Undang No.7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). PPS ini bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan pajak  sukarela yang dilaksanakan dengan mengedepankan asas kesederhanaan, kepastian hukum dan kemanfaatan. PPS ini menyasar wajib pajak yang telah mengikuti program amnesti pajak sebelumnya untuk harta yang diperoleh tahun 1985 sampai dengan 2015, tetapi belum ditebus saat mengikuti amnesti pajak. Selain itu, PPS juga menyasar Wajib Pajak Orang Pribadi atau harta yang diperoleh tahun 2016 sampai dengan 2020 dan masih dimiliki pada tanggal 31 Desember 2020, tetapi belum dilaporkan di SPT Tahunan PPh 2020.

Dalam era keterbukaan informasi saat ini, DJP sendiri telah bekerja sama dengan banyak pihak terkait pemberian data yang digunakan untuk kepentingan perpajakan. Sehingga bukan hal yang sulit bagi DJP untuk memperoleh data harta yang belum atau kurang dilaporkan oleh wajib pajak di SPT Tahunan PPh. PPS merupakan kesempatan berharga bagi wajib pajak untuk dapat mengungkapkan harta yang selama ini belum diungkapkan. Tarif PPh Final harus dibayarkan oleh wajib pajak yang mengikuti PPS dengan tarif yang disesuaikan dengan kriteria wajib pajak. Salah satu penarik minat wajib pajak untuk mengikuti PPS adalah bahwa berdasarkan UU HPP, segala informasi yang bersumber dari surat pemberitahuan pengungkapan harta dan lampirannya tidak dapat digunakan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap wajib pajak.

Mengikuti  PPS ini penulis analogikan seperti mengisi atau melengkapi Teka Teki Silang (TTS). Dalam TTS, ada rangkaian huruf yang harus kita susun menjadi kata yang bermakna sesuai dengan pertanyaan yang diberikan. Kita hanya punya sebagian huruf saja dan harus melengkapi huruf-huruf lainnya sehingga membentuk kata yang bermakna. Melengkapi hurufnya pun tidak bisa dilakukan sembarangan, karena akan berpengaruh pada kata-kata lain yang harus dibentuk dari huruf yang ada.

Jika rangkaian huruf yang membentuk kata tadi diumpakan sebagai harta-harta yang diperoleh dan dimiliki oleh wajib pajak dan harus dilaporkan di SPT Tahunan PPh, maka wajib pajak yang harus mengikuti PPS adalah wajib pajak yang mengisi kotak-kotak kosong dengan huruf-huruf yang belum lengkap untuk membentuk kata yang bermakna. Ada huruf yang kurang yang harus dilengkapi oleh wajib pajak untuk menjawab pertanyaan TTS ini. Melengkapi huruf tersebut akan menjawab pertanyaan TTS itu dan menjadikan wajib pajak sebagai pemenang.

Dalam TTS, terkadang kita hanya memerlukan satu huruf saja untuk melengkapi kata dan menjawab pertanyaan yang diberikan. Namun, terkadang kita membutuhkan 2,3,4,5, bahkan 10 atau lebih huruf untuk membentuk kata sesuai pertanyaan TTS. Demikian juga dengan PPS. Wajib pajak mungkin hanya cukup melaporkan satu harta saja yang memang belum dilaporkan di SPT Tahunan PPh atau belum ditebus saat mengikuti program amnesti pajak. Namun, bisa juga terjadi bahwa ternyata masih banyak harta yang belum diungkapkan. Inilah saatnya bagi wajib pajak untuk mengungkapkannya.

Walaupun mengisi TTS terkadang disebut hanya membuang waktu, ternyata banyak manfaat yang diperoleh dari mengisi TTS ini. Dari beberapa penelitian, mengisi TTS secara rutin dapat memberi efek positif pada otak dan meningkatkan kesehatan mental. TTS bisa memberikan rangsangan pada otak untuk berpikir positif dan menganalisis. Salah satu presentasi laporan penelitian di Alzheimer's Association International Conference (AAIC) di London pada 2017 memaparkan bahwa secara rutin mengisi TTS dapat membuat umur otak menjadi 10 tahun lebih muda dari usia sebenarnya. Manfaat lain dari mengisi TTS adalah membuat pikiran tetap fokus dan membantu proses relaksasi.

Seperti halnya mengisi TTS, mengikuti PPS juga memberikan banyak manfaat bagi wajib pajak. Dari mulai perasaan tenang karena semua harta telah diungkapkan untuk kepentingan perpajakan sampai  tidak ada lagi kekhawatiran untuk menerima tuntutan pidana. Oleh karena itu, wajib pajak jangan ragu bertanya ke kantor pajak jika memerlukan informasi terkait PPS. Seluruh kantor pajak saat ini membuka meja layanan khusus untuk konsultasi PPS. Wajib pajak dapat memanfaatkan itu. Kelas pajak dan sosialisasi terkait PPS juga diberikan. Wajib pajak tinggal memastikan jadwalnya dengan memantau media sosial kantor pajak atau menghubungi kantor pajak terdekat.

Akhirnya, perlu ditegaskan bahwa PPS bukan merupakan amnesti pajak jilid 2. Namun, PPS tetap menghadirkan banyak manfaat bagi wajib pajak yang mengikutinya. PPS hanya berlangsung dalam waktu singkat. Enam bulan ini dapat dimanfaatkan secara optimal oleh wajib pajak dengan meningkatkan kepatuhan pajak melalui pengungkapan secara sukarela harta-harta yang selama ini belum diungkapkan. Mari lengkapi TTS dengan mengungkapkan huruf-huruf menjadi sebuah kata bermakna. Mari ikuti PPS dengan mengungkapkan harta secara sukarela.

 

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.