Berlabuhnya Kapal yang Bawa Sinergi
Oleh: Rifky Bagas Nugrahanto, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Tanggal 13 di bulan November, kapal BC 9001 berlabuh pukul 10 malam melaju ke arah gelapnya lautan. Hal itu merupakan perjalanan pertama saya dan Pak Indra, Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi II KPP Pratama Sorong bersama teman dari DJBC dari Kanwil Khusus Papua. Sebelumnya, perjalanan telah dahulu dilaksanakan dengan tim yang berbeda dari KPP Pratama Sorong pada tanggal 10, menuju wilayah utara kepulauan di Sorong, Waigeo. Dan saatnya kami melaju ke daerah lain di sisi selatan kepulauan di Sorong, Misool.
Dalam kapal BC 9001 itu, keseluruhan penumpang kapal dan ABK, berjumlah 22 orang. Dengan dua orang dari DJP, 2 dari AL, dan sisanya dari DJBC. Perjalanan dengan membawa misi sinergi antara DJP untuk menggali potensi dan patroli laut yang merupakan tugas fungsi DJBC. Jarak yang kami tempuh kira-kira 173 km dengan waktu tempuh semalaman hingga pagi membawa saya pada perspektif nyata pekerjaan para saudara kami di PSO DJBC.
Sedikit mengenai PSO (Pangkalan Sarana Operasi), merupakan bagian vertikal dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang bertugas memfasilitasi maupun melaksanakan patroli di perbatasan maupun wilayah lain yang ditugaskan. Tak jarang, PSO di Kanwil Khusus Papua ini harus siap siaga jika harus melaksanakan patroli laut di wilayah Kanwil lain yang membutuhkan.
Masih tentang PSO, jika di DJP secara khusus di unit vertikal mengerjakan pekerjaan pengawasan perpajakan dengan pendekatan akuntansi dan hukum. Berbeda dengan tupoksi PSO yang sebagian besar merupakan pegawai ahli di bidang pelayaran, nautika, dan juga permesinan kapal. Ada pergantian aplus di setiap pelaksanaan patroli laut yang menjadi tanggung jawab tiap bagiannya.
Sebagai bagian dari tugas pengawasan perbatasan yang merupakan sebuah tanggung jawab tugas, mengharuskan setiap kapal yang berada dalam jalur patroli untuk dimintai informasi perijinannya. Apalagi saat moratorium saat ini, yang melarang kapal asing mengambil sumber daya laut Indonesia, menjadi suatu keharusan bagi DJBC memeriksa setiap kapal yang melintas. Bukan hanya kapal asing yang diperiksa, kapal-kapal yang tidak mencantumkan tanda pengenal kapal, akan langsung diperiksa. Adanya kemungkinan penyelundupan kayu-kayu yang ilegal dan bahkan zat-zat narkoba, menjadi keharusan juga untuk dilaksanakan pemeriksaan oleh DJBC.
Sehingga dalam perjalanan menuju lokasi wajib pajak yang pertama yang berupa resort yang dikelola WNA, telah beberapa kali diperiksa kapal yang dijumpai dalam perjalanan. Berlanjut di singgahan pertama di resort milik wajib pajak, diperiksa dokumen-dokumen perijinan kapal dan perpajakan oleh pihak DJP dan DJBC. Dikarenakan kantor administrasi berada kota Sorong, informasi berupa harga dan data penjualan lah yang menjadi informasi penggalian potensi yang dilakukan. Bagi DJP, pihak manajemen yang sebagian besar WNA, diharapkan dapat koperatif memberikan informasi yang dibutuhkan. Tindak lanjut pun, direncanakan bagi DJP untuk meminta informasi dan klarifikasi di kantor administrasinya di kota Sorong.
Perjalanan pun berlanjut, ke lokasi wajib pajak budidaya mutiara laut di Yellu. Waktu tempuh menjadi semalaman karena tupoksi patroli laut pun juga harus dilakukan. Seperti sebelumnya, dilaksanakan pemeriksaan bagi kapal yang melintas, dicek perijinannya dan barang bawaannya. Pagi harinya, di tanggal 15 November, kapal pun bergerak menuju tempat wajib pajak. Menjadi sesuatu yang baru saya ketahui, bahwa wilayah Yellu terdapat perkampungan, dengan ciri khas perumahan dengan konsep terapungnya. Terdapat masjid yang megah dan pasar-pasar rakyat yang menjadi penggerak ekonomi di kampung Yellu.
Wilayah wajib pajak di sekitar lautan yang dangkal dan dikelilingi biota karang laut yang indah, mengharuskan kita untuk menggunakan kapal speedboat yang kecil untuk berlabuh. Salah satu remaja yang berasal dari kampung Yellu, yang mengantarkan kami ke tempat wajib pajak, menjelaskan bahwa kehidupan mereka tergantung dengan jasa mengantarkan para pengunjung dan budidaya mutiara laut. Pencarian ikan pun menjadi sarana mencari nafkah yang mungkin tidak seberapa dengan hasil bekerja di budidaya mutiara laut.
Dari dasar inilah bahwa budidaya mutiara laut mempunyai dampak ekonomi yang sangat digantungkan penduduk di kampung Yellu. Berbicara sedikit mengenai pemerataan pendidikan, bisa dibilang bahwa masih terdapat kesenjangan di sana. Hal ini terbukti dari informasi dari salah satu Yayasan Sosial Misool Baseftin Foundation yang didirikan resort sebelumnya, yang telah berdiri 10 tahun lamanya untuk pemberdayaan pendidikan di kampung Yellu.
Memasuki kawasan milik wajib pajak yaitu budidaya mutiara laut, diketahui proses budidaya ini sangatlah panjang. Bibit kerang mutiara Pinctada Maxima menjadi pilihan utama untuk dikembangbiakan sebagai penghasil mutiara. Tujuan ekspor utama mutiara ini terutama di negara Hongkong. Namun jenis mutiara hasil perairan Indonesia ini, memiliki saingaan dari negara lain. Negara Myanmar salah satunya, yang dapat merekayasa mutiaranya menjadi lebih berwarna emas, warna kesukaan etnis Cina. Ataupun negara Asia Tenggara lainnya yang dapat merekayasa mutiara berwarna sangat putih, warna tujuan ekspor di Eropa. Berbeda dengan para pesaingnya, mutiara hasil budidaya di Yellu, berwarna tidak terlalu emas maupun putih, sesuai warna naturalnya. Inilah yang mungkin menjadi salah satu alasan diperlukannya teknologi tinggi untuk menambah kualitas mutiara di sana.
Proses yang panjang dari pembibitan, hingga masuk ke tahap pengkondisian memerlukan waktu yang cukup lama. Kerang mutiara yang sudah disematkan nukleus, dapat menghasilkan satu butir mutiara selama kurang lebih dua tahun. Walaupun dalam proses itu, perlu dikorbankan satu kerang mutiara untuk diambil mantel tiramnya untuk digunakan ke 10 kerang mutiara lainnya. Selain itu, dengan tempat produksi yang luas dibanding wilayah di Ambon dan Maluku, dalam setahun dapat dihasilkan periode produksi sebanyak empat kali.
Besarnya potensi sumber daya laut Indonesia, membuktikan bahwa diperlukannya pengelolaan SDA yang baik dan dengan teknologi yang terus diperbaharui. Oleh karena itu, wajib pajak pun diminta lebih terbuka dalam hal melaporkan informasi perpajakannya. Baik itu di sisi profit maupun pangsa pasarnya. Dari hal inilah, dari Ditjen Pajak akan diklarifikasikan lagi kepada pihak wajib pajak pemegang administrasi perpajakan di Sorong untuk diperiksa penghasilan yang dilaporkan.
Selesainya tugas di tempat wajib pajak ini, memberikan gambaran bagi Ditjen Pajak tentang luasnya wilayah Sorong yang berupa kepulauan yang membutuhkan prasarana untuk menjangkaunya. Selain itu, dengan membawa tema besar sinergi ini, diharapkan menjadi sebuah catatan awal tentang kerja sama di tubuh Kementerian Keuangan untuk selalu menciptakan sisi keadilan dan kesejahteraan sosial. (*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.
- 235 kali dilihat