Oleh: Mohammad Hijrah Lesmana, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

 

Amicus Curiae.

Kata ini belakangan populer di masyarakat. Ya, kata yang berasal dari Bahasa Latin yang bermakna "sahabat pengadilan" tersebut wira-wiri di media nasional, baik cetak, daring, maupun televisi, sehubungan dengan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK). Secara luas, amicus curiae (dalam Bahasa Inggris disebut Friend of Court) memiliki arti "orang pribadi atau badan/lembaga/organisasi yang bukan merupakan pihak dalam suatu perkara hukum, tetapi diperbolehkan membantu pengadilan dengan memberikan informasi, keahlian atau pengetahuan terkait dengan permasalahan dalam perkara tersebut". Hal tersebut dilatarbelakangi niat baik untuk mendorong pengadilan dalam memutuskan suatu perkara agar tercipta keputusan yang adil dan berdasarkan fakta-fakta yang ada. Sahabat pengadilan memberikan dampak positif bagi dunia peradilan. Soalnya, selain mengakomodasi keterlibatan dan peran serta masyarakat, ia juga memberikan edukasi hukum bagi masyaratkat juga memastikan bahwa peradilan bekerja dengan baik dan sesuai fungsinya serta adil untuk semua, tentunya dalam koridor hukum.

Nah, di dunia perpajakan juga ada sosok yang hampir mirip dengan sahabat pengadilan, yaitu konsultan pajak. Konsultan pajak, baik berorangan maupun lembaga berbadah hukum kerap mendampingi wajib pajak dalam menyelesaikan kewajiban perpajakannya atau saat adanya sengketa di peradilan pajak. Makna konsultan pajak dalam aturan perpajakan, diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-175/PMK.01/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2014 tentang Konsultan Pajak (selanjutnya disebut PMK-175), yang mulai berlaku tanggal 22 November 2022. Konsultan pajak adalah orang yang memberikan jasa konsultasi perpajakan kepada wajib pajak dalam rangka melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Syarat menjadi konsultan pajak sebagaimana tertera di Pasal 2 ayat (1) PMK-175 adalah:

  1. Warga Negara Indonesia,
  2. Bertempat tinggal di Indonesia,
  3. Tidak terikat dengan pekerjaan atau jabatan pada Pemerintah/Negara dan/atau Badan Usaha Milik Negara/Daerah,
  4. Berkelakuan baik yang dibuktikan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang,
  5. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP),
  6. Menjadi anggota salah satu Asosiasi Konsultan Pajak yang terdaftar di Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan, dan
  7. Memiliki Sertifikat Konsultan Pajak

Pada praktiknya, sebagian "konsultan pajak" (sengaja dengan tanda petik) yang tidak memenuhi syarat tersebut, terutama belum menjadi anggota Asosiasi Konsultan Pajak dan belum memiliki sertifikat pajak. Mereka mendampingi wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan bukan secara profesional tetapi umumnya karena wajib pajak belum maksimal melaksanakan kewajiban perpajakannya sendiri, entah karena merasa ribet, belum punya waktu ke kantor pajak, kurang memahami aturan perpajakan, atau alasan lain yang sering diutarakan, yakni sibuk kerja.

Konsultan pajak di dunia perpajakan, seperti halnya pengacara di dunia peradilan, sebenarnya memiliki fungsi dan peran yang sama, yakni mendampingi klien agar mendapatkan perlakukan yang adil sesuai aturan. Sebab tak semua klien melek hukum dan tak semua masyarakat memahami peraturan perpajakan. Itu sebabnya peran keduanya sangat penting dalam bidang masing-masing. Jika dalam dunia hukum, klien umumnya sedang berperkara, maka dalam dunia perpajakan seorang konsultan tak harus mendampingi klien hanya ketika sedang berperkara, tetapi secara umum membantu wajib pajak, baik berupa saran maupun membantu melaporkan atau membayarkan pajak yang menjadi kewajibannya. Bantuan itu bisa berupa melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT), menjawab Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK), membuat billing dan membayar pajak, mendampingi saat dilakukan visit dan lain sebagainya.  

Konsultan pajak bisa menjadi "penengah" bagi masyarakat (wajib pajak) dan Pemerintah (DJP), yaitu mengedukasi dan membantu memenuhi hak dan melaksanakan kewajiban perpajakan. Dengan fungsi itu, maka konsultan pajak bisa bermanfaat secara dua arah, yaitu bagi wajib pajak dan DJP. Bagi wajib pajak tentu saat terlaksanakannya hak dan terpenuhinya kewajiban perpajakan, sedangkan bagi DJP adalah tertibnya pelaporan dan pembayaran pajak. Sehingga pada gilirannya akan mampu meningkatkan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT), baik masa maupun  tahunan, meningkatkan jumlah pembayaran pajak dan terhindar dari sanksi administrasi karena telah patuh pajak.

Oleh sebab itu, penting untuk diketahui bahwa masing-masing pihak, yakni wajib pajak, konsultan, dan fiskus, mengetahui masing-masing peran dan fungsinya sehingga dapat tercipta sinergi yang baik dan saling menguntungkan demi terbangunnya literasi pajak yang lebih baik.

 

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.

Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.