Peraturan Dirjen Pajak
PER-54/PJ/2008
Tanggal Peraturan
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
 
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER-54/PJ/2008
TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN PENYEGELAN DALAM RANGKA
PEMERIKSAAN DI BIDANG PERPAJAKAN

 
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 7 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 198/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
    2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 18 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3674);
    3. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4797);
    4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan;
    5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak;
       
    MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYEGELAN DALAM RANGKA PEMERIKSAAN DI BIDANG PERPAJAKAN.
           
    Pasal 1
    (1) Pemeriksa Pajak berwenang melakukan penyegelan untuk memperoleh atau mengamankan buku, atau catatan, dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik, dan benda-benda lain yang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha, atau pekerjaan bebas Wajib Pajak yang diperiksa agar tidak dipindahkan, dihilangkan, dimusnahkan, diubah, dirusak, ditukar, atau dipalsukan.
    (2) Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila pada saat dilakukan Pemeriksaan Lapangan :
      a. Wajib Pajak atau kuasanya tidak memberi kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk memasuki tempat atau ruang serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak, yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen, termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line yang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak;
      b. Wajib Pajak atau kuasanya menolak memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan yang antara lain berupa tidak memberi kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk mengakses data yang dikelola secara elektronik atau membuka barang bergerak dan/atau tidak bergerak;
      c. Wajib Pajak atau kuasanya tidak berada di tempat dan tidak ada pihak yang mempunyai kewenangan untuk bertindak selaku yang mewakili Wajib Pajak, sehingga diperlukan upaya pengamanan Pemeriksaan sebelum Pemeriksaan ditunda; atau
      d. Wajib Pajak atau kuasanya tidak berada di tempat dan Pegawai Wajib Pajak yang mempunyai kewenangan untuk bertindak selaku pihak yang mewakili Wajib Pajak menolak memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan.
       
    Pasal 2
    (1) Penyegelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dilakukan dengan menempelkan kertas segel dalam rangka Pemeriksaan pada tempat  atau ruangan tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang digunakan atau patut diduga digunakan sebagai tempat atau alat untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen, termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line, dan benda-benda lain, yang dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak yang diperiksa.
    (2) Kertas segel yang ditempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibubuhi tanda tangan salah seorang Pemeriksa Pajak dan diberi stempel instansi yang melakukan penyegelan dengan bentuk kertas segel sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
       
    Pasal 3
    (1) Penyegelan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak yang berwenang dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi.
    (2) Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), salah seorang diantaranya adalah Wajib Pajak yang diperiksa atau kuasanya, atau Pegawai Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak yang diperiksa atau kuasanya tidak berada di tempat.
    (3) Dalam melaksanakan penyegelan, Pemeriksa Pajak berkewajiban membuat Berita Acara Penyegelan dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak Ini.
    (4) Berita Acara Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat dan ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan 2 (dua) orang saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
    (5) Dalam hal saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menolak menandatangani Berita Acara Penyegelan, Pemeriksa Pajak membuat catatan tentang penolakan tersebut dalam Berita Acara Penyegelan serta menyebutkan alasannya.
    (6) Berita Acara Penyegelan dibuat paling sedikit 2 (dua) rangkap dan lembar kedua diserahkan kepada Wajib Pajak atau kuasanya atau Pegawai Wajib Pajak yang diperiksa .
    (7) Dalam melaksanakan penyegelan, Pemeriksa Pajak dapat meminta bantuan Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Pemerintah Daerah setempat.
           
    Pasal 4
    (1) Pembukaan kertas segel dilakukan apabila:
      a. Wajib Pajak yang diperiksa atau kuasanya telah memberi izin kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka atau memasuki tempat atau ruangan, barang bergerak atau tidak bergerak yang disegel; dan/atau
      b. Terdapat permintaan dari penyidik yang sedang melakukan penyidikan tindak pidana.
    (2) Pembukaan kertas segel harus dilakukan oleh Pemeriksa Pajak dengan disaksikan oleh 2(dua) orang saksi.
    (3) Salah seorang saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diantaranya adalah Wajib Pajak atau kuasanya, atau Pegawai Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak atau kuasanya tidak berada di tempat dan dalam hal tertentu disaksikan oleh aparat Pemerintah Daerah setempat.
    (4) Apabila kertas segel yang ditempelkan di tempat, ruangan, barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang disegel tersebut rusak, pemeriksa harus segera membuat Berita Acara Mengenai Kerusakan dan melaporkannya kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
    (5) Dalam melaksanakan pembukaan kertas segel, Pemeriksa Pajak berkewajiban untuk membuat Berita Acara Pembukaan Kertas Segel dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
    (6) Berita Acara Pembukaan Kertas Segel sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibuat dan ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan 2 (dua) orang saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
    (7) Apabila saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menolak menandatangani Berita Acara Pembukaan Kertas Segel, Pemeriksa Pajak mencatat penolakan tersebut dalam Berita Acara Pembukaan Kertas Segel dengan menyebutkan alasannya.
    (8) Berita Acara Pembukaan Kertas Segel dibuat paling sedikit 2 (dua) rangkap,  Lembar kedua diserahkan kepada Wajib Pajak yang diperiksa atau kuasanya atau Pegawai Wajib Pajak.
       
    Pasal 5
    (1) Apabila setelah jangka waktu 6 (enam) hari sejak tanggal penyegelan, Wajib Pajak yang diperiksa atau kuasanya tetap tidak memberi izin kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka atau memasuki tempat atau ruangan, Wajib Pajak atau kuasanya wajib menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan.
    (2) Apabila setelah jangka waktu 6 (enam) hari sejak tanggal penyegelan, Wajib Pajak atau kuasanya tidak berada di tempat dan pegawai Wajib Pajak menolak memberikan izin kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka atau memasuki tempat atau ruangan yang disegel, pegawai Wajib Pajak diminta untuk menandatangani surat pernyataan penolakan membantu kelancaran pemeriksaan.
    (3) Dalam hal Wajib Pajak atau kuasanya menolak menandatangani surat pernyataan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak.
    (4) Dalam hal pegawai Wajib Pajak menolak menandatangani surat pernyataan penolakan membantu kelancaran pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak.
    (5) Berdasarkan surat pernyataan penolakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau berita acara penolakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau surat pernyataan penolakan membantu kelancaran pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau berita acara penolakan membantu kelancaran pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemeriksa Pajak membuka kertas segel dan terhadap Wajib Pajak dapat dilakukan penetapan pajak secara jabatan atau diusulkan pemeriksaan bukti permulaan.
     
    Pasal 6
    Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku,Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-343/PJ/2002 tentang Tata Cara Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan di Bidang Perpajakan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
     
    Pasal 7
    Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
       
    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
           

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2008
DIREKTUR JENDERAL,

ttd

DARMIN NASUTION
NIP 130605098

           

 

Status Peraturan
Dicabut
Kategori Peraturan