Perlukah ‘Hari Kecemburuan Nasional’ di Indonesia?
Oleh: Anang Purnadi, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Mungkin belum banyak yang mengetahui bahwa ada hari kecemburuan nasional. Apakah hari kecemburuan nasional itu merupakan perayaan tentang pengungkapan rasa cemburu seseorang pada pasangannya yang dilakukan serentak pada hari tertentu?. Bukan, ini bukan tentang perasaan cemburu kepada pasangan, tapi lebih mendekati kepada rasa penasaran dengan penghasilan orang lain di sekitar anda.
Di Finlandia fenomena ini sudah dilaksanakan setiap tahun pada tangga 1 November. Dijuluki 'Hari Kecemburuan Nasional' atau National Jealousy Day oleh surat kabar The New York Times, hari itu menjadi sebuah peristiwa yang dinantikan. Pada pukul 8 pagi pemerintah Finlandia akan mempublikasikan Pendapatan Kena Pajak (PKP) dari seluruh penduduknya.
Kantor pajak selalu diserbu para jurnalis untuk menelaah ribuan halaman data yang dipublikasikan. Bisa menjadi hal yang menarik, bisa juga menjadi hal yang menakutkan bagi sebagian orang. Finlandia melaksanakan ini berkaitan dengan aturan transparansi pemerintah. Idenya adalah untuk membantu Finlandia menghindari kesenjangan antara orang kaya dan miskin, dengan memaksa majikan untuk menyeimbangkan pemberian upah.
"Kami sedang mencari celah antara orang normal dan orang kaya, apakah (kesenjangan) itu terlalu lebar?" kata Tuomo Pietilainen, seorang wartawan investigasi di surat kabar harian Helsingin Sanomat, kepada The New York Times dan dikutip oleh World Economic Forum.
"Ketika kami menerbitkan angka-angka itu, orang-orang yang memiliki gaji lebih rendah mulai berpikir, 'Mengapa rekan-rekan saya mendapat lebih banyak?' Pekerjaan kami memiliki pengaruh bahwa orang dibayar lebih tinggi."
Bagaimana dengan Indonesia
Kesenjangan antara si kaya dengan si miskin masih menjadi masalah tersendiri di Indonesia. Pelbagai perbincangan para ekonom hingga politikus menyoroti bagaimana ‘jurang’ antara si kaya dan si miskin masih atau bahkan makin melebar.
Ide untuk menerapkan cara seperti ini patut dicoba di Indonesia. Beberapa alasan yang dapat dijadikan bahan pertimbangan antara lain:
· Era Transparansi
Penyelenggaran pemerintah yang baik tergantung berbagai aspek, salah satunya transparansi. Dengan informasi yang tentang pemerintah yang akurat, memadai dan mudah diperoleh, tingkat kepercayaan masyarakat akan meningkat.
Jika seseorang mengetahui kemana atau dipergunakan untuk apa uang pajak yang mereka bayarkan, maka kepercayaan kepada pemerintah dapat meningkat dan kepatuhan pembayaran pajak akan naik berbanding lurus dengan kepercayaan.
Jika pengeluaran dan pengelolaan keuangan negara disajikan secara transparan maka akan menjadi hal yang mafhum untuk mempublikasi seberapa besar pajak yang dibayar oleh masing-masing warganya.
· Budaya Malu yang Tinggi
Kultur di Indonesia yang menganut budaya timur bisa menjadi faktor pendukung dalam penerapan metode ini. Sanksi administrasi berupa denda atau kenaikan pembayaran bisa dianggap ringan, selain itu jumlah petugas pajak untuk mengawasi dan memberikan sanksi masih belum sebanding dengan jumlah wajib pajak yang harus diawasi.
Sanksi sosial di masyarakat dirasa cukup memberi efek jera dan rasa malu jika menjadi bahan omongan teman atau tetangga pada saat melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan norma. Publikasi jumlah pendapatan kena pajak secara tidak langsung akan menjadi instopeksi diri.
Seseorang otomatis akan membandingkan dirinya dengan teman atau tetangga pada saat melihat daftar tersebut. Jika dalam kehidupan sehari-hari lebih kaya tetapi dalam daftar penghasilan kena pajak sama atau lebih kecil, secara normal akan timbul rasa malu dihadapan teman atau lingkungan sekitarnya.
· Penyetaraan Upah Pekerja
Dengan transparansi pendapatan kena pajak, maka seseorang akan dapat melakukan intropeski diri apakah dirinya telah digaji dengan layak atau belum. Orang-orang dengan pekerjaan yang setipe yang dibayar dengan upah lebih rendah akan berfikir, ‘Mengapa rekan-rekan saya mendapat lebih banyak?’
Bagi para pemberi kerja, hal ini diharapkan dapat menciptakan persaingan pasar tenaga kerja yang lebih sehat. Tenaga kerja dengan keahlian khusus akan diberikan upah yang layak sehingga tidak muncul keinginan berpindah tempat bekerja. Dan para pekerja akan terpacu meningkatkan kualitas dan kemampuannya sehingga dapat dihargai lebih tinggi.
· Kontrol Sosial dalam Korupsi
Masalah korupsi masih menjadi masalah besar di Indonesia, jumlah aparat pemberantas korupsi sangat sedikit dibandingkan jumlah para pelaku. Peran serta masyarakat sangat dibutuhkan untuk mengurangi dan memberantas korupsi.
Jika budaya malu belum mampu menjadi senjata ampuh buat para pengemplang pajak dan koruptor, maka pemerintah dapat mengembangkan dari metode publikasi pendapatan kena pajak ini. Seseorang dapat menjadi whistleblowerjika menemukan bukti bahwa pendapatan kena pajak yang dilaporkan tidak sesuai dengan kenyataan yang seharusnya.
Pemerintah harus memberikan jaminan keamanan bagi orang yang melaporkan adanya tindakan pengemplang pajak atau perolehan harta dari tindak pidana korupsi jika seseorang melaporkan pendapatan kena pajak melenceng jauh dari kondisi sebenarnya.
Mungkin hal ini akan terkesan lucu dan memicu kontroversi, tapi jika kita mau melihat manfaatnya yang sudah dirasakan Finlandia, kenapa tidak?. Pajak pekerja atau kita lebih awam dengan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh OP) di Finlandia menjadi salah satu yang tertinggi di dunia. Pada tahun 2016 PPh OP di Finlandia mencapai 13% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sedangkan Indonesia belum sampai 1% pada tahun yang sama. Kapan kita merayakan Hari Kecemburuan Nasional???(*)
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi di mana penulis bekerja.
- 57 views