Indonesia Tanpa Pajak?

Oleh: Dewi Susanti, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak 

Adalah ia, Rara, gadis kecil usia 8 tahun yang tinggal di perkampungan kumuh tempat para pemulung tinggal di Menteng Pulo, Jakarta. Tidak seperti temannya kebanyakan, yang memiliki harapan melangit tentang masa depan. Mimpi Rara sangat sederhana, ia hanya ingin jendela ada di rumah kardusnya. Agar ia, bisa melihat dunia di setiap bangun paginya. Menikmati indah bintang saat malam menjelang, sebagai pengantar tidurnya sebelum membumbungkan harapan. Memandangi indah langit, meski dalam ruangan yang sempit. Mensyukuri nikmat Tuhan, meski hidupnya penuh keterbatasan. Diatas tumpukan sampah yang menjulang itulah, Rara belajar di Sekolah Singgah. Pagi "ke sekolah" siang hingga sore mengamen atau memulung sampah. 

Adalah ia, Lintang. Putra daerah dari Pulau Timah, di Belitong Timur. Si otak jenius itu, harus merelakan pendidikannya terputus. Sebab biaya, adalah kendalanya yang utama. Ia, yang sejak kecil sangat menyukai sains, dan bahkan mampu membuat eksperimen Teori Tabung Hampa, untuk mengangkat beban ribuan ton yang bersarang di dasar sungai, mau tidak mau harus menelan pil pahit. Menjadi tulang punggung keluarga saat ia masih sangat belia, adalah pilihannya. Dengan terisak, ia meninggalkan sekolah yang sangat ia cintai itu. Seolah batu besar menghimpit dadanya, saat ia menyadari bahwa kehausannya akan ilmu, telah memburai bersama debu...

Adalah ia, Mareto. Bayi berusia 1 tahun sepuluh bulan, yang menderita hidrosefalus sejak lahir. Ia tinggal di Poso pesisir selatan. Seharusnya, bayi seusianya sudah mulai belajar berjalan. Tapi oleh sebab penyakitnya itulah ia hanya tergeletak tiada daya di atas alas tidurnya. Bukan, bukan.. tak hendak membawanya berobat, tapi sungguh...sang ibu tak sanggup melakukan itu. Memeriksakan dan merawat Mareto di rumah sakit kota, adalah kemewahan yang tak tergambarkan oleh mata. 

Adalah mereka, anak-anak Sekolah Dasar di desa Layya, Maros, Sulawesi Selatan, yang harus melalui jembatan gantung lapuk di atas sungai yang menderas. Sebab hanya itu satu-satunya jalan untuk sampai di sekolah tujuan. Mereka bertaruh nyawa? Ya. Demi sebuah agungnya cita-cita. 

******** 

Lantas, apa yang sudah kita lakukan untuk negeri tercinta? Negeri yang konon katanya adalah zamrud khatulistiwa. Ada juga yang menyebutnya "kolam susu".  Bahkan, hanya sekedar menancapkan tongkat dan kayu pun, ia akan tumbuh menjadi tanaman. Subhanallah. Nikmat Tuhan mu yang manakah yang engkau dustakan? 

 

Maka, menjadi bagian dari solusi adalah awal dari keinginan untuk membangun negeri. Salah satunya adalah dengan membayar pajak. 

 

Sebab penerimaan pajak, merupakan pilar utama penerimaan negara dalam APBN, maka sudah selayaknyalah kita ikut andil di dalamnya. Menghitung, membayar dan melaporkan pajak dengan benar adalah bukti bahwa kita mencintai negeri. Jika melihat alokasi peruntukan APBN, yang sebagian besar bersumber dari pendapatan pajak diperuntukan ke berbagai sektor, tentunya kita patut berbangga bahwa pajak yang kita bayar akan kembali kita nikmati dalam pembangunan bangsa ini, bukan semata-mata untuk pembangunan fisik jalan, jembatan, dan gedung pemerintah seperti yang selama ini kita pahami tetapi juga pembangunan non fisik atau sosial seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan tentunya pembangunan manusia dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Dan tentu, di sini kita juga masih berharap: agar, tidak ada lagi Rara yang harus tinggal di atas gunungan sampah. Tak ada lagi Lintang yang harus meninggalkan bangku sekolah. Tak ada lagi bayi-bayi sakit yang meregang nyawa, sebab sang ibu tak punya biaya. Pun, tak ada lagi daerah yang rusak parah tak terjamah. 

Sebab, betapapun... mereka adalah anak-anak bangsa, putra putri kita, memiliki hak dan harapan yang juga sama.

 

Sungguh begitulah, bersama dengan jiwa besar mewujudkan segunung harapan, tentu adalah sebuah keniscayaan. 

Maka, jangan pernah putus asa tuk mencintai Indonesia.(*)

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi di mana penulis bekerja.

File Artikel Terkait