Lautku Sayang, Lautku yang Menjanjikan

Oleh: Wily Noerhidayat, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Alfred Thayer Mahan, seorang Perwira Tinggi Angkatan Laut Amerika Serikat, dalam bukunya “The Influence of Sea Power upon History” mengemukakan teori bahwa sea power merupakan unsur terpenting bagi kemajuan dan kejayaan suatu negara, yang mana jika kekuatan-kekuatan laut tersebut diberdayakan, maka akan meningkatkan kesejahteraan dan keamanan suatu negara. Sebaliknya, jika kekuatan-kekuatan laut tersebut diabaikan akan berakibat kerugian bagi suatu negara.
Demikian halnya dengan Indonesia, wilayahnya dikelilingi oleh lautan. Merujuk pada teori Alfred Thayer Mahan, lautan Indonesia seharusnya menjadi salah satu sumber kekuatan dan sumber kesejahteraan bagi negara.
Salah satu potensi yang terkandung dalam lautan adalah pajak dari hasil perikanan. Perikanan Indonesia, terutama perikanan tangkap belum mencerminkan besarnya laut Indonesia, dilihat dari sisi penerimaan pajak. Tahun 2016 kontribusi sektor perikanan 15% dari GDP. Sementara untuk penerimaan pajak, sektor perikanan hanya menyumbang sekitar Rp986,1 miliar, atau sebesar 0,1% dari realisasi pajak sebesar Rp1.105 triliun di tahun 2016.
A. Data dan Fakta
Adalah sebuah fakta bahwa Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, dengan jumlah 17.504 pulau tersebar dari Sabang sampai Merauke. Luas wilayahnya 7,81 juta Km2, terdiri atas 2,01 juta Km2 daratan, 3,25 juta Km2 lautan, dan 2,55 juta Km2 Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE). Dengan kata lain tiga perempat wilayah Indonesia adalah lautan. Badan Informasi Geopasial (BIG) menyebutkan bahwa total garis pantai Indonesia adalah 99.093 Kilometer.Negara dengan garis pantai terpanjang di dunia setelah Kanada.
Luas lautan yang melebihi daratan, membuktikan bahwa Indonesia memiliki kemewahan yang luar biasa dalam sektor kelautan. Khusus perikanan tangkap, potensi Indonesia sangat melimpah, dan bisa diharapkan sebagai sektor unggulan perekonomian nasional. Potensi ekonomi sumber daya kelautan dan perikanan yang dapat dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai USD 82 miliar per tahun.
Data kementerian Kelautan Dan Perikanan menunjukkan bahwa angka produksi perikanan tangkap Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Tahun 2009 mencapai 5,1 juta ton dan meningkat menjadi 6,1 juta ton di tahun 2013. Potensi lestari sumber daya ikan laut Indonesia sebesar 6,5 juta ton per tahun tersebar di perairan wilayah dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan RI No. Per.01/MEN/2009 membagi wilayah perairan Indonesia menjadi 11 (sebelas) wilayah pengelolaan ikan. Wilayah pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI) merupakan wilayah pengelolaan perikanan untuk penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, konservasi, penelitian, dan pengembangan perikanan yang meliputi perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, zona tambahan, dan zona ekonomi eksklusif Indonesia.
Salah satu dokumen dalam kegiatan penangkapan ikan adalah Log book Penangkapan Ikan. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18/MEN/2010 mewajibkan seluruh kapal penangkapan ikan yang memiliki Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI) untuk mengisi log book dalam operasi penangkapan ikan. log book diserahkan setelah operasi,dan menjadi syarat bagi kapal untuk mendapatkan Surat Ijin Berlayar (SIB) untuk kegiatan berikutnya.
Log book penangkapan Ikan adalah laporan harian tertulis nakhoda mengenai kegiatan penangkapan ikan. Tanggung jawab Pengisian berada pada nakhoda dan wajib diserahkan kepada Kepala Pelabuhan Perikanan sebelum melakukan pendaratan ikan. Kepala Pelabuhan Perikanan atau pejabat yang ditunjuk selanjutnya melakukan verifikasi dan/atau pengisian data log book. Informasi dalam Log book adalah sebagai berikut:
a. Data kapal perikanan;
b. Data alat penangkapan ikan;
c. Data operasi penangkapan ikan; dan
d. Data ikan hasil tangkapan.
B. Penggalian Sektor Perikanan
Sistem Self Assessment dalam perpajakan memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar dan melaporkan pajak yang terutang. Peran Fiskus hanya mengawasi, apakah kewajiban perpajakan wajib pajak telah sesuai dengan ketentuan. Di dalam Sistem Self Assessment peran data pembanding menjadi sangat penting. Hal ini dikarenakan pelaporan yang disampaikan oleh wajib pajak bisa jadi tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Sehingga, untuk menilai kewajaran atas pelaporan wajib pajak, diperlukan data pembanding dari pihak ketiga.
1. Pengumpulan Data
Data terkait usaha penangkapan ikan dapat diperoleh dari berbagai sumber. Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi bisa memberikan informasi tentang kepemilikan kapal dengan ukuran 30 GT ke bawah (Nama Kapal, Ukuran Kapal, Nomor izin dan Nama Pemilik). Informasi untuk kapal di atas 30 GT bisa didapatkan dari Kementerian Kelautan Dan Perikanan.
Data Produktivitas Kapal (bersumber dari log book penangkapan ikan) dapat diperoleh dari Pelabuhan Perikanan (tempat bersandar kapal penangkap atau pengangkut ikan). Terdapat 6 Pelabuhan Perikanan Samudera, 13 Pelabuhan Perikanan Nusantara, dan 45 Pelabuhan Perikanan Pantai tersebar di seluruh Indonesia, yang bisa dimintai data produktivitas kapal.
Selain Data formal dari instansi berwenang, informasi informal juga diperlukan untuk melengkapi data yang ada. Tidak dipungkiri sering terjadi pengalihan kapal di bawah tangan sehingga kapal masih atas nama pemilik lama. Dan tidak menutup kemungkinan juga bahwa kapal diatasnamakan anak atau isteri pemilik kapal. Informasi informal bisa memberikan jawaban atas kondisi tersebut.
2. Pengolahan Data dan Distribusi Informasi
Data yang diperoleh dari pihak ketiga kemudian diolah bersama dengan data Masterfile Wajib Pajak serta data internal lainnya. Data internal lainnya dapat berupa data kependudukan, Data Devisa Hasil Ekspor, data PPh Pot./put. yang bisa diperoleh dari aplikasi Apportal-djp.
Data kepemilikan kapal memberikan informasi mengenai identitas kapal, identitas pemilik dan pelabuhan sandar. Data produktivitas kapal (bersumber dari log book) memberikan informasi tentang identitas kapal, kapan berlayar dan mendarat, lokasi penangkapan ikan (fishing ground), jenis/nama ikan yang ditangkap serta kuantitas dan nilai hasil tangkapan.
Data Masterfile Wajib pajak memberikan informasi mengenai nama, alamat, NIK, NPWP. Data kependudukan memberikan informasi mengenai siapa isteri/suami dan anak yang masih tercantum dalam kartu keluarga.
Setelah dilakukan penggabungan dan pencocokan data diperoleh informasi sebagai berikut:
a. Nama Pemilik Kapal, NPWP diketahui, Kapal-kapal yang dimiliki, nilai produktivitas kapal dalam satu tahun;
b. Nama Pemilik Kapal, tidak diketahui NPWP, Kapal-kapal yang dimiliki, nilai produktivitas kapal dalam satu tahun.
Nilai produktivitas kapal merupakan hasil perkalian antara kuantitas per jenis ikan dengan nilai per jenis ikan selama satu tahun. Nilai ini memang bukan nilai penjualan ikan, tetapi ini bisa menjadi rujukan atau informasi pembanding untuk menentukan kewajaran omset yang dilaporkan wajib pajak.
Informasi pemilik kapal, nilai produktivitas kapal yang diketahui NPWP-nya dikirimkan ke Account Representative.sebagai bahan membuat SP2DK. Dan Informasi pemilik kapal yang tidak diketahui NPWP-nya akan disampaikan ke Seksi Ekstensifikasi sebagai bahan untuk mengirimkan surat himbauan ber-NPWP
Kendala terbesar dalam penggalian sektor perikanan adalah pengumpulan data. Satu kapal penangkap ikan bisa memiliki tiga pelabuhan sandar yang berbeda. Sehingga data produktivitas kapal bisa jadi berada di tiga pelabuhan yang berbeda. Dan belum semua instansi yang berwenang bisa memberikan data dengan mudah.
Terkait dengan pemanfaatan data dan informasi, sebenarnya sudah terdapat Nota Kesepahaman antara Kementeraian dan Kementerian Kelautan dan Perikanan Nomor: MoU/MK.03/2015 dan Nomor 12/MEN-KP/KB/XII/2015 tentang Optimalisasi Pengelolaan Penerimaan Negara di Sektor Kelautan dan Perikanan. Dan Direktorat Jenderal Pajak dengan Sekretariat Jenderal Kementerian Kelautan Dan Perikanan telah melakukan perjanjian kerja sama dengan nomor: KEP-235/PJ/2015 dan Nomor:02/SJ-KKP/PKS/XII/2015 tentang Optimalisasi Penerimaan Pajak dari Sektor Kelautan dan Perikanan.
Kendala lain dalam penggalian potensi perikanan adalah pengolahan data. Data produktivitas kapal jumlahnya sangat besar. Perbedaan penulisan nama kapal atau pemilik kapal menjadi kesulitan tersendiri dalam mengidentifikasi dan menghitung produktivitas kapal. Penggunaan nama yang berbeda (alias), penggunaan nama anak atau isteri dalam pemilikan kapal, pemilikan baru kapal enggan mendaftarkan namanya merupakan hal yang biasa di dunia perkapalan. Ini menjadi tantangan dalam pengolahan data.
Namun demikian, pengolahan data ini bisa menghasilkan informasi berguna untuk penggalian potensi di sektor perikanan dan menjadi data base baru sebagai acuan untuk penggalian tahun berikutnya. Semoga ke depan realisasi pajak dari sektor perikanan bisa memberikan kontribusi yang besar dalam penerimaan negara.
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja.
Sumber:
https://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia
http://www.perumperindo.co.id/publikasi/artikel/21-Potensi%20Indonesia%20sebagai%20Negara%20Maritim
http://setkab.go.id/potensi-besar-perikanan-tangkap-indonesia/
https://databoks.katadata.co.id/tags/perikanan-tangkap/-
http://fishmate.blogspot.com/2012/08/mengenal-wilayah-pengelolaan-perikanan.html
http://www.alamikan.com/2012/11/mengetahui-klasifikasi-pelabuhan.html
https://ekbis.sindonews.com/read/1188233/34/sri-mulyani-geregetan-penerimaan-pajak-sektor-perikanan-minim-1489482082
- 1390 kali dilihat