Inklusif, Inovatif, Wujudkan KP2KP yang Transformatif

Oleh: Hadiyanto, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) dibentuk pada tahun 2006, merupakan instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala KPP Pratama.

Tugasnya melakukan pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan, melakukan pengamatan dan pembuatan profil potensi perpajakan, melakukan pemberian dan/atau penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, melakukan pengukuhan dan/atau pencabutan Pengusaha Kena Pajak, melakukan pemberian dan/atau penghapusan Nomor Objek Pajak secara jabatan, serta mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi KPP Pratama.

Sejarah pembentukannya diawali pada tahun 1992 dengan nama Kantor Penyuluhan Pajak (Kapenpa), kemudian pada tahun 1995 berubah menjadi Kantor Penyuluhan, Pengamatan dan Potensi Perpajakan (KP4). Sampai dengan sekarang telah dibentuk sebanyak 207 KP2KP dengan rincian di Sumatra 78 kantor, di Jawa 31 Kantor, di Kalimantan 31 kantor, di Sulawesi dan Maluku Utara 37 kantor, di Bali dan Nusa Tenggara 15 kantor, serta di Papua dan Maluku 15 kantor.

Untuk mendukung visi dan misi Direktorat Jenderal Pajak, diperlukan Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan yang transformatif dalam arti "memiliki daya ubah". Dengan segala keterbatasannya keberadaan instansi vertikal tersebut harus mampu mengubah perilaku masyarakat terkait perpajakan di wilayah kerjanya. Mengedukasi masyarakat  yang semula tidak tahu menjadi paham pajak, mengubah perilaku yang semula cuek menjadi sadar dan peduli pajak, mengubah wajib pajak yang semula tidak patuh menjadi patuh.

Untuk mewujudkan KP2KP yang memilki daya ubah harus dibangun sikap dan tindakan konkret yaitu inklusif dan inovatif. Pertama inklusif merupakan lawan kata dari eksklusif, implementasinya adalah KP2KP harus dapat “merangkul”. Tantangannya adalah masyarakat enggan atau alergi bila harus datang ke kantor pajak dan berurusan dengan masalah perpajakan. Oleh karena itu kita harus bergerak maju, berani mengambil prakarsa, berani keluar dari zona nyaman, mendekati dan melebur dalam elemen masyarakat serta bersinergi dengan para pemangku kepentingan di daerah.

Kedua inovatif berarti “terus membaharui diri” dengan kata lain senantiasa melakukan upaya perbaikan di segala bidang untuk menjadi dan memberikan yang terbaik. Pengembangan inovasi dan kreatifitas harus disesuaikan situasi dan kondisi daerah setempat, karena Inovasi yang dilakukan KP2KP di Jawa, bisa jadi tidak cocok untuk diterapkan di daerah pedalaman Kalimantan, demikan pula sebaliknya. Banyak jalan menuju Roma, tidak harus diseragamkan.

Cita-cita bersama adalah mewujudkan Indonesia Sadar Pajak, jadi parameter keberhasilan KP2KP adalah “daya ubahnya”, bukan kuantitas kegiatan penyuluhan, kontribusi konten kehumasan dan konten media sosial. Kegiatan penyuluhan perpajakan harus ditekankan dari sisi kualitas bukan kuantitas. Ibarat sepakbola, sebuah tim dapat menguasai jalannya permainan selama 2 x 45 menit, namun tidak dapat menciptakan gol sama sekali, trus apa gunanya? KP2KP hadir untuk mengubah perilaku masyarakat terkait perpajakan, mengubah kesadaran dan kepatuhan wajib pajak, dan tujuan akhirnya tentu pada peningkatan penerimaan pajak demi menjamin kedaulatan dan kemandirian bangsa.(*)

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi dimana penulis bekerja.