Hari Senin acap kali menjadi hari yang melelahkan bagi sebagian orang, baik itu mereka yang masih bersekolah, maupun yang bekerja. Waktu dari akhir pekan ke hari Senin terasa cepat sedangkan hari Senin menuju hari Sabtu terasa lambat. Itu yang menjadi alasan utama mengapa hari Senin tidak begitu disukai. Mungkin aku termasuk bagian dari "sebagian orang" itu. Sehari sebelumnya, aku baru saja pulang perjalanan dinas dari luar kota. Badan rasanya belum pulih benar ketika aku diberi tugas untuk melakukan koordinasi ke Sekolah Menengah Pertama tempat kantorku akan menyelenggarakan kegiatan Tax Goes to School (TGTS) Selasa esok. Meski begitu, tugas negara harus tetap dijalani, bukan?

Tahun ini, aku baru saja ditugaskan di Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) Bintuhan --setelah dua tahun sebelumnya bertugas di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bengkulu Dua. KP2KP Bintuhan berlokasi di Kabupaten Kaur yang berjarak lima jam perjalanan dari ibu kota provinsi Bengkulu. Direktorat Jenderal Pajak menjadi salah satu instansi yang menunjukkan komitmennya untuk melayani publik secara maksimal dengan menjangkau daerah-daerah yang jauh dari pusat kota. Melalui kantor vertikal bernama KP2KP, aku ditemani tiga orang rekan kerja dan satu orang atasan --Kepala KP2KP-- bersinergi dalam memberi berbagai layanan kepada wajib pajak yang ada di Kabupaten Kaur, mulai dari permohonan cetak kartu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), aktivasi EFIN, hingga pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan yang menjadi isu utama tiap kuarter pertama di awal tahun. Tentu saja, keberadaan KP2KP adalah suatu kemudahan bagi wajib pajak untuk mengurus keperluan perpajakannya tanpa harus menempuh perjalanan jauh ke ibu kota provinsi. Selain layanan harian, kami juga beberapa kali melaksanakan agenda sosialisasi. Kegiatan TGTS yang kuceritakan di awal adalah contoh agenda rutin kami, dengan audiens utama yaitu para calon wajib pajak yang masih berusia remaja dan menempuh pendidikan di sekolah dasar sampai menengah.

“Sekolahnya kira-kira jauh nggak ya, Wi?” tanyaku pada Dwi, rekanku yang menyetir hari ini setelah aku masuk ke dalam mobil.

“Lumayan, sih. Nanti kita menanjak juga, ke atas bukit,” sahutnya.

Wah, satu pengalaman baru lagi bagiku.

Sesuai rencana, KP2KP Bintuhan memilih SMP Negeri 36 PK-LK Kabupaten Kaur. Dwi sempat bercerita bahwa ini menjadi kali pertama KP2KP Bintuhan mengadakan TGTS di sana. Aku mengangguk-angguk, memang sudah seharusnya edukasi tentang pajak diselenggarakan secara menyeluruh. Wajar apabila tempat TGTS kami sering berganti dari satu sekolah ke sekolah lainnya. Informasi lain yang kudapat dari Dwi adalah SMP Negeri 36 PK-LK ini merupakan sekolah berasrama. Namun, ada satu hal yang membuatku penasaran, yaitu apa kepanjangan dari PK-LK itu sendiri.

Sesampainya di pelataran sekolah, aku melihat sebuah gedung utama berkoridor serta tangga yang terlihat langsung dari tiang bendera yang terpasang di tengah lapangan. Gedung itu bercat oranye dan sudah mengelupas di sana-sini. Tangga yang kusebutkan tadi juga tidak menyerupai anak tangga berundak pada umumnya, melainkan seperti konstruksi lantai yang dibangun menanjak saja. Ketika kami memasuki gedung tersebut, sudah banyak anak berseragam putih-merah yang sebelumnya telah memperhatikan kami dari jauh. Tiba-tiba saja, anak-anak berwajah ramah dan lugu itu berbaris, lalu meraih tangan kami dan mengajak bersalaman dengan cium punggung tangan. Meski bingung, kami tetap menerimanya dengan tersenyum. Rupanya, sekolah PK-LK ini seperti sekolah yayasan berjenjang dari Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas dengan gedung yang berdekatan. Kedatangan kami disambut oleh Wakil Kepala Kurikulum dari sekolah yang bersangkutan. Wakil Kepala Kurikulum kemudian mengantar kami menuju ruang kepala sekolah SMP Negeri 36 PK-LK Kabupaten Kaur, bapak Zainuddin Sinaga.

Setelah menemui kepala sekolah di ruangannya, kami berkoordinasi terkait sarana dan prasarana untuk menunjang pelaksanaan TGTS di SMP Negeri 36 PK-LK. Dalam pelaksanaan TGTS, biasanya kami akan mengadakan sesi pre test dan post test untuk mengukur pemahaman audiens sebelum dan sesudah pemberian materi. Oleh karena itu, kami hendak mengonfirmasi kembali kepada kepala sekolah apakah pada saat pelaksanaan TGTS besok, siswa/siswi diperbolehkan untuk membawa gawai untuk mengerjakan tes yang akan menggunakan media daring pada awalnya. Kepala sekolah pun menjawab bahwa penggunaan maupun kepemilikan gawai merupakan hal di luar kapabilitas siswa/siswi di SMP Negeri 36 PK-LK.

“Sesuai namanya Mas, Mbak. PK-LK ini singkatan dari Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus. Sekolah kami menerima bantuan rutin dari pemerintah daerah untuk mengelola sarana dan prasarana termasuk gedung asrama. Tiap tahun ajaran baru, biasanya kami hanya menerima 50 siswa/siswi yang berasal dari kondisi tertentu, seperti disabilitas dan keluarga kurang mampu. Mereka mendapat subsidi dari pemerintah,” tutur Bapak Zainuddin sekaligus menjawab rasa penasaranku.

“Untuk jumlah siswa saat ini ada berapa ya, Pak, di SMP 36 PK-LK?” tanyaku.

“Hanya ada tiga kelas saja Mbak, di sekolah ini, sehingga total murid kurang lebih 100 siswa. Masing-masing kelas tujuh sampai dengan kelas sembilan hanya ada satu kelas saja.”

Aku dan Dwi mengangguk-anggukkan kepala. Kami lalu diajak untuk datang dan melihat langsung bangunan kelas di SMP Negeri 36 PK-LK. Lokasinya ada di belakang gedung utama, dengan jalan berbatu yang menurun ke bawah. Beberapa wajah penasaran siswa muncul dari balik jendela, melihat kami yang mendekati kelas mereka. Setelah melakukan peninjauan lokasi pelaksanaan TGTS, kami lalu pamit pulang. Di jalan kembali menuju kantor, perasaan lelahku akan hari Senin tiba-tiba menghilang dan berganti menjadi semangat untuk mengenalkan siswa-siswi SMP Negeri 36 PK-LK tentang pajak. Kebetulan, aku memang ditugaskan sebagai petugas penyuluh pada kesempatan TGTS pertama kami besok. Aku pun bersiap-siap dengan menyusun materi dan tak lupa membuat serta mencetak soal pilihan ganda untuk pre test dan post test.

Keberadaan SMP Negeri 36 PK-LK ini menjadi bukti nyata bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara termasuk bagi mereka yang berada di daerah dengan kondisi sulit, mulai dari keterbatasan sarana dan prasarana, sumber daya manusia, hingga ekonomi. Negara memiliki kewajiban untuk membiayai pendidikan dasar tersebut dengan memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Daerah (APBD) sesuai amanah dalam Pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945. Di sinilah pajak berperan penting untuk menyokong aliran dana pendidikan bagi calon pemimpin bangsa dalam rangka mempersiapkan generasi emas yang akan terwujud di tahun 2045, tepat 100 tahun sejak Indonesia merdeka.

Berdasarkan data APBN tahun 2023, sektor pendidikan diberi dana sekitar Rp612,2 triliun untuk dialokasikan menjadi belanja kebutuhan pendidikan di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Pada tahun 2024, persiapan anggaran pendidikan ikut naik sebagaimana naiknya target pendapatan pada APBN 2024, yaitu sebesar Rp660,8 triliun. Saat aku menyampaikan fakta tersebut di depan kelas, para siswa antusias mendengarkan bahkan mereka penasaran dengan berapa banyaknya angka nol pada nominal triliun tersebut. Tak lupa aku juga menyampaikan, salah satu penyumbang terbesar dalam pos pendapatan APBN adalah pajak, yaitu 70%-80%. Oleh karenanya, penting bagi mereka untuk memahami penggunaan uang pajak dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari membangun jalan, fasilitas umum, hingga memberikan pendidikan yang layak. Nantinya, uang pajak tersebut akan bergantian digunakan untuk generasi selanjutnya sehingga pendidikan diharapkan tidak menjadi ‘barang mewah’ lagi, justru menjadi sebuah keharusan yang memang akan dirasakan oleh tiap anak di negara kita ini.

 

Pewarta: Ismi Alifia Prisman
Kontributor Foto: Dokumentasi Kantor
Editor: Raden Rara Endah

*) Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.