Di tengah ketidakpastian geopolitik global, perekonomian Jawa Tengah tetap tumbuh positif pada Triwulan I 2025. APBN berperan strategis sebagai instrumen fiskal yang responsif, mendorong infrastruktur, penciptaan lapangan kerja, dan menjaga daya beli masyarakat.

 

Perkembangan Perekonomian Regional

Perekonomian Jawa Tengah terus menunjukkan kinerja positif. Pada Triwulan IV 2024, ekonomi provinsi ini tumbuh sebesar 4,96% secara tahunan (yoy), mencerminkan ketahanan dan geliat ekonomi daerah yang stabil di tengah dinamika nasional dan global.

Stabilitas harga juga masih terjaga. Laju inflasi per Maret 2025 tercatat sebesar 1,43% (mtm) dan 0,75% (yoy), menandakan pengendalian harga yang cukup efektif. Sementara itu, sentimen masyarakat terhadap perekonomian tetap tinggi. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Jawa Tengah berada di level 116,3 pada Maret 2025, jauh di atas batas optimis di angka 100.

Dari sektor pertanian dan perikanan, daya beli masyarakat tetap kuat. Nilai Tukar Petani (NTP) tercatat naik ke level 113,73, menandakan peningkatan kesejahteraan petani di tengah dinamika harga pangan. Sementara Nilai Tukar Nelayan (NTN) sedikit terkontraksi ke angka 100,50, namun masih menunjukkan daya beli nelayan yang relatif stabil. Dengan tren positif ini, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah optimis dapat terus mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di berbagai sektor

 

Perkembangan Kinerja Fiskal Regional

Kinerja APBN di Jawa Tengah hingga Maret 2025 menunjukkan hasil positif dan memberikan sinyal optimis terhadap ketahanan fiskal regional. Total penerimaan negara tercatat mencapai Rp26,44 triliun atau 20,43% dari target. Sementara itu, realisasi belanja negara mencapai Rp26,34 triliun atau 25,21% dari pagu anggaran. Dengan demikian, Jawa Tengah berhasil mencatatkan surplus APBN sebesar Rp106,07 miliar yang menjadi indikasi pengelolaan fiskal yang efisien serta menambah ruang fiskal untuk mengantisipasi dinamika ekonomi ke depan.

Kontributor utama penerimaan berasal dari sektor perpajakan yang meliputi pajak dalam negeri serta kepabeanan dan cukai yang menyumbang Rp24,42 triliun atau 19,73% dari target. Sementara itu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) juga menunjukkan kinerja kuat dengan realisasi sebesar Rp2,02 triliun, setara 35,63% dari target tahunan.

Di sisi belanja, realisasi APBN di wilayah Jawa Tengah mencapai Rp26,34 triliun atau 25,21% dari pagu anggaran. Belanja tersebut terdiri atas Belanja Kementerian dan Lembaga (K/L) sebesar Rp6,44 triliun atau 18,85% dari pagu, serta Belanja Transfer ke Daerah (TKD) yang telah mencapai Rp19,90 triliun atau 28,29%.

Keseimbangan antara penerimaan dan belanja ini memperkuat peran APBN sebagai instrumen fiskal yang menjaga momentum pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah di tengah tantangan global.

Adapun kinerja APBD Jawa Tengah hingga akhir Maret 2025 menunjukkan progres yang positif. Pendapatan Daerah berhasil terealisasi sebesar Rp25,69 triliun atau 22,72% dari target, sementara Belanja Daerah mencapai Rp13,70 triliun atau 11,89% dari pagu. Porsi terbesar pendapatan daerah masih didominasi oleh dana transfer dari pemerintah pusat. Hingga akhir Maret 2025, kontribusi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) terhadap pendapatan APBD mencapai Rp19,9 triliun, atau sekitar 77,49% dari total realisasi pendapatan. Angka ini kembali menegaskan peran krusial dukungan fiskal pemerintah pusat dalam mendukung pembangunan di tingkat daerah, termasuk dalam penyediaan layanan publik esensial bagi masyarakat Jawa Tengah.

 

Current Issue Kemenkeu Satu Jateng: UMKM, Coretax, dan Dampak Tarif AS

Melalui APBN, pemerintah terus mendorong pertumbuhan UMKM lewat pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Ultra Mikro (UMi). Hingga 31 Maret 2025, penyaluran KUR mencapai Rp9,67 triliun kepada 196 ribu debitur, dengan sektor perdagangan sebagai penerima manfaat terbesar. Kabupaten Pati mencatat penyaluran tertinggi sebesar Rp556,35 miliar. Sementara itu, realisasi UMi mencapai Rp32,37 miliar untuk lebih dari 3 ribu debitur, terutama di sektor jasa kemasyarakatan dan hiburan, dengan penyaluran tertinggi di Kabupaten Jepara sebesar Rp12,09 miliar.

Implementasi sistem Coretax yang dimulai sejak 1 Januari 2025 terus menunjukkan perkembangan positif. Berbagai solusi telah diberikan secara berkala untuk memastikan sistem ini berjalan optimal dan memenuhi kebutuhan pengguna. Guna mempercepat proses familiarisasi, kantor-kantor pelayanan pajak secara aktif menyelenggarakan kelas-kelas pajak yang terbuka bagi seluruh Wajib Pajak. Diharapkan Wajib Pajak segera dapat melaporkan SPT Tahunan Tahun Pajak 2024 sebelum jatuh tempo pada 30 April 2025.

Kebijakan tarif resiprokal dari AS turut berdampak bagi Jawa Tengah dimana hampir 45,91% ekspornya ditujukan kepada AS. Untuk menjaga ketahanan industri Jawa Tengah, Kemenkeu Satu Jawa Tengah melalui Kanwil DJBC Jateng-DIY menginventarisasi data ekspor perusahaan penerima fasilitas KB dan KITE serta melakukan survei dampak tarif terhadap produksi dan pesanan ekspor ke AS.

Langkah strategis pemerintah melalui APBN mencerminkan komitmen mendukung UMKM, memperkuat perpajakan, dan merespons dinamika global. Sinergi antarlembaga dan partisipasi masyarakat menjadi kunci memperkuat fondasi ekonomi Jawa Tengah secara berkelanjutan.