
Kantor Wilayah DJP Jawa Tengah II menjadi narasumber dalam kegiatan webinar di Universitas Slamet Riyadi Surakarta (Kamis,16/12). Fungsional Penyuluh Ahli Madya Timon Pieter menjadi pembicara dalam webinar yang mengambil tema “Implementasi Antikorupsi melalui Inklusi Kesadaran Pajak pada Pembelajaran MKU".
Webinar yang diikuti dosen pengampu Mata Kuliah Umum (MKU) mahasiswa S1 dan S2 Unisri dibuka oleh Dr. Rispantyo, M.Si Wakil Rektor Bidang Akademik. Peserta yang berjumlah 1.467 mengikuti lewat zoom meeting channel youtube Unisri. Dalam sambutannya ia menyampaikan terima kasih atas terselenggaranya kegiatan ini. “Besar harapan kami kegiatan webinar ini bisa memberikan manfaat dan menambah ilmu pengetahuan bagi dosen MKU dan para mahasiswa Unisri,” sambutnya.
Dr. Oktiana Handini, S.Pd. M.Pd. sebagai moderator menyampaikan bahwa kegiatan ini bertujuan memberikan implementasi dan interaksi positif antara dosen dan mahasiswa di dalam upaya pembentukan hard skills dan soft skills. Utamanya dalam pembentukan karakter menumbuhkan kesadaran pajak, lewat mata kuliah yang ada di MKU.
Timon Pieter dalam paparannya menyampaikan materi inklusi kesadaran pajak sebagai perangkat anti korupsi. Ia mengatakan bahwa pajak adalah sumber utama pendapatan negara. “Pajak menyumbang 71% dari total pendapatan Negara, dan di tahun 2021 ini ditargetkan Rp.1.229 T,” ungkap Timon.
Selanjutnya Timon menjelaskan ilustrasi dari distribusi pajak yang telah dibayarkan oleh masyarakat. Penyaluran terbesar masih transfer ke daerah, sedangkan sektor pendidikan masih menempati porsi yang tertinggi. Ia menjelaskan secara detail penyaluran dana pajak tersebut. Timon kemudian mengajak agar mahasiwa tidak menjadi free rider. Free rider adalah seseorang atau pihak tertentu yang turut memanfaatkan barang publik tetapi tidak turut berkontribusi terhadap biaya penyediaannya, dalam hal ini tidak membayar pajak.
Di sesi berikutnya ia menjelaskan definsi korupsi. Mengambil definisi dari UU No 31 tahun 1999, korupsi adalah tindakan setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri dan orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara. Ia mencatat setidaknya ada tujuh jenis kelompok tindak pidana korupsi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 junto. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pertama, perbuatan yang merugikan negara, yang kedua suap menyuap, yang ketiga gratifikasi. Keempat, penggelapan dalam jabatan. Kategori ini sering juga dimaksud sebagai penyalahgunaan jabatan. Kelima, pemerasan. Pemerasan adalah tindakan yang dilakukan oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaaannya dengan memaksa seseorang memberikan Keenam, perbuatan curang.
Menurut Timon, perbuatan curang ini biasanya terjadi di proyek-proyek pemerintahan, seperti pemborong, pengawas proyek, dan lain-lain yang melakukan kecurangan dalam pengadaan atau pemberian barang yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain atau keuangan negara. Ketujuh, benturan kepentingan dalam pengadaan. Pengadaan adalah kegiatan yang bertujuan untuk menghadirkan barang atau jasa yang dibutuhkan oleh instansi atau perusahaan.
Berdasarkan data statisktik, Timon menjelaskan bahwa semakin tinggi indeks korupsi dalam suatu negara, maka akan semakin rendah tax ratio negara tersebut. Korupsi juga memberikan dampak yang negatif bagi pemungutan pajak. Korupsi dapat mengikis tax morality wajib pajak. Korupsi juga dapat merusak good governance dan akuntabilitas.
Di akhir acara ia mengatakan bahwa pajak membutuh dukungan elemen masyarakat. Mendukung sesuai daya pikul masing-masing. “Dukungan terbesar diharapkan dari akademisi, dengan program inklusi kesadaran pajak,” pungkas Timon.
- 18 kali dilihat