Oleh: Teddy Ferdian, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Pagi itu, seorang wajib pajak tampak mendatangi kantor pajak untuk mengajukan perpanjangan sertifikat elektronik terkait keperluan pembuatan faktur pajak. Saat mendapatkan pelayanan oleh petugas pajak, diketahui bahwa wajib pajak tersebut memiliki utang pajak. Wajib pajak pun diminta untuk melakukan pembayaran atas utang pajak atau mengajukan permohonan mengangsur pembayaran utang pajak. Wajib pajak tersebut tidak merasa memiliki utang pajak karena dia selalu melakukan kewajiban pajaknya dengan baik sesuai aturan yang berlaku. Berdasarkan penjelasan dari petugas pajak, wajib pajak terlambat melaporkan SPT Masa PPN untuk dua masa pajak. Wajib pajak tersebut pun teringat bahwa dia memang pernah terlambat melaporkan SPT karena saat itu sedang sibuk mengurus pernikahan salah satu keluarganya.

Ilustrasi di atas merupakan contoh kasus yang mungkin juga dialami oleh banyak wajib pajak. Seringkali, wajib pajak tidak merasa memiliki utang pajak karena telah melakukan kewajiban pajak dengan baik. Ketika ditanyakan kepada wajib pajak mengenai utang pajak, boleh jadi masih banyak wajib pajak yang belum mengetahuinya. Lalu, apa sebenarnya penyebab timbulnya utang pajak?

Sanksi Administrasi

Secara umum, ‘utang pajak’ atau disebut juga ‘tunggakan pajak’ muncul ketika ada tagihan pajak yang masih harus dibayar oleh wajib pajak. Kemudian pertanyaan berikutnya, apa yang menyebabkan timbulnya tagihan pajak yang masih harus dibayar oleh wajib pajak tersebut?

Secara garis besar, kewajiban pajak yang melekat pada wajib pajak setelah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah membayar pajak dan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa dan/atau Tahunan. Adapun jenis-jenis pajak yang menjadi kewajiban pajak bagi wajib pajak bisa dilihat di Surat Keterangan Terdaftar (SKT) yang akan diterima oleh wajib pajak setelah mendaftar sebagai wajib pajak.

Sebagai acuan waktu pembayaran dan pelaporan, peraturan perpajakan telah mengatur tentang jangka waktu pembayaran/penyetoran pajak serta pelaporan SPT Masa dan Tahunan untuk tiap-tiap jenis pajak. Jangka waktu ini yang harus dipenuhi oleh wajib pajak jika tidak ingin dikenakan sanksi administrasi berupa denda keterlambatan pelaporan dan/atau bunga atas pajak yang tidak atau kurang dibayar.

Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), sanksi administrasi berupa denda akibat keterlambatan pelaporan SPT Masa adalah sebesar Rp500.000,- (lima ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Rp100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk SPT Masa lainnya. Sementara sanksi administrasi berupa denda akibat keterlambatan pelaporan SPT Tahunan PPh adalah sebesar Rp1.000.000,- (satu juta rupiah) untuk wajib pajak badan dan Rp100.000,- (seratus ribu rupiah) untuk wajib pajak orang pribadi.

Selanjutnya, jika wajib pajak tidak melakukan pembayaran pajak yang menjadi kewajibannya atau hanya membayar sebagian dari pajak yang menjadi kewajibannya, maka wajib pajak akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan untuk paling lama 24 bulan dari pajak yang masih harus dibayar. Jumlah sanksi administrasi dapat semakin besar jika wajib pajak memenuhi salah satu atau lebih kondisi sebagai berikut:

  • wajib pajak tidak menyampaikan SPT dan telah ditegur secara tertulis;
  • berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen);
  • kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 (penyelenggaraan pembukuan) atau Pasal 29 (terkait pemeriksaan pajak) tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.

Selain itu ada juga sanksi administrasi yang disebabkan karena tidak terpenuhinya kewajiban pajak oleh wajib pajak dengan kewajiban pajak tertentu, misalnya wajib pajak yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu.

Konsekuensi utang pajak

Adapun mekanisme penerbitan surat yang menjadi dasar tagihan kepada wajib pajak secara umum adalah:

  • melalui pengawasan pembayaran dan pelaporan, dengan penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP);
  • melalui proses pemeriksaan pajak, dengan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang bayar (SKPKB) dan STP.

Jika wajib pajak tidak membayar STP dan/atau SKPKB sampai dengan jangka waktu yang telah ditentukan, maka atas wajib pajak tersebut telah timbul utang pajak. Sebagai konsekuensi dari timbulnya utang pajak ini, atas wajib pajak dapat dilakukan tindakan penagihan pajak oleh Juru Sita Pajak Negara dengan tahapan sebagai berikut:

  • Surat Teguran, diterbitkan 7 (tujuh) hari setelah tanggal jatuh tempo pembayaran STP atau SKPKB;
  • Surat Paksa, diterbitkan apabila 21 (dua puluh satu) hari setelah disampaikannya Surat Teguran, wajib pajak belum melunasi utang pajak;
  • Surat Sita, diterbitkan apabila dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberitahukannya Surat Paksa, wajib pajak belum  juga melunasi utang pajak;
  • Pengumuman lelang, dilakukan apabila dalam waktu sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari setelah dilakukannya penyitaan, wajib pajak belum juga melunasi utang pajak.
  • Lelang, dilakukan sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari setelah dilakukan pengumuman lelang.

Pada akhirnya, hal terpenting adalah bahwa wajib pajak harus memahami kewajiban perpajakan yang melekat pada wajib pajak setelah memiliki NPWP serta secara konsisten melaksanakan kewajiban perpajakan tersebut sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Jika ada hal-hal yang masih menimbulkan keraguan terkait pelaksanaan kewajiban perpajakan, jangan ragu untuk bertanya ke kantor pajak. Saat ini kantor pajak sudah menyediakan layanan informasi melalui berbagai sarana komunikasi seperti telepon, surat elektronik, chat pajak, dan layanan tatap muka di kantor pajak. Dengan konsisten melaksanakan kewajiban perpajakan, maka kesadaran pajak dapat tumbuh dalam diri wajib pajak. Hal positif ini tentunya dapat juga ditularkan kepada wajib pajak lainnya dan masyarakat calon wajib pajak. Pajak kuat, Indonesia maju.

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.