Pedagang Online yang Rela Bayar Pajak

Oleh: Gania Hariani H., pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Beberapa saat yang lalu publik diramaikan dengan berita viral tentang penjual (seller) Shopee yang menerima surat dari kantor pajak dan dikenakan ‘tagihan’ puluhan juta. Respons masyarakat terutama mereka yang membuka toko di pasarloka (marketplace) beragam. Sebagian besar menunjukkan kecemasan dan bertanya-tanya.
Sebuah grup komunitas yang terbentuk di Facebook yang menghimpun para pemilik lapak di Shopee acapkali mengangkat isu-isu terkait pajak. Grup ini awalnya dibentuk dengan tujuan mewadahi para pedagang baik yang sudah lama memiliki toko di pasarloka Shopee maupun para pemula. Siapapun bisa bergabung, menanyakan kendala yang dihadapi dalam mengelola toko masing-masing dan berharap mendapatkan masukan dari anggota lain. Termasuk ketika pelapak membutuhkan informasi terkait aspek perpajakan.
Sepanjang tahun 2021 kantor pelayanan pajak (KPP) serentak menerbitkan surat klarifikasi data sekaligus imbauan dengan sasaran para pemilik toko di Shopee, Tokopedia, Bukalapak serta pasarloka lain.
Sultoni Dahlan, salah satu pelapak yang bergabung di grup tersebut, menanyakan surat yang ia peroleh. Kop surat yang ia unggah tertulis nama dan alamat salah satu kantor pelayanan pajak. Pertanyaan awal Sultoni adalah tentang keaslian surat tersebut. Ia ragu, di tengah maraknya modus penipuan, apakah surat tersebut benar-benar dari kantor pajak.
Ragam komentar yang ia terima. Sebagian kecil memastikan bahwa surat tersebut berbalut penipuan, tak mungkin dari kantor pajak. Namun, sebagian besar komentar meyakinkannya bahwa surat tersebut asli.
Asli itu, saya juga dapat kok. Demikian salah satu komentar yang terbaca.
Itu kan disuruh datang ke kantor pajak. Tinggal datangi alamat di kop surat, buktikan asli apa tidak. Tulis yang lain. Saran paling logis memang, toh tak ada ruginya mendatangi alamat yang tercantum sehingga kejelasan bisa diperoleh.
Fahreza, pedagang lain, suatu ketika membuka diskusi hingga terbaca di beranda akun media sosial, "Memangnya penjualan online dikenakan pajak? Apakah pajak yang dikenakan begitu besar seperti kasus yang viral tempo hari?"
Sementara Amalia Fajriati menanyakan perihal pajak yang menurut pemahamannya telah dipungut oleh pihak Shopee, "Bukannya potongan dari Shopee sudah besar sekali, katanya sudah termasuk pajak. Masa masih harus bayar lagi sih?"
Awalnya saya bergabung dengan grup ini untuk mempelajari bagaimana memilih produk yang atraktif bagi pembeli dan potensial menguntungkan, juga demi mendapatkan ilmu pemasaran di pasarloka. Keinginan untuk membuka sembilan pintu rezeki lewat berdagang masih terbesit di angan. Sayangnya, sampai saat ini akun yang saya miliki hanya untuk keperluan belanja daring.
Seiring berjalannya waktu, unggahan terkait perpajakan yang sering muncul di beranda menarik untuk dicermati. Seberapa luas pemahaman masyarakat mengenai peraturan perpajakan terkait penjualan daring mengusik perhatian saya.
Saya pun meluangkan sedikit waktu untuk menelusuri setiap unggahan topik terkait pajak. Apa yang saya temukan membuat saya sangat terkesan, ternyata cukup banyak pelapak yang memiliki pemahaman memadai tentang peraturan perpajakan. Melihat nama akun Facebook yang berbeda-beda, saya meyakini populasi masyarakat paham pajak peningkatannya menggembirakan.
Para pemilik akun yang telah paham dan sadar pajak ini muncul menjawab setiap pertanyaan, menjelaskan ketidakpahaman pelapak lain, juga mengklarifikasi kesimpangsiuran informasi. Beberapa di antaranya menuliskan komentar yang tegas untuk meluruskan asumsi dan kesalahan informasi yang sebelumnya diterima. Menyebutkan peraturan perpajakan yang berlaku, lengkap dengan tarif, syarat pengenaan, serta tata cara pembayaran pajak dan pelaporannya (SPT).
Bahkan, telah banyak yang menjelaskan di kolom komentar mengenai peraturan terbaru yang tertuang dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan tentang batasan pengenaan pajak penghasilan (PPh) bagi orang pribadi pengusaha dengan peredaran bruto tertentu (wajib pajak OP PP 23).
Tahun 2022 yang omsetnya belum mencapai 500 juta tidak dikenakan pajak kok.
Tenang, sekarang bebas pajak kalau penjualannya ngga sampai 500 juta setahun.
Seorang kawan Account Representative (AR) bercerita. Salah satu wajib pajak yang diketahui memiliki data penjualan perlengkapan muslimah di Shopee sigap merespon dengan cara menghubungi nomor petugas AR yang tercantum dalam surat yang ia terima. Ia mengaku belum memahami sepenuhnya kewajibannya sebagai pengusaha, sekalipun telah memilki NPWP. Selama ini ia belum pernah melaporkan SPT Tahunan Orang Pribadi maupun membayar PPh dari usahanya. Ia pun bersedia membayar PPh yang terutang sejak tahun sebelumnya dengan nilai 0,5% dari omset yang diakuinya.
AR yang lain menyebutkan, seorang penjual perlengkapan bayi di Shopee yang ia surati baru merespons setelah dihubungi melalui telepon. “Saya tidak tahu kalau jualan online juga dikenakan pajak, Bu,” demikian jawabnya di telepon.
Lapaknya sudah berjalan selama tiga tahun dan akhirnya ia bersedia membayar PPh setelah mendapat penjelasan lengkap. Sementara salah seorang wajib pajak yang saya ampu mengaku sudah paham tentang kewajibannya membayar pajak. Hanya saja ia belum menunaikannya selama ini. “Saya ini bingung Bu, nanya ke kantor pajak deket sini (KP2KP) katanya disuruh laporan online. Bayarnya harus bikin apa ya, Bu. Ngga bisa langsung bayar aja pokoknya. Saya kan ngga ngerti yang gitu-gitu.”
Tidak dimungkiri masalah pemahaman ini masih menjadi pekerjaan rumah terbesar kita. Sosialisasi lewat berbagai lini dan pintu harus terus digencarkan dan meluas sehingga menyentuh seluruh masyarakat. Peran para pelapak terutama di komunitas-komunitas penjual daring yang telah lebih dulu mengetahui dan melaksanakan kewajibannya bisa kita manfaatkan sebagai representasi duta pajak yang sesungguhnya. Siapa lagi yang lebih meyakinkan dibanding sesama pengusaha daring?
Saya sudah membayar pajak 0,5% sejak lama kok.
Bayar PPh dan lapor SPT sudah rutin saya lakukan.
Demikian beberapa komentar yang berhasil saya tangkap, menerbitkan rasa lega.
Omset ngga perlu nunggu ratusan juta, berapapun memang harus kena pajak. Tinggal kalikan tarif.
Ah, pajak saya naik turun tiap bulan ngikutin omset. Kalau pas laku banyak, bayarnya juga banyak. Tapi kalau laku sedikit seperti bulan lalu ya bayarnya cuma dikit.
Saya terkesan dengan antusiasme pelapak yang telah sadar pajak. Seandainya DJP memiliki sarana khusus untuk mewadahi dan memfasilitasi para pelapak daring untuk menyerukan ajakan sadar pajak secara persuasif, maka semakin sedikit pengusaha yang ketakutan atau mengabaikan surat dari kantor pajak.
Niscaya pula semakin sedikit pelapak yang mengunggah komentar, "Saya baru terima surat cinta dari pajak. Bikin orang tak bisa tidur saja itu kantor pajak. Semua kok dipajekin!"
*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
- 504 kali dilihat