“Penggunaan NIK sebagai NPWP tidak serta merta menyebabkan orang pribadi membayar pajak,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam acara sosialisasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta (Selasa, 14/12).

Sri Mulyani juga menuturkan bahwa penggunaan nomor identitas tunggal di negara lain sangat memudahkan para penduduknya untuk memanfaatkan layanan publik ataupun menjalankan kewajibannya di negara tersebut. “Waktu saya sekolah di Amerika Serikat, saya diberikan Sosial Security Number (SSN) sebagai nomor mahasiswa. Sampai pulang lagi ke Indonesia, dan balik ke Amerika lagi, itu masih sama dengan nomor mahasiswa dan SSN saya,” kenang Sri Mulyani, “Jadi NIK itu unik dan terus dipakai semenjak ia lahir hingga meninggal. Tidak perlu setiap ada urusan KTP, nomornya lain, paspor, pajak, atau bea cukai nomornya lain. Jadi kita pakai satu nomor yaitu NIK,” imbuhnya.

“Tujuan integrasi ini adalah untuk kemudahan dan kesederhanaan,” terang Sri Mulyani dalam acara yang juga disaksikan oleh lebih dari tiga ribu penonton di kanal Youtube DitjenPajakRI siang itu.

Seperti diketahui, saat ini Wajib Pajak Orang Pribadi wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk mendapatkan NPWP. Dengan ketentuan baru dalam UU HPP ini, maka Wajib Pajak Orang Pribadi diberi kemudahan untuk mendapatkan NPWP, karena NIK sudah berfungsi sebagai NPWP.

Pemberlakuan ini akan memperkuat reformasi administrasi perpajakan yang sedang berlangsung. Pemberlakuan NIK menjadi NPWP juga akan mengintegrasikan sistem administrasi perpajakan dan mempermudah Wajib Pajak Orang Pribadi untuk memperoleh NPWP.

Saat ini DJP terus berkoordinasi dengan Ditjen Dukcapil Kemendagri untuk kesiapan implementasi dari ketentuan ini. Integrasi NIK dengan NPWP rencananya akan mulai berlaku efektif pada 2023.