Pegawai Pajak Masuk Neraka?

Oleh: Gusfahmi Arifin, Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Banyak pegawai pajak, khususnya pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terhenyak ketika beredar video dimedia sosial seperti youtube, facebook dan lain-lain dari beberapa orang ustadz/muballigh menyatakan bahwa pajak itu haram dan pegawai pajak masuk neraka. Dalil yang dipakai sebagai rujukan pada umumnya adalah hadits berikut:

 

  عن عبد الرحمن  بن شماسة، قال: سمعت عقيبة بن عامر يقول: سمعت رسول الله ص.ع.س يقول: "لا يد خل الجنة صاحب مكس". قال أبو محمد: يعني عشارا. (رواه  ابى داود: ٢٩٣٧، الدارمي-١٦٦٨)

 

Dari Abdurrahman bin Abu Syamasah, ia berkata: Aku mendengar Uqbah bin Amir berkata, "Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Tidak akan masuk surga orang yang menarik sesuatu tanpa hak". (HR Abu Daud no.2937 dan Darimi no. 1668).

Hadits inilah yang sering dipakai oleh para Ustadz/muballigh untuk mengatakan bahwa pajak itu haram dan pegawai pajak masuk neraka. Mereka menerjemahkan hadits, صاحب مكس artinya Pegawai Pajak. Benarkah Shahibu Maks sama dengan Pegawai pajak? 

Menurut DR.Yusuf Qardhawi dalam kitab Fiqhuz Zakah, (kitab asli halaman 604, kitab terjemahan halaman 1093):

في ((اللسان)): المكس دراهم كانت تؤخذ من بائع السلع في الأسوق الجاهلية. (لسان العرب، لابن منظور، ص. ١١٠)

Maks menurut bahasa adalah uang yang dipungut dari pedagang di pasar zaman jahiliyah. (Lisanul Arab, Ibnu Manzhir, hal.110).Ibnu Al arabi berkata:"Maks itu ialah uang yang dipungut oleh pemungut sedekah setelah selesai pemungutan zakat.Maks berarti juga pegawai (amil zakat) yang berbuat aniaya dalam pekerjaannya, ia berbuat zalim kepada pemilik harta, lalu ia pungut dari mereka sesuatu yang bukan haknya atau ia pergunakan harta Allah yang ia kumpulkan dan itu bukan haknya, tapi hak fakir miskin dan mustahiq lainnya (Qardhawi, Fiqhuz Zakah, hal.1093). 

Ada lagi arti lain dari kata Maks, dan mungkin arti yang paling tepat. Yang dimaksud dengan maks ialah pajak-pajak yang kejam, yang berlaku pada waktu munculnya Islam. Pajak tersebut dipungut, bukan pada haknya. Bebannya tidak dibagikan secara adil. Pajak-pajak ini tidak dipergunakan untuk membiayai kepentingan rakyat, tapi untuk kepentingan raja-raja, para penguasa, kesenangan mereka dan para pengikut mereka.(Fiqhuz Zakah, hal.1094). 

Adapun pajak-pajak yang diwajibkan dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Ulama, dan dipergunakan untuk membiayai anggaran belanja negara, menanggulangi kebutuhan negara untuk produksi dan pelayanan, juga untuk membiayai keperluan militer, ekonomi, kebudayaan dan lain-lain. Juga untuk membangun dalam segala lapangan sehingga yang bodoh bisa belajar, penganggur memperoleh pekerjaan, yang kelaparan bisa makan, yang takut merasa aman dan yang sakit dapat diobati. Adapun pajak-pajak yang mempunyai tujuan seperti itu tidak diragukan lagi dibolehkan dalam Islam, bahkan sekarang diwajibkan. Pemerintah Islam berhak mewajibkan pajak dan memungutnya dari rakyat sesuai kebutuhan. (Fiqhuz Zakah, hal.1094-1095). Dengan demikian, penerjemahan Shahibu Maks menjadi Pegawai Pajak adalah keliru. 

Lebih keliru lagi kalau ada Ustadz/Muballigh yang mengatakan bahwa "petugas pajak masuk neraka" dengan alasan tidak ada di zaman Nabi Muhammad Saw.  Berdasarkan perintah Allah Swt dalam QS.At Taubah (9):29 tentang Perintah memungut Jizyah (Pajak) kepada ahlul kitab, maka Rasulullah menunjuk Shahabat2 beliau seperti Khalid Bin Walid untuk memungut Jizyah kepada Ukaidir di Dumah.

عن أنس بن مالك، و عن عثمان بن أبي سليمان، أن النبي ص.ع.س. بعث خالد بن الوليد إلى أكيدر دومة، فأخذ، فأتوه به، فحقن له دمه، وصالحه على الجزية. (رواه ابو داود، رقم ٣٠٣٧(

Dari Anas bin Malik dan Utsman bin Abu Sulaiman, Rasulullah SAW mengutus Khalid bin Walid kepada Ukaidir di Dumah. Lalu dibawalah Ukaidir kepada beliau, beliau pun menjaga darah (jiwa) Ukaidir dengan perdamaian -berupa- membayar upeti/pajak ( HR Abu Daud no.3037).  

Rasulullah Saw juga pernah mengutus Mu'adz ke Yaman guna mengambil pajak:

عن معاذ، أن النبي ص.ع.س. لما وجهه إلى اليمن، أمره أن يأخذ من كل حالم، - يعني: محتلما- دينارا، أو عدله من المعافري، ثياب تكون باليمن. (رواه أبو داود :٣٠٣٨(

Dari Mu'adz: Nabi SAW mengutusnya ke Yaman guna mengambil (pajak) dari setiap manusia yang telah baligh sebanyak satu dinar, atau menggantinya dengan pakaian mu'afiri (jenis pakaian di Yaman). ( HR Abu Daud no.3038). 

Dengan demikian, pernyataan bahwa petugas pajak masuk neraka tentu tidak berdasar karena Shahabat Nabi pun ada yang diangkat sebagai petugas Jizyah (pajak).(*)

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi di mana penulis bekerja.