SIARAN PERS

KANWIL DJP JAWA TIMUR II

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

KEMENTERIAN KEUANGAN

 

Jumat, 9 Oktober 2015 – Direktorat Jenderal Pajak kembali berhasil melakukan tindakan penyanderaan terhadap Penunggak Pajak. Kantor Wilayah DJP Jawa Timur II bekerja sama dengan Kepolisian Republik Indonesia dan Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, pada tanggal 8 Oktober melakukan penyanderaan (Gijzeling) terhadap :

  1. 2 (dua) Penanggung Pajak PT SSTI yaitu WW (Direktur) dan TH (Komisaris). PT. SSTI terdaftar di KPP Pratama Mojokerto, bergerak di bidang industri rokok kretek. Dalam catatan administrasi KPP Pratama Mojokerto, PT. SSTI mempunyai tunggakan pajak sebesar Rp2,569 miliar. Hutang pajak tersebut merupakan hasil pemeriksaan tahun pajak  2005. Wajib Pajak pernah melakukan upaya hukum atas hasil pemeriksaan tersebut dengan mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar, akan tetapi permohonan tersebut ditolak oleh DJP. Penangkapan TH berlangsung di kota Mojokerto, sedangkan WW di Surabaya.  Saat ini WW dan TH dijebloskan ke Lapas Porong Klas 1 Surabaya.
  2. Seorang penanggung pajak PT SM yaitu ABL yang menjabat sebagai Komisaris PT. SM terdaftar di KPP Pratama Gresik Utara, bergerak di bidang industri barang bangunan dari kayu. Dalam catatan administrasi KPP Pratama Gresik Utara, PT. SM mempunyai tunggakan pajak sebesar Rp4,072 miliar. Hutang pajak tersebut merupakan hasil pemeriksaan tahun pajak 2006 dan tahun 2007. Penangkapan  ABL berlangsung di kota Surabaya dan saat ini  ABL dijebloskan ke Lapas Porong Klas 1 Surabaya.

Sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 tahun 2000, Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu. Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak yang mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya 100 (seratus) juta rupiah dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak. Penyanderaan dilakukan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang untuk selama-lamanya 6 (enam) bulan serta dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan yang diterbitkan oleh Kepala KPP setelah mendapat izin tertulis dari Menteri Keuangan atau Gubernur.

Penyanderaan Penanggung Pajak mencakup orang pribadi atau badan. Untuk badan dikenakan atas mereka yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut UU Perpajakan. Termasuk dalam pengertian wakil bagi Wajib Pajak Badan adalah Pengurus, Komisaris dan Pemegang Saham sesuai ketentuan dalam Pasal 32 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Penanggung pajak yang disandera dapat dilepaskan apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak telah dibayar lunas, jangka waktu yang ditetapkan dalam Surat Perintah Penyanderaan telah terpenuhi, berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau berdasarkan pertimbangan tertentu Menteri Keuangan/Gubernur.

Pada prinsipnya penagihan pajak dilakukan dengan memperhatikan itikad baik Wajib Pajak dalam melunasi utang pajaknya. Semakin baik dan nyata itikad Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya maka tindakan penagihan pajak secara aktif (hard collection) dengan pencegahan ataupun penyanderaan tentu dapat dihindari oleh Wajib Pajak. Komunikasi dengan KPP dalam rangka menyelesaikan utang pajaknya merupakan langkah awal Wajib Pajak untuk bersikap kooperatif.

Ditjen Pajak mengimbau kepada Wajib Pajak yang masih mempunyai utang pajak agar segera memanfaatkan Tahun Pembinaan Wajib Pajak 2015 karena Sanksi Bunga Penagihan sesuai Pasal 19 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dapat dihapuskan seluruhnya.

Kepala Kantor Wilayah DJP Jawa Timur II

Ttd

Nader Sitorus