Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Khusus mencatat kinerja penerimaan yang solid hingga 31 Oktober 2025. Total penerimaan pajak mencapai Rp212,76 triliun, didukung oleh sektor-sektor strategis dan tingkat kepatuhan wajib pajak yang semakin membaik.

Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus menyampaikan bahwa PPh Nonmigas membukukan Rp81,62 triliun atau tumbuh 9,05%, diikuti PPh Migas sebesar Rp21,95 triliun. Penerimaan PPN dan PPnBM mencapai Rp70,83 triliun dengan pertumbuhan 0,93%, sementara PBB dan BPHTB tumbuh signifikan 32,53% menjadi Rp14,60 triliun.

“Capaian Rp212,76 triliun hingga Oktober 2025 adalah bukti bahwa aktivitas ekonomi tetap terjaga. Kami berkomitmen meningkatkan pengawasan berbasis risiko, memperkuat pelayanan, dan menjaga integritas penerimaan demi mendukung stabilitas fiskal nasional,” ujar Irawan.

Kinerja penerimaan Kanwil DJP Jakarta Khusus ini sejalan dengan hasil pemantauan fiskal dalam laporan ALCo nasional. Secara makro, perekonomian Jakarta tumbuh 4,96% meski mulai dihadapkan pada inflasi tinggi dan defisit neraca perdagangan.

Di tingkat nasional, APBN hingga Oktober 2025 berada dalam posisi defisit, dipengaruhi pelemahan penerimaan di tengah belanja pemerintah yang meningkat 9,83%. Belanja perlindungan sosial, belanja gizi nasional, belanja modal pertahanan, serta subsidi energi menjadi penggerak utama belanja negara.

Di sisi perpajakan nasional, pajak mulai menunjukkan tren positif sejak April, meski masih tertekan oleh tingginya restitusi, insentif fiskal, serta transisi menuju sistem administrasi perpajakan baru. Penerimaan kepabeanan dan cukai mencapai Rp18,43 triliun, sementara PNBP nasional turun menjadi Rp338,24 triliun. Sebaliknya, PNBP aset dan lelang DJKN meningkat hingga Rp656,12 miliar.

Secara keseluruhan, sinergi fiskal pusat dan daerah, termasuk kontribusi signifikan penerimaan pajak dari Kanwil DJP Jakarta Khusus, menjadi kunci dalam menjaga pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan.