MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 26/PMK.010/2005
TENTANG
PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG UNTUK KEGIATAN USAHA PANAS BUMI
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang |
: |
a. |
Bahwa untuk mendorong kegiatan usaha di bidang panas bumi, dipandang perlu memberikan pembebasan Bea Masuk atas impor barang yang dipergunakan untuk kegiatan pengusaha sumberdaya panas bumi; |
|
|
|
b. |
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaiman dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Barang Untuk Kegiatan Usaha Panas Bumi; |
|
Mangingat |
: |
1. |
Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612); |
|
|
|
2. |
Undang-Undang Nomor 27 tahun 2003 tentang Panas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4327); |
|
|
|
3. |
Keputusan Presiden Nomor 187 / M Tahun 2004; |
|
|
|
4. |
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 547/KMK.01/2003 tentang Penetapan Tarip Bea Masuk Atas Barang Impor; |
|
|
|
|
MEMUTUSKAN :
|
|
Menetapkan |
: |
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BARANG UNTUK KEGIATAN USAHA PANAS BUMI. |
||
|
|
Pasal 1 Atas impor yang dipergunakan untuk kegiatan usaha panas bumi, sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini, diberikan pembebasan Bea Masuk sehingga tariff akhir Bea Masuk menjadi 0% (nol persen). |
||
|
|
Pasal 2 Pembebasan Bea Masuk sebagaiman dimasukd dalam Pasal 1 hanya diberikan kepada Badan Usaha yang mendapat Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) atau Ijin Usaha Pertambangan Panas Bumi, dan PT. Pertamina (Persero). |
||
|
|
(1) |
Pasal 3 Permohonan pembebasan Bea Masuk sebagaiman dimaksud dalam Pasal 1 diajukan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Mineral, Batubara, dan Panasbumi, Departemen Energi dan Sumber daya Mineral. |
|
|
|
(2) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan Rencana Impor Barang (RIB) yang akan dimintakan fasilitas pembebasan bea masuknya. |
|
|
|
(3) |
Salinan RIB sebagaiman dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Direktur Jenderal Mineral, Batubara dan Panasbumi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. |
|
|
|
(4) |
RIB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat elemen data sebagai berikut :
|
|
|
|
|
a. |
Nomor dan tanggal RIB; |
|
|
|
b. |
Nama Perusahaan; |
|
|
|
c. |
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); |
|
|
|
d. |
Aklamat; |
|
|
|
e. |
Wilayah Kerja; |
|
|
|
f. |
Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tempat Pemasukan Barang; |
|
|
|
g. |
Pos Tarif; |
|
|
|
h. |
Uraian Barang; |
|
|
|
i. |
Jumlah / Satuan Barang; |
|
|
|
j. |
Perkiraan Harga / Nilai Impor; |
|
|
|
k. |
Pimpinan Perusahaan. |
|
|
Pasal 4 Direktur Jenderal Bea dan Cukai atas nama Menteri Keuangan menerbitkan Keputusan Menteri Keuangan tentang pemberian pembebasan Bea Masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dengan berpedoman pada daftar Barang-barang sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini. |
||
|
|
Pasal 5 Direktur Jenderal Bea dan Cukai diinstruksikan untuk melaksanakan ketentuan dalam Peraturan Menteri Kuangan ini. |
||
|
|
Pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan sampai dengan tanggal 15 Juli 2006 dan mempunyai daya laku surut sejak tanggal 22 Oktober 2003. |
||
|
|
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. |
||
|
|
Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 27 April 2005 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
JUSUF ANWAR
|