Peraturan Dirjen Pajak
PER-12/PJ/2025
Tanggal Peraturan
 
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
 
 
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER-12/PJ/2025

TENTANG

BATASAN KRITERIA TERTENTU PIHAK LAIN
SERTA PENUNJUKAN PIHAK LAIN, PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN
PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PEMANFAATAN BARANG
KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD DAN/ATAU JASA KENA PAJAK DARI LUAR
DAERAH PABEAN DI DALAM DAERAH PABEAN MELALUI PERDAGANGAN
MELALUI SISTEM ELEKTRONIK DALAM RANGKA PELAKSANAAN
SISTEM INTI ADMINISTRASI PERPAJAKAN

 
 
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
 
Menimbang : a.
bahwa dalam rangka pelaksanaan sistem inti administrasi perpajakan Direktorat Jenderal Pajak, perlu dilakukan penyesuaian ketentuan mengenai batasan kriteria tertentu pihak lain serta penunjukan pihak lain, pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak pertambahan nilai atas pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dan/atau jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean melalui perdagangan melalui sistem elektronik;
    b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, serta untuk pelaksanaan lebih lanjut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Batasan Kriteria Tertentu Pihak Lain serta Penunjukan Pihak Lain, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan;
       
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi UndangUndang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
    2.  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
    3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 771);
    4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 124 Tahun 2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 1063);
    5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 Tahun 2024 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor Barang Kena Pajak, Penyerahan Barang Kena Pajak, Penyerahan Jasa Kena Pajak, Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean, dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 1065);
       

MEMUTUSKAN:
 
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG BATASAN KRITERIA TERTENTU PIHAK LAIN SERTA PENUNJUKAN PIHAK LAIN, PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PEMANFAATAN BARANG KENA PAJAK TIDAK BERWUJUD DAN/ATAU JASA KENA PAJAK DARI LUAR DAERAH PABEAN DI DALAM DAERAH PABEAN MELALUI PERDAGANGAN MELALUI SISTEM ELEKTRONIK DALAM RANGKA PELAKSANAAN SISTEM INTI ADMINISTRASI PERPAJAKAN.
     
    BAB I
    KETENTUAN UMUM
     
    Pasal 1
   
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
    1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
    2. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
    3. Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak pertambahan nilai sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
    4. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku undang-undang yang mengatur mengenai kepabeanan.
    5. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik.
    6. Perdagangan Melalui Sistem Elektronik adalah perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik.
    7. Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
    8. Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai
    9. Pemanfaat Barang adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan yang membayar atau seharusnya membayar penggantian atas Barang Kena Pajak tidak berwujud karena pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean melalui Sistem Elektronik.
    10. Pemanfaat Jasa adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan Jasa Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar penggantian atas Jasa Kena Pajak karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean melalui Sistem Elektronik.
    11. Pedagang Luar Negeri adalah orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di luar Daerah Pabean yang melakukan transaksi dengan Pemanfaat Barang di dalam Daerah Pabean melalui Sistem Elektronik.
    12. Penyedia Jasa Luar Negeri adalah orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di luar Daerah Pabean yang melakukan transaksi dengan Pemanfaat Jasa di dalam Daerah Pabean melalui Sistem Elektronik.
    13. Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik adalah pelaku usaha penyedia sarana komunikasi elektronik yang digunakan untuk transaksi perdagangan.
    14. Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik Dalam Negeri adalah Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di dalam Daerah Pabean.
    15. Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik Luar Negeri adalah Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di luar Daerah Pabean.
    16. Pelaku Usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik adalah orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan usaha di bidang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang terdiri atas Pedagang Luar Negeri, Penyedia Jasa Luar Negeri, Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik Luar Negeri, dan/atau Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik Dalam Negeri.
    17. Pihak Lain adalah pihak yang terlibat langsung atau memfasilitasi transaksi antarpihak yang bertransaksi yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk melakukan pemotongan, pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 32A Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
    18. Pihak Lain Dalam Negeri adalah Pihak Lain yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di dalam Daerah Pabean.
    19. Pihak Lain Luar Negeri adalah Pihak Lain yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di luar Daerah Pabean.
    20. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
    21. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
    22. Portal Wajib Pajak adalah sarana wajib pajak untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan secara elektronik pada laman Direktorat Jenderal Pajak.
    23. Collecting Agent adalah agen penerimaan meliputi bank persepsi, pos persepsi, bank persepsi valas, lembaga persepsi lainnya, atau lembaga persepsi lainnya valas yang ditunjuk oleh kuasa bendahara umum negara pusat untuk menerima setoran penerimaan negara.
    24. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
    25. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
         
    Pasal 2
    (1) Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
    (2) Pajak Pertambahan Nilai yang dikenakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Pelaku Usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang ditunjuk sebagai Pihak Lain.
    (3)
Pihak Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Pelaku Usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
    (4) Atas pemanfaatan barang tidak berwujud dan/atau jasa yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai, dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, atau tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai, dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
       
    BAB II
    PENUNJUKAN PIHAK LAIN
       
    Pasal 3
    (1) Direktur Jenderal Pajak menunjuk Pelaku Usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik sebagai Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) terhadap Pelaku Usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang telah memenuhi batasan kriteria tertentu dengan menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
    (2) Penunjukan sebagai Pihak Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku pada awal bulan berikutnya setelah tanggal ditetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai penunjukan sebagai Pihak Lain.
    (3) Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
       
    Pasal 4
    (1) Batasan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) meliputi:
      a. nilai transaksi dengan Pemanfaat Barang dan/atau Pemanfaat Jasa di Indonesia melebihi Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun atau Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dalam 1 (satu) bulan; dan/atau
      b. jumlah traffic atau pengakses di Indonesia melebihi 12.000 (dua belas ribu) dalam 1 (satu) tahun atau 1.000 (seribu) dalam 1 (satu) bulan.
       
    Pasal 5
    (1) Pelaku Usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang belum ditunjuk sebagai Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), tetapi memilih untuk ditunjuk sebagai Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), dapat menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur Jenderal Pajak.
    (2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara langsung ke kantor pelayanan pajak atau melalui Portal Wajib Pajak atau laman lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak.
    (3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjadi pertimbangan bagi Direktur Jenderal Pajak untuk menunjuk Pelaku Usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik sebagai Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
    (4) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
       
    Pasal 6
    (1) Direktur Jenderal Pajak dapat mencabut penunjukan Pelaku Usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik sebagai Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) secara jabatan, dalam hal Pelaku Usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik tidak memenuhi batasan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 atau berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.
    (2) Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dapat menyampaikan pemberitahuan tidak memenuhi batasan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 kepada Direktur Jenderal Pajak.
    (3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat menjadi pertimbangan bagi Direktur Jenderal Pajak untuk mencabut penunjukan Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
    (4)
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara langsung ke kantor pelayanan pajak atau melalui Portal Wajib Pajak atau laman lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak.
    (5) Pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilakukan dengan menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak setelah dilakukan penelitian.
    (6) Pencabutan penunjukan sebagai Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) mulai berlaku pada tanggal penetapan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5). 
    (7) Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibuat menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
    (8) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
       
    Pasal 7
    (1) Pihak Lain Luar Negeri yang ditunjuk sebagai Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) diberikan nomor identitas perpajakan dalam bentuk Nomor Pokok Wajib Pajak sebagai sarana administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Pihak Lain Luar Negeri dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya.
    (2) Pihak Lain Dalam Negeri yang ditunjuk sebagai Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) diberikan status Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dengan menggunakan Nomor Pokok Wajib Pajak yang terdaftar.
    (3) Nomor identitas perpajakan dalam bentuk Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak dengan menerbitkan surat keterangan terdaftar dan kartu nomor identitas perpajakan.
    (4) Dalam hal terhadap Pihak Lain Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai pencabutan penunjukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5), nomor identitas perpajakan dalam bentuk Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihapus secara jabatan melalui penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
    (5) Surat keterangan terdaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
    (6) Kartu nomor identitas perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
       
    Pasal 8
    (1) Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai perubahan atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai penunjukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) secara jabatan atau berdasarkan permohonan Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dalam hal terdapat elemen data dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak dimaksud yang berbeda dengan keadaan yang sebenarnya.
    (2) Permohonan Pihak Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara langsung ke kantor pelayanan pajak atau melalui Portal Wajib Pajak atau laman lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak.
    (3) Dalam hal Keputusan Direktur Jenderal Pajak diterbitkan berdasarkan permohonan Pihak Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan dimaksud dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari setelah tanggal permohonan perubahan diterima.
    (4) Dalam hal Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penunjukan sebagai Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) tetap berlaku.
    (5) Permohonan Pihak Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
    (6) Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
         
    BAB III
    PEMUNGUTAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
     
    Pasal 9
    (1) Pajak Pertambahan Nilai yang wajib dipungut oleh Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) yaitu sebesar tarif sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dikalikan dengan dasar pengenaan pajak.
    (2) Dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu nilai lain sebesar 11/12 (sebelas per dua belas) dari nilai berupa uang yang dibayar oleh Pemanfaat Barang dan/atau Pemanfaat Jasa, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut.
    (3) Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada saat pembayaran oleh Pemanfaat Barang dan/atau Pemanfaat Jasa.
       
    Pasal 10
    (1) Atas transaksi yang dilakukan oleh Pedagang Luar Negeri atau Penyedia Jasa Luar Negeri yang ditunjuk sebagai Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) secara langsung kepada Pemanfaat Barang dan/atau Pemanfaat Jasa, Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) wajib dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Pedagang Luar Negeri atau Penyedia Jasa Luar Negeri dimaksud.
    (2) Atas transaksi yang dilakukan oleh Pedagang Luar Negeri atau Penyedia Jasa Luar Negeri melalui Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik Luar Negeri atau Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik Dalam Negeri, Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) wajib dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh Pedagang Luar Negeri, Penyedia Jasa Luar Negeri, Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik Luar Negeri, atau Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik Dalam Negeri yang:
      a. ditunjuk sebagai Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2); dan
      b. menerbitkan faktur penjualan (commercial invoice), tagihan (billing), tanda terima pemesanan (order receipt), atau dokumen sejenis.
    (3) Dalam hal pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang Pedagang Luar Negeri, Penyedia Jasa Luar Negeri, Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik Luar Negeri, atau Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik Dalam Negeri belum ditunjuk sebagai Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) wajib dipungut, disetor, dan dilaporkan sendiri oleh Pemanfaat Barang dan/atau Pemanfaat Jasa sesuai dengan ketentuan Pasal 3A ayat (3) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
       
      Pasal 11
    (1) Atas Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) membuat bukti pungut Pajak Pertambahan Nilai.
    (2) Bukti pungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa faktur penjualan (commercial invoice), tagihan (billing), tanda terima pemesanan (order receipt), atau dokumen sejenis, yang menyebutkan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan telah dilakukan pembayaran.
    (3) Penyebutan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dalam bukti pungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dicantumkan:
      a. secara terpisah dari dasar pengenaan pajak; atau
      b. sebagai bagian dari nilai pembayaran.
    (4) Faktur penjualan (commercial invoice), tagihan (billing), tanda terima pemesanan (order receipt), atau dokumen sejenis, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan dokumen yang dibuat sesuai dengan kelaziman usaha Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
    (5) Dalam hal pengusaha kena pajak sebagai Pemanfaat Barang dan/atau Pemanfaat Jasa bermaksud untuk mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar sebagaimana tercantum dalam bukti pungut Pajak Pertambahan Nilai, pengusaha kena pajak harus memberitahukan keterangan berupa nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak atau nomor induk kependudukan, atau alamat pos elektronik (email) Pemanfaat Barang dan/atau Pemanfaat Jasa yang terdaftar pada administrasi Direktorat Jenderal Pajak, kepada Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) untuk dicantumkan dalam bukti pungut Pajak Pertambahan Nilai.
    (6) Bukti pungut Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak sepanjang mencantumkan:
      a. nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak atau nomor induk kependudukan Pemanfaat Barang dan/atau Pemanfaat Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (5); atau
      b. alamat pos elektronik (email) Pemanfaat Barang dan/atau Pemanfaat Jasa yang terdaftar pada administrasi Direktorat Jenderal Pajak.
    (7) Dalam hal bukti pungut Pajak Pertambahan Nilai belum dapat mencantumkan nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak atau nomor induk kependudukan, atau alamat pos elektronik (email) sebagaimana dimaksud pada ayat (6), bukti pungut Pajak Pertambahan Nilai dimaksud termasuk dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak sepanjang dilampiri dengan dokumen yang membuktikan bahwa akun Pemanfaat Barang dan/atau Pemanfaat Jasa pada Sistem Elektronik Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) memuat:
      a. nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak atau nomor induk kependudukan Pemanfaat Barang dan/atau Pemanfaat Jasa; atau
      b. alamat pos elektronik (email) Pemanfaat Barang dan/atau Pemanfaat Jasa yang terdaftar pada administrasi Direktorat Jenderal Pajak.
    (8) Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam dokumen tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat (7) merupakan pajak masukan yang dapat dikreditkan oleh pengusaha kena pajak Pemanfaat Barang dan/atau Pemanfaat Jasa sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan pajak masukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-perundangan di bidang perpajakan.
       
    BAB IV
   
PENYETORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
       
    Pasal 12
    (1) Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) wajib menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) untuk setiap Masa Pajak paling lambat diterima oleh Collecting Agent pada akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan.
    (2) Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan menggunakan surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan surat setoran pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
    (3) Pihak Lain Dalam Negeri yang ditunjuk sebagai Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) melakukan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menggunakan mata uang rupiah.
    (4) Pihak Lain Luar Negeri yang ditunjuk sebagai Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) melakukan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menggunakan:
      a. mata uang rupiah, dengan menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada tanggal penyetoran; atau
      b. mata uang dolar Amerika Serikat.
    (5) Penggunaan mata uang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai dengan mata uang yang dipilih oleh Pihak Lain Luar Negeri yang ditunjuk sebagai Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) di akun Pihak Lain Luar Negeri dimaksud pada Portal Wajib Pajak atau laman lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak.
    (6) Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai dalam mata uang dolar Amerika Serikat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dilakukan ke kas negara melalui Collecting Agent yang dapat menerima penyetoran Pajak Pertambahan Nilai dalam mata uang dolar Amerika Serikat.
    (7) Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai yang dilakukan oleh Pihak Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui sebagai pelunasan kewajiban sesuai dengan tanggal setor yang tertera pada bukti penerimaan negara.
    (8)
Pajak Pertambahan Nilai yang telah dipungut oleh Pelaku Usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang telah dicabut penunjukannya sebagai Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5), tetapi belum disetorkan, wajib disetorkan ke kas negara.
    (9) Dalam hal batas akhir penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertepatan dengan hari libur, penyetoran dapat dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya.
    (10) Hari libur sebagaimana dimaksud pada ayat (9) yaitu hari Sabtu, hari Minggu, hari libur nasional, hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan pemilihan umum, atau hari yang ditetapkan sebagai cuti bersama secara nasional.
    (11) Hari libur sebagaimana dimaksud pada ayat (10) merupakan hari libur di Indonesia.
       
    BAB V 
   
PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
     
    Pasal 13
    (1) Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) wajib melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang telah dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan yang telah disetor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), paling lambat akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir, dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.
    (2) Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu:
      a. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pengusaha Kena Pajak, untuk Pihak Lain Dalam Negeri yang ditunjuk sebagai Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan merupakan pengusaha kena pajak;
      b. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dan Pihak Lain yang Bukan Merupakan Pengusaha Kena Pajak, untuk Pihak Lain Dalam Negeri yang ditunjuk sebagai Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan bukan merupakan pengusaha kena pajak; atau
      c. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, untuk Pihak Lain Luar Negeri yang ditunjuk sebagai Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
    (3) Kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Pihak Lain Luar Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, tetap berlaku dalam hal tidak terdapat pemungutan dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai dalam suatu Masa Pajak.
    (4) Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk elektronik dan disampaikan melalui Portal Wajib Pajak atau laman lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak.
    (5) Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c menggunakan Bahasa Indonesia dan/atau Bahasa Inggris.
    (6) Atas penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) diberikan bukti penerimaan elektronik.
    (7) Bukti penerimaan elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (6) atas Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dibuat menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini
    (8) Dalam hal batas akhir pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertepatan dengan hari libur, pelaporan dapat dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya.
    (9) Hari libur sebagaimana dimaksud pada ayat (8) yaitu hari Sabtu, hari Minggu, hari libur nasional, hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan pemilihan umum, atau hari yang ditetapkan sebagai cuti bersama secara nasional.
    (10) Hari libur sebagaimana dimaksud pada ayat (9) merupakan hari libur di Indonesia.
     
    Pasal 14
    (1) Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a dan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dan Pihak Lain yang Bukan Merupakan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf b dibuat mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak mengenai ketentuan pelaporan Surat Pemberitahuan dalam rangka pelaksanaan sistem inti administrasi perpajakan.
    (2) Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai Perdagangan Melalui Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf c paling sedikit berisi:
      a. nama Pihak Lain dan nomor identitas perpajakan dalam bentuk Nomor Pokok Wajib Pajak;
      b. Masa Pajak yang bersangkutan; dan
      c. tanda tangan Pihak Lain atau kuasa Pihak Lain
    (3) Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, selain berisi data sebagaimana dimaksud pada ayat (2), memuat data mengenai:
      a. jumlah Pemanfaat Barang dan/atau Pemanfaat Jasa;
      b. jumlah pembayaran transaksi, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
      c. jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut; dan
      d. rincian transaksi Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut.
    (4) Rincian transaksi Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d paling sedikit memuat:
      a. nomor bukti pungut Pajak Pertambahan Nilai;
      b. tanggal bukti pungut Pajak Pertambahan Nilai;
      c. jumlah pembayaran transaksi, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai;
      d. jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
      e. nama Pemanfaat Barang atau Pemanfaat Jasa;
      f. Nomor Pokok Wajib Pajak atau nomor identitas kependudukan Pemanfaat Barang atau Pemanfaat Jasa, dalam hal bukti pungut Pajak Pertambahan Nilai mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak atau nomor identitas kependudukan dimaksud;
      g. nomor telepon Pemanfaat Barang atau Pemanfaat Jasa, dalam hal bukti pungut Pajak Pertambahan Nilai mencantumkan nomor telepon dimaksud; dan
      h. alamat pos elektronik (email) Pemanfaat Barang atau Pemanfaat Jasa.
    (5) Rincian transaksi Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berbentuk elektronik.
    (6) Contoh format Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai Perdagangan Melalui Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) beserta petunjuk pengisiannya, tercantum dalam Lampiran huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
       
    Pasal 15
    (1) Apabila dalam suatu Masa Pajak jumlah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang disetorkan kurang dari jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya disetor, atas kekurangan Pajak Pertambahan Nilai dimaksud wajib disetorkan ke kas negara untuk Masa Pajak yang bersangkutan.
    (2) Apabila dalam suatu Masa Pajak jumlah Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang disetorkan melebihi jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya disetor, maka:
      a. bagi Pihak Lain Luar Negeri yang ditunjuk sebagai Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), selisih lebih antara jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang disetorkan dengan jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya disetor merupakan kelebihan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai yang harus dikompensasikan; dan
      b. bagi Pihak Lain Dalam Negeri yang ditunjuk sebagai Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), atas selisih lebih antara jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang disetorkan dengan jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya disetor merupakan kelebihan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai yang hanya dapat diajukan pengembalian kelebihan pajak sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang.
     
    BAB VI
    KETENTUAN LAIN-LAIN
       
    Pasal 16
   
Dalam hal telah dilakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai oleh Pihak Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), tetapi Pemanfaat Barang dan/atau Pemanfaat Jasa juga memungut dan menyetorkan sendiri Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sesuai dengan ketentuan Pasal 3A ayat (3) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Pertambahan Nilai yang disetor sendiri dapat:
    a. diajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang;
    b. dikreditkan dengan pajak keluaran sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan pajak masukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-perundangan di bidang perpajakan; atau
    c. dikurangkan dari penghasilan bruto sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai penghitungan penghasilan kena pajak dan pelunasan pajak penghasilan dalam tahun berjalan.
     
    Pasal 17
    (1) Dalam hal Pihak Lain belum dapat menyampaikan rincian transaksi Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) yang disebabkan oleh perbedaan antara sistem Pihak Lain dengan Portal Wajib Pajak yang membutuhkan waktu untuk penyesuaian, Pihak Lain dapat menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai atas Pajak Pertambahan Nilai yang telah dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan yang telah disetor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) secara digunggung sampai dengan tanggal 31 Juli 2025.
    (2) Setelah berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pihak Lain melakukan pembetulan atas Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang telah disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan melengkapi rincian transaksi Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4).
       
    BAB VII
    KETENTUAN PERALIHAN
     
    Pasal 18
    (1) Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, dokumen/produk perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, dan/atau dokumen/produk perpajakan lainnya yang diterbitkan/diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak sehubungan dengan pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, yang diterbitkan sejak tanggal 1 Januari 2025 sampai dengan ditetapkannya Peraturan Direktur Jenderal ini, dinyatakan sah dan berlaku.
    (2) Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, bentuk dokumen perpajakan sehubungan dengan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) sejak Masa Pajak Januari 2025 sampai dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini, yang telah dilaksanakan melalui Portal Wajib Pajak atau laman lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak, dianggap telah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
    (3) Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Penunjukan sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang sudah diterbitkan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-12/PJ/2020 tentang Batasan Kriteria Tertentu Pemungut serta Penunjukan Pemungut, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean Melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik tetap berlaku sepanjang belum diterbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai pencabutan penunjukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5).
       
    BAB VIII
    KETENTUAN PENUTUP
     
    Pasal 19
    Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-12/PJ/2020 tentang Batasan Kriteria Tertentu Pemungut serta Penunjukan Pemungut, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean Melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
     
    Pasal 20
    Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
       
 
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Mei 2025
   
 
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 
ttd.

 
SURYO UTOMO

 

Status Peraturan
Aktif