Peraturan Menteri Perdagangan
39/M-DAG/PER/9/2009
Tanggal Peraturan

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 39/M-DAG/PER/9/2009

TENTANG
KETENTUAN IMPOR
LIMBAH NON BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (NON B3)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,
 

Menimbang : a. bahwa industri tertentu di dalam negeri masih menggunakan limbah non bahan berbahaya dan beracun (non B3) sebagai bahan baku dan/atau bahan penolong untuk kebutuhan proses produksinya;
    b. bahwa ketersediaan limbah non B3 sebagai bahan baku dan/atau bahan penolong yang diperlukan untuk kebutuhan proses produksi industri tertentu tidak dapat diperoleh sepenuhnya dari sumber di dalam negeri, sehingga perlu dilakukan pengadaan tambahan dari sumber di luar negeri;
    c. bahwa pengadaan limbah non B3 sebagai bahan baku dan/atau bahan penolong dari sumber di luar negeri harus tetap memperhatikan upaya perlindungan lingkungan hidup di dalam negeri, sehingga importasinya perlu dilakukan secara terkendali dan terbatas;
    d. bahwa dalam rangka menjamin ketersediaan bahan baku untuk industri tertentu di dalam negeri tanpa mengurangi efektifitas pengawasan impor limbah non B3, perlu diatur kembali ketentuan mengenai impor limbah non B3;
    e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu ditetapkan Peraturan Menteri Perdagangan;
         
Mengingat : 1. Bedrijfsreglementerings Ordonnantie 1934 (Staatsblad Tahun 1938 Nomor 86);
    2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);
    3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564);
    4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
    5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);
    6. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3815) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 190, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3910);
    7. Keputusan Presiden Nomor 260 Tahun 1967 tentang Penegasan Tugas Dan Tanggung Jawab Menteri Perdagangan Dalam Bidang Perdagangan Luar Negeri;
    8. Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1993 tentang Pengesahan Basel Convention on The Control of Transboundary Movements of Hazardous Wastes and Their Disposal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 62);
    9. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 171/M Tahun 2005;
    10. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2008;
    11. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi Dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2008;
    12. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 229/MP/Kep/7/1997 tentang Ketentuan Umum Di Bidang Impor;
    13. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 520/MPP/Kep/8/2003 tentang Larangan Impor Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3);
    14. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 01/M-DAG/PER/3/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perdagangan sebagaimana telah diubah beberapa kali dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24/M-DAG/PER/6/2009;
    15. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31/M-DAG/PER/7/2007 tentang Angka Pengenal Importir (API);
         
    MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG KETENTUAN IMPOR LIMBAH NON BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (NON B3).
         
    Pasal 1
    Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
    1. Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun, selanjutnya disebut Limbah Non B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan berupa sisa, skrap atau reja yang tidak termasuk dalam klasifikasi/kategori limbah bahan berbahaya dan beracun.
    2. Sisa adalah produk yang belum habis terpakai dalam proses produksi atau barang, yang masih mempunyai karakteristik yang sama namun fungsinya telah berubah dari barang aslinya.
    3. Skrap adalah barang yang terdiri dari komponen-komponen yang sejenis atau tidak, yang terurai dari bentuk aslinya dan fungsinya tidak sama dengan barang aslinya.
    4. Reja adalah barang dalam bentuk terpotong-potong dan masih bersifat sama dengan barang aslinya namun fungsinya tidak sama dengan barang aslinya.
    5. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, selanjutnya disebut Limbah B3 adalah setiap limbah yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak dan/atau mencemarkan lingkungan hidup dan/atau dapat membahayakan kesehatan manusia.
    6. Importir Produsen Limbah Non B3, selanjutnya disebut IP Limbah Non B3, adalah perusahaan yang melakukan kegiatan usaha industri yang disetujui untuk mengimpor sendiri Limbah Non B3 yang diperlukan semata-mata untuk proses produksi dari industrinya dan tidak boleh diperdagangkan dan/atau dipindahtangankan kepada pihak lain.
    7. Eksportir Limbah Non B3 adalah perusahaan di negara dimana Limbah Non B3 dihasilkan dan/atau dikapalkan yang melakukan pengiriman Limbah Non B3 ke Indonesia.
    8. Surveyor adalah perusahaan survey yang melakukan verifikasi atau penelusuran teknis impor Limbah Non B3.
    9. Rekomendasi adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat instansi/unit kerja terkait yang berwenang memberikan pertimbangan teknis sebagai dasar dalam penerbitan Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3.
    10. Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang Perdagangan.
    11. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen Perdagangan.
         
    Pasal 2
    (1) Limbah Non B3 yang dapat diimpor hanya berupa Sisa, Skrap atau Reja yang digunakan untuk bahan baku dan/atau bahan penolong industri.
    (2) Limbah Non B3 yang dapat diimpor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
         
    Pasal 3
    (1) Limbah Non B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 hanya dapat diimpor oleh perusahaan yang melakukan kegiatan usaha industri dan telah mendapat Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3 dari Direktur Jenderal.
    (2) Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat jumlah dan jenis Limbah Non B3 yang dapat diimpor oleh IP Limbah Non B3 beserta ketentuan teknis pelaksanaan importasinya.
         
    Pasal 4
    (1) Permohonan untuk mendapatkan Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) harus diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan dokumen:
      a. fotokopi Izin Usaha Industri/Tanda Daftar Industri dari departemen/instansi teknis;
      b. fotokopi Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
      c. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
      d. Angka Pengenal Importir Produsen (API-P) atau Angka Pengenal Importir Terbatas (API-T);
      e. fotokopi Nomor Identitas Kepabeanan (NIK);
      f. Rekomendasi Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Tekstil dan Aneka (ILMTA) atau Direktur Jenderal Industri Agro dan Kimia (IAK), Departemen Perindustrian; dan
      g. Rekomendasi Deputi Bidang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun dan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
         
    (2) Direktur Jenderal menerbitkan Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar.
         
    Pasal 5
    (1) Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3 yang diterbitkan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang.
    (2) Perpanjangan Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3 dapat dilakukan sebelum berakhirnya masa berlaku IP Limbah Non B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal Limbah Non B3 yang disetujui untuk diimpor telah direalisasikan seluruhnya.
    (3) Permohonan perpanjangan Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal dengan melampirkan dokumen-dokumen sebagai berikut:
      a. Rekomendasi dari Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Tekstil dan Aneka (ILMTA) atau Direktur Jenderal Industri Agro Kimia (IAK), Departemen Perindustrian;
      b. Rekomendasi dari Deputi Bidang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun dan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Kementerian Negara Lingkungan Hidup;
      c. Asli Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3 yang telah habis masa berlakunya; dan
      d. Perubahan atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, b, c, d dan e.
         
    Pasal 6
    (1) Setiap pelaksanaan impor Limbah Non B3 oleh IP Limbah Non B3 wajib dilengkapi Surat Pernyataan dari Eksportir Limbah Non B3, yang menyatakan bahwa:
      a. limbah yang diekspor bukan merupakan Limbah B3; dan
      b. bersedia bertanggung-jawab dan menerima kembali Limbah Non B3 yang telah diekspornya apabila Limbah Non B3 tersebut terbukti sebagai Limbah B3.
    (2) Dalam hal Limbah Non B3 yang diimpor sebagian atau seluruhnya terbukti sebagai Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Limbah Non B3 dimaksud wajib dikirim kembali oleh IP Limbah Non B3 paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak kedatangan barang berdasarkan dokumen kepabeanan yang berlaku.
         
    Pasal 7
    (1) IP Limbah Non B3 wajib menyampaikan laporan tertulis baik melakukan maupun tidak melakukan impor Limbah Non B3 setiap 3 (tiga) bulan sekali paling lambat pada tanggal 15 bulan berikutnya.
    (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melalui http://inatrade.depdag.go.id.
    (3) Bentuk laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
         
    Pasal 8
    (1) Setiap importasi Limbah Non B3 oleh IP Limbah Non B3 wajib dilakukan verifikasi atau penelusuran teknis di negara muat sebelum dikapalkan.
    (2) Pelaksanaan verifikasi atau penelusuran teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Surveyor yang telah memenuhi persyaratan teknis, dan ditetapkan oleh Menteri.
    (3) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai berikut:
      a. memiliki Surat Izin Usaha Jasa Survey (SIUJS);
      b. berpengalaman sebagai surveyor minimal 5 (lima) tahun;
      c. memiliki cabang atau perwakilan dan/atau afiliasi di luar negeri dan memiliki jaringan sistem informasi untuk mendukung efektifitas pelayanan verifikasi; dan
      d. mempunyai rekam-jejak (track records) di bidang pengelolaan kegiatan verifikasi impor.
    (4) Ruang lingkup pelaksanaan verifikasi atau penelusuran teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mencakup:
      a. identitas (nama dan alamat) importir dan eksportir dengan benar dan jelas;
      b. nomor dan tanggal Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3;
      c. jumlah/volume atau berat, jenis dan spesifikasi, serta nomor pos tarif/HS Limbah Non B3 yang diimpor;
      d. keterangan waktu dan negara pengekspor/pelabuhan muat Limbah Non B3 yang diimpor;
      e. keterangan tempat atau pelabuhan tujuan bongkar Limbah Non B3 yang diimpor;
      f. keterangan dari eksportir berupa Surat Pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1); dan
      g. keterangan lain apabila diperlukan.
    (5) Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam melaksanakan kegiatan verifikasi atau penelusuran teknis dapat melakukan kerjasama dengan surveyor yang berada di luar negeri.
    (6) Hasil verifikasi atau penelusuran teknis berdasarkan ruang lingkup sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam bentuk Laporan Surveyor (LS) untuk digunakan sebagai dokumen pelengkap pabean dalam penyelesaian kepabeanan di bidang impor.
    (7) Dalam hal Limbah Non B3 dalam bentuk curah (bulk) akan dialih kapalkan di pelabuhan transit, wajib dilakukan verifikasi atau penelusuran teknis ulang pada saat Limbah Non B3 akan dimuat kembali ke kapal.
    (8) Surveyor memungut imbalan jasa dari importir atas pelaksanaan verifikasi atau penelusuran teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang nilainya ditentukan dengan memperhatikan azas manfaat.
    (9) Surveyor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menyampaikan laporan mengenai kegiatan verifikasi atau penelusuran teknis secara tertulis kepada Direktur Jenderal setiap bulan pada tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya.
         
    Pasal 9
    Surveyor wajib bertanggung jawab terhadap hasil verifikasi atau penelusuran teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6) sesuai dengan ketentuan yang lazim berlaku di bidang usaha jasa survey.
         
    Pasal 10
    (1) Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3 dibekukan apabila IP Limbah Non B3 yang bersangkutan tidak melaksanakan kewajiban menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).
         
    (2) Pembekuan Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diaktifkan kembali dalam waktu 1 (satu) bulan sejak IP Limbah Non B3 yang bersangkutan telah melaksanakan kewajiban menyampaikan laporan.
    (3) Pembekuan dan pengaktifan kembali Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Direktur Jenderal.
         
    Pasal 11
    (1) Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3 dicabut apabila IP Limbah Non B3 yang bersangkutan:
      a. mengubah, menambah dan/atau mengganti isi yang tercantum dalam dokumen Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3;
      b. mengubah, menambah dan/atau mengganti isi yang tercantum dalam Surat Pernyataan dari eksportir;
      c. tidak melaksanakan kewajiban pengiriman kembali Limbah Non B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2);
      d. melakukan penjualan atau pemindahtanganan Limbah Non B3 yang diimpor kepada pihak lain; dan/atau
      e. dinyatakan bersalah oleh pengadilan atas tindak pidana yang berkaitan dengan penyalahgunaan Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3.
    (2) Pencabutan Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
    (3) Pemilik IP Limbah Non B3 yang terkena sanksi pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3 kembali setelah 1 (satu) tahun terhitung sejak pencabutan Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3 ditetapkan.
         
    Pasal 12
    (1) Pelanggaran oleh Surveyor terhadap ketentuan dalam Pasal 8 ayat (9) dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan penunjukan sebagai Surveyor.
    (2) Pencabutan penunjukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali dalam tenggang waktu masing-masing 10 (sepuluh) hari.
         
    Pasal 13
    Importir yang mengimpor Limbah Non B3 tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
         
    Pasal 14
    (1) Dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri ini, Menteri berkoordinasi dengan Menteri teknis terkait untuk membentuk Satuan Tugas penanganan permasalahan importasi Limbah Non B3.
    (2) Direktur Jenderal dapat membentuk Tim Pengawasan dalam rangka evaluasi dan monitoring pelaksanaan importasi Limbah Non B3 oleh IP Limbah Non B3.
         
    Pasal 15
    Ketentuan lebih lanjut dari Peraturan Menteri ini dapat diatur oleh Direktur Jenderal.
         
    Pasal 16
    Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 58/M-DAG/PER/12/2009 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun (Non B3) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 26/M-DAG/PER/6/2009 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
         
    Pasal 17
    Pengakuan sebagai IP Limbah Non B3 yang telah diterbitkan berdasarkan:
         
    a. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 230/MPP/Kep/7/1997 tentang Barang Yang Diatur Tata Niaga Impornya dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 231/MPP/Kep/7/1997 tentang Prosedur Impor Limbah;
    b. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 41/M-DAG/PER/10/2008 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun (Non B3); dan
    c. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 58/M-DAG/PER/12/2009 tentang Ketentuan Impor Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun (Non B3) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 26/M-DAG/PER/6/2009, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya masa berlaku IP Limbah Non B3 tersebut.
         
    Pasal 18
    (1) Untuk impor Limbah Non B3 sebagaimana tercantum dalam nomor urut 1 sampai dengan 5 dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini, Laporan Surveyor (LS) yang diterbitkan oleh PT Surveyor Indonesia (PT SI) dan PT Superintending Company of Indonesia (PT SUCOFINDO) atau surveyor lainnya yang memenuhi persyaratan teknis, berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2009.
    (2) Untuk impor Limbah Non B3 sebagaimana tercantum dalam nomor urut 6 sampai dengan 63 dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini, Laporan Surveyor (LS) yang diterbitkan oleh surveyor yang ditunjuk oleh IP Limbah Non B3, berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2009.
    (3) Laporan Surveyor (LS) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuktikan dengan dokumen pabean berupa manifest (BC.1.1).
    (4) Laporan Surveyor (LS) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (6) berlaku mulai tanggal 1 Januari 2010.
         
    Pasal 19
    Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
         
    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

  Ditetapkan di    :    Jakarta
Pada tanggal    :    2 September 2009

Menteri Perdagangan R.I.,
ttd,

Mari Elka Pangestu


 

Status Peraturan
Aktif