Tim Penyuluh KPP Pratama Bandung Cibeunying menjadi narasumber edukasi perpajakan yang diselenggarakan oleh Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah IV Jawa Barat dan Banten di Bandung (Rabu, 16/6).

Acara yang mengambil tema “Implementasi Nasional Aplikasi e-Bupot Unifikasi Instansi Pemerintah dan e-SPT PPh 21/26” ini dibuka oleh Plt. Kepala LLDIKTI Wilayah IV Dharnita Chandra.

“Saat di unit kerja dulu, kami setiap tahun menerima bukti potong PPh 21 (1721-A1/A2) dan dibimbing untuk menyampaikan surat pemberitahuan (SPT). Kami berharap melalui acara ini kami dibimbing agar dapat menjadi lebih paham dalam membuat bukti potong dan menyampaikan laporan pajak tersebut,” ujarnya.

Penyuluh Pajak KPP Pratama Bandung Cibeunying Bagus Pamungkas mengungkapkan,  berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak No. PER-23/PJ/2020, bukti pemotongan/pemungutan unifikasi adalah dokumen dalam format standar atau dokumen lain yang dipersamakan, yang dibuat oleh pemotong/pemungut pph sebagai bukti atas pemotongan/pemungutan PPh dan menunjukkan besarnya PPh yang telah dipotong/dipungut.

Sedangkan SPT Masa PPh unifikasi adalah SPT Masa yang digunakan oleh pemotong/pemungut PPh untuk melaporkan kewajiban pemotongan dan/atau pemungutan PPh, penyetoran atas pemotongan dan/atau pemungutan PPh, dan/atau penyetoran sendiri atas beberapa jenis PPh dalam satu masa Pajak.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menerapkan SPT Unifikasi ini untuk menyederhanakan mekanisme pemotongan dan pembuatan SPT Masa untuk berbagai jenis Pajak Penghasilan (PPh) ke dalam satu format laporan (SPT).

“Jika sebelumnya wajib pajak melaporkan SPT Masa PPh sesuai dengan jenis pajaknya, misalnya SPT masa PPh Pasal 22 sendiri, PPh Pasal 23 sendiri, maka dengan SPT Unifikasi ini wajib pajak hanya cukup menyampaikan satu SPT saja sudah mencakup seluruh jenis SPT Masa PPh tersebut,” tutur Bagus.

Lebih lanjut, sesuai ketentuan dalam PER-23/PJ/2020 tersebut, SPT Masa PPh unifikasi meliputi beberapa jenis PPh, yaitu PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 26. Bukti pemotongan/pemungutan unifikasi dan SPT Masa PPh unifikasi berbentuk formulir kertas atau dokumen elektronik yang dibuat dan disampaikan melalui aplikasi e-bupot unifikasi.

Sementara itu, Danial Indrayana menjelaskan kewajiban pemotongan PPh Pasal 21. Danial menyebutkan, ada 4 (empat) aturan yang menjadi dasar pengenaan PPh 21 yaitu UU PPh pasal 21, Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008, dan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-16/PJ/2016.

“Secara umum, pihak yang dipotong oleh pemberi penghasilan ada 4 kriteria yaitu pegawai (baik pegawai tetap maupun pegawai tidak tetap), mantan pegawai (pensiunan), bukan pegawai, dan peserta kegiatan. Masing-masing kriteria ini memiliki tata cara pengenaan PPh 21 yang berbeda-beda,” ungkapnya.

Dia mencontohkan, untuk pegawai perhitungan PPh 21 menggunakan dasar pengenaan pajak penghasilan netto dikurangi penghasilan tidak kena pajak (PTKP). “Sementara untuk peserta kegiatan menggunakan penghasilan bruto dan langsung dikalikan tarif progresif pasal 17 UU PPh,” pungkasnya. (HP)