PPh 21 Ditanggung Pemerintah: Stimulus Pajak yang Menjaga Daya Beli Rakyat
Oleh: (Agung Eka Setiawan), pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Pemerintah kembali “menyapa” masyarakat dengan langkah konkret melalui diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72 Tahun 2025 (PMK 72/2025) yang mengubah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 10 Tahun 2025 tentang Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Tertentu yang Ditanggung Pemerintah dalam Rangka Stimulus Ekonomi Tahun Anggaran 2025.
Beleid tersebut memperluas skema insentif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP). Aturan ini bukan sekadar soal pajak, melainkan wujud nyata tanggung jawab negara dalam menjaga stabilitas ekonomi, sosial, serta daya beli masyarakat—khususnya para karyawan berpenghasilan rendah di sektor-sektor tertentu.
Dalam konsiderans PMK ini, pemerintah menegaskan bahwa langkah tersebut selaras dengan paket kebijakan ekonomi 2025 yang bertujuan mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Lebih lanjut, perluasan insentif ini menjadi salah satu bentuk dukungan nyata untuk sektor pariwisata. Masyarakat kini bisa lebih optimistis menyambut masa depan ekonomi nasional.
Garis besar dari PPh 21 DTP adalah bahwa pajak penghasilan yang semestinya ditanggung oleh karyawan akan ditanggung langsung oleh pemerintah. Jumlah pajak yang normalnya dipotong dari penghasilan karyawan akan dibayarkan secara tunai oleh perusahaan ketika membayar gaji. Skema ini berlaku retroaktif sejak Januari 2025 bagi sektor industri padat karya, dan mulai Oktober 2025 hingga Desember 2025 bagi sektor pariwisata.
Sektor-Sektor Tertentu
Sektor usaha mana saja yang dapat Insentif? Awalnya, fasilitas ini ditujukan untuk empat sektor padat karya: alas kaki, tekstil & pakaian jadi, furnitur, serta kulit & barang dari kulit yang diberi insentif sepanjang tahun. Kini, terdapat 77 KLU sektor pariwisata yang berhak menikmati insentif ini.
Mulai dari hotel, restoran, biro perjalanan, agen wisata, kafe, event organizer, jasa penyelenggara pertemuan, perjalanan insentif, konferensi dan pameran (MICE), dan berbagai layanan wisata terkait juga masuk sebagai penerima insentif.
Kriteria Pegawai
Selain menyasar sektor usaha tertentu, juga terdapat kriteria pegawai yang berhak mendapatkan insentif PPh 21 DTP. Insentif ini diberikan kepada pegawai tetap yang memiliki penghasilan bruto tidak lebih dari Rp10 juta per bulan dan pegawai tidak tetap yang memiliki rata-rata penghasilan harian maksimal Rp500 ribu atau bulanan maksimal Rp10 juta.
Langkah ini dirancang tidak hanya untuk meringankan beban pajak, tetapi juga menjaga daya beli masyarakat di tengah tekanan ekonomi global dan fluktuasi harga domestik. Di sektor padat karya dan pariwisata, di mana pekerja terdampak langsung oleh krisis ekonomi, insentif ini menjadi perisai sosial agar konsumsi tetap berjalan dan roda ekonomi terus berputar.
Perlindungan Sosial Melalui Insentif Pajak
Dalam sebuah kesempatan, Menteri Keuangan Republik Indonesia, Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan, “Diperlukan dukungan pemerintah melalui paket kebijakan ekonomi 2025 untuk program akselerasi 2025, antara lain berupa perluasan pemberian fasilitas fiskal PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah untuk sektor pariwisata.”
Lebih jauh, beliau mengingatkan pentingnya keseimbangan fiskal—memberi insentif harus selektif dan terukur agar anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tetap kokoh dan bisa membiayai pembangunan berkelanjutan.
Tulisan ini bukan sekadar menyosialisasikan regulasi administratif perpajakan. Lebih dari itu, ini tentang membangun optimisme: pemerintah hadir sebagai pelindung bagi kelas pekerja terdampak, yaitu memenuhi janji perlindungan sosial melalui instrumen pajak. Bagi masyarakat, kehadiran insentif ini membuat gaji yang diterima lebih besar, tanpa potongan PPh 21, sehingga dapat menaikkan daya beli langsung.
Dengan adanya PMK 72/2025, pegawai di sektor padat karya dan pariwisata tidak hanya diringankan beban pajaknya, tetapi juga diasuransikan sosioekonominya. Hal ini juga memberi sinyal positif kepada pemberi kerja agar tidak mengurangi tenaga kerja karena insentif terhadap pajak karyawan dipikul negara.
PMK 72/2025 bukan hanya momentum fiskal, melainkan cerminan strategi makro yang mengandung kepekaan sosial. Ini adalah stimulus ekonomi yang dipadukan dengan inklusi sosial. Penerima manfaatnya sebagian besar adalah pekerja berpenghasilan rendah. Mereka mendapatkan kejelasan bahwa pemerintah peduli terhadap kesejahteraan mereka.
Mari bersama menyambut stimulus ini dengan optimisme—untuk ekonomi yang tumbuh dan masyarakat yang sejahtera. Pajak kuat, APBN sehat, Indonesia sejahtera. Pajak kita untuk kita. Dengan pajak, semua dapat manfaatnya.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 142 kali dilihat