Oleh: Gema Chrisnadi, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Perkembangan zaman dan teknologi membuat kita terbiasa dengan segala macam perubahan yang sering terjadi begitu cepat. Berbagai macam inovasi luar biasa semakin hari semakin banyak yang tentunya menghadirkan dampak positif bagi kehidupan umat manusia. Perkembangan tersebut telah mengubah banyak aspek dalam kehidupan manusia salah satunya dalam melaksanakan pekerjaan sehari-hari.

Semenjak pandemi covid-19 hadir di kehidupan kita, kita mulai terbiasa bekerja dari rumah tanpa harus ke kantor. Ini merupakan salah satu kemudahan yang dihadirkan oleh perkembangan zaman dan teknologi. Hanya dengan menggunakan gawai dan koneksi internet kita dapat melakukan rapat secara virtual yang sebelumnya harus dilakukan dengan tatap muka. Banyak kemudahan yang diberikan oleh perkembangan zaman dan teknologi.

Lebih lanjut, perkembangan zaman dan teknologi juga memberikan kesempatan dan kemudahan dalam memperoleh penghasilan. Beberapa profesi dan pekerjaan yang sebelumnya belum pernah ada, kini menjamur di sekitar kita. Sebut saja Youtuber, Streamer bahkan yang teranyar Tiktoker yang tidak jarang memberikan penghasilan fantastis di luar perkiraan kita. Atas penghasilan dari beberapa pekerjaan tersebut sudah pasti memiliki aspek perpajakan yang wajib dilaksanakan oleh penerima penghasilannya.

Mungkin kita sudah sering mendengar hal seperti endorsement yang merupakan kegiatan pemasaran atau promosi suatu produk dan/atau jasa melalui tokoh publik atau orang terkenal. Atas kegiatan tersebut, orang yang yang memberikan jasa promosi akan menerima sejumlah bayaran (fee) terkait pekerjaan yang dilakukannya. Namun, endorsement ternyata tidak menjadi satu-satunya penghasilan bagi Tiktoker dan profesi serupa.

Dalam praktiknya, seorang Tiktoker dapat memperoleh penghasilan dengan melakukan live atau siaran langsung melalui akun Tiktoknya. Seorang pengguna tiktok yang memiliki minimal 1000 orang pengikut sudah dapat melakukan live di akunnya. Penonton live tersebut dapat memberikan saweran atau donasi melalui stiker yang tersedia dalam aplikasi Tiktok, di mana setiap stiker memiliki nilai dan harga yang berbeda-beda. Selanjutnya, pemilik akun dapat mencairkan donasi tersebut melalui aplikasi yang disediakan oleh perusahaan penyedia layanan elektronik yang memfasilitasi pembayaran antarpihak melalui transfer online. Hal serupa juga dapat dilakukan oleh Streamer aplikasi Youtube, bedanya donasi yang diberikan langsung berupa uang elektronik.

Sudah pasti timbul pertanyaan bahwa apakah atas penghasilan tersebut tetap dikenakan pajak, atau bukankah penghasilan berupa donasi dikecualikan dari objek yang dikenakan pajak. Sebelumnya kita harus paham terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan penghasilan. Penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan merupakan setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau bahkan menambah kekayaan wajib pajak tersebut, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian, donasi yang diterima oleh Tiktoker atau Streamer tersebut termasuk dalam pengertian penghasilan di atas. Penghasilan yang diterima secara tidak langsung tersebut termasuk dalam kategori penghasilan yang wajib dibayarkan pajaknya.

Di dalam perpajakan, donasi lebih dikenal dengan sebutan sumbangan. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2020 tentang Bantuan atau Sumbangan, serta Harta Hibahan yang Dikecualikan Sebagai Objek Pajak Penghasilan diatur bahwa sumbangan dapat dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan sepanjang diberikan kepada:

  1. keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat;
  2. badan keagamaan;
  3. badan pendidikan;
  4. badan sosial termasuk yayasan;
  5. koperasi; atau
  6. orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil.

Jika atas donasi atau sumbangan yang diterima bukan diberikan untuk salah satu kriteria di atas maka penerimaan tersebut wajib untuk dibayarkan pajaknya sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Lalu, berapa jumlah pajak yang harus dibayarkan? Jika di antara kalian merasa memiliki penghasilan sebagaimana dijelaskan sebelumnya, maka untuk kalian yang masih belum menikah dan tidak memiliki tanggungan dengan penghasilan lebih dari Rp 4,5 juta per bulan wajib menyetor sejumlah pajak yang terutang. Sesuai dengan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang berlaku saat ini adalah sebesar Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun bagi wajib pajak yang belum menikah dan tidak memiliki tanggungan. Sementara bagi yang sudah menikah, ada tambahan Rp 4,5 juta menjadi Rp 58,5 juta per tahun. Lalu ditambah lagi Rp 4,5 juta untuk setiap anggota keluarga dalam garis keturunan lurus dengan tanggungan maksimal 3 orang.

Dengan demikian, atas penghasilan dari Tiktoker yang diterima selama setahun akan dikurangkan terlebih dahulu dengan PTKP tersebut di atas untuk memperoleh Penghasilan Kena Pajak (PKP). Selanjutnya untuk menghitung jumlah pajak yang terutang dilakukan dengan cara mengalikan jumlah PKP selama setahun dengan tarif pajak sesuai dengan lapisan tarif yang berlaku sebagai berikut:

  • PKP sebesar Rp 0 sampai dengan Rp 60 juta per tahun dikenakan tarif 5%;
  • PKP sebesar Rp 60 juta sampai dengan Rp 250 juta per tahun dikenakan tarif 15%;
  • PKP sebesar Rp 250 juta sampai dengan Rp 500 juta per tahun dikenakan tarif 25%;
  • PKP sebesar Rp 500 juta sampai dengan Rp 5 miliar per tahun dikenakan tarif 30%; dan
  • PKP di atas Rp 5 miliar per tahun dikenakan tarif 35%.

Atas jumlah pajak yang terutang tersebut, dibayarkan melalui bank/pos persepsi dan dilaporkan ke dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.