Oleh: Zidni Amaliah Mardlo, pegawai Direktorat Jenderal Pajak 

Covid-19 membuat aktivitas ekonomi terganggu, beberapa usaha bahkan tidak bisa bertahan di tengah pandemi Covid-19. Banyak usaha yang gulung tikar tetapi ada juga usaha yang berkembang karena pandemi ini. Membantu usaha-usaha yang terkena dampak Covid-19 untuk bangkit, pemerintah memberikan fasilitas insentif pajak yang dapat dimanfaatkan pelaku usaha sektor tertentu.

Indonesia mulai mengonfirmasi kasus Covid-19 pada awal Maret 2020. Sejak saat itu, berbagai upaya penanggulangan dampak Covid-19 terus dilakukan pemerintah di berbagai sektor, termasuk sektor perekonomian.

Pemerintah telah membuat berbagai kebijakan untuk meningkatkan stabilitas ekonomi nasional. Salah satunya dengan memberikan insentif pajak bagi dunia usaha. Pemerintah telah menganggarkan insentif Covid-19 sebesar Rp 2,4 triliun, namun sampai dengan saat ini pemanfaatnnya masih belum maksimal. Hingga Juni 2020 baru 200.000 Wajib Pajak UMKM yang telah memanfaatkan fasilitas insentif pajak dari total 67 juta UMKM yang terdaftar.

Pajak sebagai salah satu instrumen pemulihan ekonomi memiliki dua peran penting, yaitu sebagai instrumen untuk menjaga stabilitas dan pemulihan ekonomi serta untuk memenuhi target penerimaan pajak. Pemerintah memberikan insentif pajak untuk mendukung keberlangsungan usaha selama pandemi Covid-19.

Berbagai Kebijakan Terbit

Pemerintah menerbitkan beberapa aturan sebagai respon untuk mendukung pelaku usaha bertahan di tengah pandemi Covid-19. Dimulai dengan PMK-23/PMK.03/2020 tentang insentif pajak untuk Wajib Pajak terdampak pandemi corona virus disease 2019 yang terbit tanggal 21 Maret 2020. Selanjutnya, terbit Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2020 pada tanggal 31 Maret 2020 tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi corona virus disease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan. Kemudian, PMK 28/PMK.03/2020 tentang pemberian fasilitas pajak terhadap barang dan jasa yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi corona virus disease 2019 yang terbit tanggal 6 April 2020. PMK 44/PMK.03/2020 tentang insentif pajak untuk Wajib Pajak terdampak pandemi corona virus disease 2019 yang terbit tanggal 27 April 2020. UU Nomor 2 tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi corona virus disease 2019 (Covid-19) dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan menjadi Undang-Undang yang terbit tanggal 16 Mei 2020.

PP 29 tahun 2020 tentang Peraturan Pemerintah (PP) tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease (Covid-19) terbit tanggal 10 Juni 2020. PMK 86/PMK.03/2020 tentang insentif pajak untuk Wajib Pajak Terdampak pandemi corona virus disease 2019 terbit tanggal 16 Juli 2020. Dan yang terbaru yaitu PMK 110/PMK.03/2020 yang terbit tanggal 14 Agustus 2020.

Perluasan Insentif Pajak

Ada lima jenis insentif yang dapat dimanfaatkan pelaku usaha, antara lain:

  1. PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP),
  2. PPh Final UMKM Ditanggung Pemerintah,
  3. Pembebasan PPh Pasal 22 Impor,
  4. Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50%,
  5. Pengembalian pendahuluan PPN sebagai PKP berisiko rendah bagi WP yang menyampaikan SPT Masa PPN lebih bayar restitusi paling banyak 5 miliar rupiah.

Peraturan mengenai insentif pajak pun terus mengalami perbaikan. Bermula dari PMK 23 yang hanya mengatur empat bentuk insentif pajak menjadi PMK 44 dengan penambahan bentuk insentif menjadi lima bentuk insentif yang dapat dimanfaatkan hingga bulan September 2020. PMK 44 sudah tidak berlaku lagi dan berganti PMK 86 yang terbit 16 Juli 2020. Dalam PMK 86 tidak menambah bentuk insentif pajak, hanya memperpanjang jangka waktu pemanfaatan hingga Desember 2020 dan mempermudah persyaratan pengajuan insentif pajak dengan menghapus syarat Surat Keterangan. PMK 86 berganti menjadi PMK 110. PMK 110 menambah diskon angsuran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dari 30% menjadi 50%.

Kelompok Lapangan Usaha (KLU) Wajib Pajak yang dapat memanfaatkan insentif pajak pun terus diperluas. Saat ini ada 1.189 KLU, Wajib Pajak KITE, dan Kawasan Berikat yang dapat memanfaatkan PPh 21 Ditanggung Pemerintah (DTP), seluruh Wajib Pajak UMKM, 721 KLU untuk pembebasan PPh Pasal 22 Impor, 1.013 KLU Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50%.

Mudahnya Dapatkan Insentif Pajak

Pemerintah telah menggelontorkan insentif pajak dalam rangka mendukung dunia usaha terhadap dampak ekonomi yang disebabkan corona virus disease 2019 (Covid-19). Sayangnya belum banyak wajib pajak yang memanfaatkan insentif pajak ini. Hingga Mei 2020, realisasi insentif pajak baru mencapai 6,8% dari anggaran atau setara Rp8,2 triliun. Padahal, cara untuk mendapatkan insentif pajak ini sangat mudah. wajib pajak hanya perlu menyampaikan pemberitahuan secara daring pada laman resmi Direktorat Jenderal Pajak www.pajak.go.id dan menyampaikan laporan realisasi paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir untuk PPh Pasal 21 DTP dan PPh final UMKM DTP. Sedangkan, laporan realisasi pembebasan PPh Pasal 22 Impor dan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 wajib disampaikan setiap tiga bulan sekali. Pelaporan realisasi juga dilakukan secara daring di www.pajak.go.id pada menu eReporting.

Pemberian insentif pajak untuk wajib pajak terdampak Covid-19 terus berkembang, mencakup semakin banyak KLU Wajib Pajak, masa pajak diperpanjang hingga Desember 2020, dan prosedur permohonannya pun mudah. Segera manfaatkan fasilitas insentif pajak yang ada. Insentif pajak hadir untuk mendorong kemampuan ekonomi para pelaku usaha selama pandemi Covid-19.

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja