Hindari “Baku Pungut” atas Usaha Bank Bulion, DJP Atur Ulang Regulasi

Oleh: Sandro Torang Hamonangan Sirait, pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Sejak diresmikan oleh Presiden Prabowo Subianto pada tanggal 26 Februari 2025, era baru pengelolaan emas di Indonesia telah dimulai. Mungkin di antara kita, masih banyak yang belum familier dengan bank bulion. Apakah yang dimaksud dengan bank bulion?
Bank bulion sejatinya berarti bank emas dalam bahasa Indonesia. Cikal bakal bank bulion ini sebenarnya dimulai sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau yang lebih dikenal dengan UU P2SK. Lebih tepatnya terkait kegiatan usaha bulion, diatur dalam Pasal 130 UU P2SK yang berbunyi:
“Kegiatan usaha bulion (bullion) merupakan kegiatan usaha yang berkaitan dengan emas dalam bentuk simpanan, pembiayaan, perdagangan, penitipan emas, dan/atau kegiatan lainnya yang dilakukan oleh Lembaga Jasa Keuangan (LJK).”
Pengertian senada terkait dengan bulion tercantum juga dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 17 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Bulion (PJOK 17/2024). Usaha bank bulion adalah layanan bisnis yang memiliki kaitan dengan emas oleh LJK. Aktivitas bulion atau layanan bank emas di Indonesia di antaranya adalah simpanan emas, perdagangan emas, pembiayaan emas, dan/atau kegiatan lainnya yang disetujui oleh OJK.
Konsep Layanan Emas Bank Bulion
Meskipun telah berlaku di negara lain, konsep layanan bank emas merupakan terobosan baru yang memanfaatkan emas sebagai produk finansial dan mengoptimalkan kinerja pasar emas di dalam negeri. Berlakunya aturan yang spesifik terkait transaksi emas ini tidak hanya menjamin legalitas model bisnis, tetapi juga memberikan jaminan perlindungan konsumen serta mendorong inovasi.
Masyarakat yang telah terbiasa menyimpan emas fisik di rumah kini dapat memilih berbagai opsi penambahan nilai aset melalui investasi maupun memanfaatkan jasa pembiayaan dengan jaminan emas. Bank emas membuka peluang baru di sektor industri dan ekonomi makro dengan mekanisme monetisasi emas yang terstruktur. Bagi generasi muda yang cenderung bertransaksi secara digital, layanan bank emas yang tersedia di platform online berizin OJK pun mempermudah pemenuhan kebutuhan finansial, mulai dari investasi hingga pembiayaan.
Fungsi dan Manfaat Bank Bulion
Bank bulion memiliki berbagai fungsi dan manfaat. Pertama, meningkatkan peran emas dalam ekonomi. Bank bulion mengelola emas agar tidak hanya disimpan secara fisik, tetapi juga menjadi instrumen investasi dan pembiayaan. Kedua, mempermudah transaksi emas. Bank bulion menyediakan layanan non-fisik untuk perpindahan kepemilikan emas, yang bisa diakses melalui platform digital dan mempermudah masyarakat.
Ketiga, meningkatkan kemandirian. Bank bulion juga mengurangi ketergantungan pada emas dari pasar luar negeri dan meningkatkan potensi pengolahan emas dalam negeri. Keempat, menciptakan nilai tambah. Usaha bank bulion mendukung ekosistem industri emas dan menciptakan nilai tambah yang signifikan pada industri emas nasional. Kelima, menjaga stabilitas ekonomi. Pasalya, kegiatan yang memanfaatkan emas sebagai safe haven dapat membantu memperkuat stabilitas nilai tukar.
Dengan demikian, keberadaan bank bulion atau bank emas diharapkan dapat memberikan kemudahan terkait perpindahan kepemilikan emas dalam bentuk nonfisik. Peluncurannya bertujuan untuk meningkatkan peran emas dalam perekonomian nasional, memonetisasi emas agar menjadi instrumen keuangan, mengurangi ketergantungan pada emas impor, dan memperkuat ekosistem emas dalam negeri. Beberapa LJK yang sudah mulai menjalankan kegiatan ini adalah Pegadaian dan BSI.
Contoh Layanan Kegiatan Usaha
Adapun contoh layanan kegiatan usaha bank bulion meliputi simpanan emas, pembiayaan emas, perdagangan emas, penitipan emas, dan produk derivatif emas dengan perincian sebagai berikut.
- Simpanan Emas: Menyimpan emas dalam bentuk akun yang dapat diklaim kapan saja.
- Pembiayaan Emas: Memberikan pinjaman dengan agunan emas.
- Perdagangan Emas: Transaksi jual beli emas berskala besar.
- Penitipan Emas: Menawarkan penyimpanan emas dengan keamanan tinggi.
- Produk Derivatif Emas: Obligasi atau exchange-traded fund (ETF) berbasis emas.
Regulasi Perpajakan
Transaksi yang terjadi atas kegiatan usaha bank bulion ini tentu tidak terlepas dari aspek perpajakannya. Berikut akan diulas terkait dengan aspek perpajakan pada kegiatan usaha bank bulion.
Pada awalnya, regulasi perpajakan yang mengatur tentang transaksi emas tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48 Tahun 2023 tentang Pajak Penghasilan dan/atau Pajak Pertambahan Nilai atas Penjualan/Penyerahan Emas Perhiasan, Emas Batangan, Perhiasan yang Bahan Seluruhnya Bukan dari Emas, Batu Permata dan/atau Batu Lainnya yang Sejenis, serta Jasa yang Terkait dengan Emas Perhiasan, Emas Batangan, Perhiasan yang Bahan Seluruhnya Bukan dari Emas, dan/atau Batu Permata dan/atau Batu Lainnya yang Sejenis, yang Dilakukan oleh Pabrikan Emas Perhiasan, Pedagang Emas Perhiasan, dan/atau Pengusaha Emas Batangan (PMK 48/2023).
Regulasi ini pada intinya mengatur kewajiban pabrikan/pedagang/pengusaha emas batangan (gold supplier) untuk melakukan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) sebesar 0,25% dari harga jual atas setiap penjualan, baik emas perhiasan maupun emas batangan. Dalam hal ini, saat terutang PPh Pasal 22 adalah pada saat terjadinya penjualan dan bersifat tidak final.
Namun, ketentuan ini dikecualikan untuk penjualan emas batangan kepada konsumen akhir, wajib pajak PPh Final dengan omzet usaha yang tidak melebihi Rp4,8 miliar, wajib pajak yang memiliki surat keterangan bebas (SKB) pemungutan PPh Pasal 22, atau Bank Indonesia atau penjualan melalui pasar fisik emas digital sesuai dengan ketentuan mengenai perdagangan berjangka komoditi.
Terjadinya “Baku Pungut” PPh Pasal 22
Istilah “baku pungut” atau saling pungut PPh Pasal 22 atas transaksi jual beli dalam kegiatan usaha bulion adalah sebagai akibat dari berlakunya PMK 48/2023 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PMK 81/2024).
Di satu sisi, PMK 48/2023 mengatur ketentuan terkait pemungutan PPh Pasal 22 atas penjualan emas oleh pengusaha emas. Di sisi lain, PMK 81/2024 mengatur ketentuan terkait pemungutan PPh Pasal 22 atas kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. Untuk memudahkan pemahaman atas terjadinya “baku pungut” PPh Pasal 22, berikut ini disajikan dua ilustrasi.
Ilustrasi 1: Transaksi antara Bank Bulion BUMN dengan Supplier Emas
Pada saat bank bulion yang merupakan badan usaha milik negara (BUMN) membeli emas dari supplier emas, sesuai dengan amanat PMK 81/2024, bank bulion BUMN wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari harga pembelian. Pada saat itu juga, sesuai amanat PMK 48/2023, supplier emas wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,25% dari harga penjualan. Kondisi inilah yang dimaksud dengan terjadinya “baku pungut” atau saling pungut.
Ilustrasi 2: Transaksi antara Bulion Bank BUMN dengan Pembeli
Pada saat bank bulion BUMN menjual emas kepada pembeli, sesuai dengan amanat PMK 48/2023, bank bulion BUMN wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,25% dari harga penjualan. Namun dalam hal ini, pembeli tidak melakukan pemungutan PPh Pasal 22.
Terjadinya “baku pungut” atau saling pungut pada uraian di atas mengakibatkan perlunya perubahan PMK untuk mendukung kegiatan usaha bulion.
Lahirnya PMK 51/2025 dan PMK 52/2025
Sejak 1 Agustus 2025, pemerintah memberlakukan PMK Nomor 51 Tahun 2025 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain (PMK 51/2025). Terdapat dua pokok pengaturan dalam PMK 51/2025, yaitu sebagai berikut.
- Mengatur kembali ketentuan lama terkait pemungutan PPh Pasal 22 dalam PMK 81/2024.
- Mengatur aspek PPh Pasal 22 atas kegiatan usaha Bulion dalam bentuk perdagangan (bullion trading). Adapun pokok pengaturan barunya adalah berupa penunujukan LJK penyelenggara kegiatan usaha bulion sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas pembelian emas batangan dan pengaturan tarif PPh Pasal 22 atas impor emas batangan.
Di sisi lain, PMK Nomor 52 Tahun 2025 (PMK 52/2025) merupakan perubahan kedua atas PMK 48/2023. Ruang lingkup perubahannya adalah mengubah Pasal 5 ayat (2) PMK 48/2023 dengan menambahkan pengecualian pemungutan PPh Pasal 22 atas penjualan emas batangan kepada LJK bulion.
PMK 52/2025 ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2025. Dengan lahirnya PMK 51/2025 dan PMK 52/2025 ini, “baku pungut” (saling pungut) PPh Pasal 22 tidak terjadi lagi. Adapun skema pokok pengaturan baru adalah sebagai berikut.
Transaksi antara Bank Bulion BUMN dengan Supplier Emas
Pada saat bank bulion BUMN membeli emas dari supplier emas, sesuai dengan amanat PMK 51/2025, bank bulion BUMN wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,25% dari harga pembelian. Pada saat itu juga, sesuai amanat PMK 52/2025, supplier emas tidak memungut PPh Pasal 22. Hal inilah yang dimaksudkan dengan pengaturan ulang untuk menghindari terjadinya “baku pungut” atau saling pungut.
Transaksi antara Bank Bulion BUMN dengan Pembeli
Pada saat bank bulion BUMN menjual emas kepada pembeli, sesuai dengan amanat PMK 48/2023, bank bulion BUMN wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,25% dari harga penjualan. Namun dalam hal ini, pembeli tidak melakukan pemungutan PPh Pasal 22.
Namun, terdapat pengecualian atas pemungutan PPh Pasal 22 ini, yakni yang diberlakukan atas pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp10 juta dan terutang saat terjadinya pembelian.
Begitulah ilustrasi mengenai pengaturan ulang regulasi perpajakan atas kegiatan usaha bank bulion. Semoga dapat dipahami!
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 76 kali dilihat