Oleh: Imam Dharmawan, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Keadilan adalah memberikan suatu penilaian kepada siapapun sesuai dengan apa yang menjadi haknya, yakni dengan bertindak secara sepantasnya dan tidak melanggar hukum. 

Keadilan berkaitan erat dengan hak, dalam pemikiran bangsa Indonesia hak tidak dapat dipisahkan dengan kewajiban. Banyak tokoh terkenal menyampaikan konsep keadilan yang beragam. Sebagai contoh, Aristoteles yang menekankan pada persamaan hak sebagai konsep keadilan.

Menurut Bahder Johan Nasution dalam Kajian Filosofis tentang Konsep Keadilan dari Pemikiran Klasik sampai Pemikiran Modern (2014), Aristoteles menyatakan jika persamaan hak memang menjadi konsep keadilan.

Namun, keadilan ini tidak selalu tentang persamaan hak, tetapi juga tentang ketidaksamaan hak yang didapat orang. Artinya keadilan akan tercapai jika beberapa pihak diperlakukan secara sama atau sebaliknya, beberapa pihak tersebut tidak diperlakukan secara sama.

Dalam hal ini, penerapan keadilan di Indonesia dapat diperlakukan secara sama maupun juga sebaliknya demi pemerataan keadilan sesuai dengan asas gotong-royong dan ideologi bangsa Indonesia yang tercantum dalam sila ke-5 Pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pemerataan Keadilan

Akhir-akhir ini ada banyak sekali isu tentang pemerataan penerapan keadilan di Indonesia, salah satunya adalah pemerataan keadilan lewat pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang seimbang antara golongan masyarakat kelas atas dan kelas menengah ke bawah.

Untuk diketahui, dikutip dari laman kemenkeu.go.id, Kamis (10/6/2021), PPN merupakan pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Dalam bahasa Inggris, PPN disebut Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST).

PPN termasuk jenis pajak tidak langsung, maksudnya pajak tersebut disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan penanggung pajak atau dengan kata lain, penanggung pajak (konsumen akhir) tidak menyetorkan langsung pajak yang ia tanggung.

Saat ini, Indonesia menganut sistem tarif tunggal untuk PPN, yaitu sebesar 10 persen. Dasar hukum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 berikut perubahannya, yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000, dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.

Pada dasarnya, semua barang dan jasa merupakan barang kena pajak dan jasa kena pajak, sehingga dikenakan PPN, kecuali jenis barang dan jenis jasa sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 4A Undang-Undang PPN di atas.

 

Keadilan melalui PPN Sembako

Salah satu wacana untuk penerapan pemerataan keadilan bagi sistem perpajakan di Indonesia adalah mengenakan PPN kepada sembilan barang pokok (sembako) yang dinilai memiliki kualitas premium.

Sebelumnya, sembako sebagai barang yang sangat dibutuhkan oleh rakyat tidak dikenakan PPN seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017.

Saat ini, sembako premium dan sembako biasa di pasaran sama-sama mendapat fasilitas tidak dikenai PPN. Sebagai contoh beras hasil petani Indonesia yang diserap oleh Bulog seperti produksi Cianjur, rojolele, pandan wangi, dan sebagainya, yang banyak dijual di pasar tradisional sampai saat ini tidak dikenakan PPN.

Demikian pula dengan beras premium impor seperti beras basmati dan shirataki yang harganya bisa 5-10 kali lipat dan dikonsumsi masyarakat kelas atas, sampai saat ini belum dikenakan pajak. Contoh lainnya, daging segar yang ada di pasar tradisional dengan daging segar wagyu impor berkualitas tinggi juga sama-sama mendapat fasilitas tidak dikenakan PPN. Sangat tidak adil apabila masih ada sembako berkualitas premium tidak dikenai tarif PPN.

Alasannya, konsumen sembako berkualitas premium memiliki daya beli yang jauh lebih tinggi dibanding konsumen sembako biasa. Artinya, orang yang seharusnya mampu bayar pajak, nyatanya tidak membayar pajak karena menikmati fasilitas sembako yang sampai saat ini tidak dikenai PPN. Padahal menurut teori keadilan, orang yang mampu membayar seharusnya dikenakan pajak agar dapat membantu kesejahteraan orang yang tidak mampu.

Pemerintah Bergerak

Menengok situasi belum adanya sistem yang menopang keadilan dalam penerapan PPN sembako kepada para konsumen sembako berkualitas premium, pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak sebagai otoritas pajak resmi di Indonesia sudah menyiapkan Rancangan Undang-Undang Ketentuan Perpajakan Umum (RUU KUP).

Diharapkan dengan adanya sistem baru ini, pemerataan keadilan menurut teori keadilan Aristoteles dapat terjadi. Sehingga semua kalangan yang ada di Indonesia dapat menikmati sistem perpajakan yang efektif sesuai dengan asas gotong-royong bangsa Indonesia.

Selain itu, diharapkan pula sistem ini dapat mengurangi distorsi dan menghilangkan fasilitas yang tidak efektif dalam penerapan pajak serta dapat meningkatkan kepatuhan pajak dan optimalisasi penerimaan negara.

*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.