Aspek Pajak Transaksi Kripto Dulu dan Sekarang

Oleh: (Anang Purnadi), pegawai Direktorat Jenderal Pajak
Kripto (Cryptocurency) menjadi investasi yang sedang marak dalam beberapa tahun ini, dan trennya melonjak cukup signifikan di kalangan anak muda Indonesia. Perkembangan teknologi digital, akses yang sangat mudah, dan potensi keuntungan yang tinggi menjadi beberapa alasan untuk kripto menjadi investasi gaya baru. Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dalam laporan per Mei 2025, jumlah investor Kripto meningkat 4,35% menjadi 14,78 juta dengan besaran nominal transaksi selama Mei 2025 mencapai Rp49,57 triliun.
Data ini menunjukkan peningkatan tajam dari tahun-tahun sebelumnya. Investasi kripto menjadi tren sosial ekonomi yang kuat, terutama di kalangan Gen Z Indonesia. Secara potensi, keuntungan memiliki aset dalam bentuk kripto sangat besar. Namun, kita tetap harus bijak dan hati-hati. Volatilitas harga yang terbilang ekstrem, isu keamanan digital, dan regulasi pemerintah yang terus berkembang menimbulkan tantangan tersendiri.
Kripto Dipersamakan dengan Surat Berharga
Dulu, kripto dianggap sebagai komoditi, sehingga diperlakukan sebagai barang kena pajak (BKP) yang harus dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN). Mulai 10 Januari 2025, tugas pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital termasuk kripto beralih dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2024 tentang Peralihan Tugas Pengaturan dan Pengawasan Aset Keuangan Digital Termasuk Aset Kripto serta Derivatif Keuangan.
Klasifikasi aset kripto yang semula sebagai barang komoditi juga diubah menjadi aset keuangan yang dipersamakan dengan surat berharga. Hal ini juga turut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50 Tahun 2025 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto (PMK 50/2025).
Sesuai dengan Pasal 4A ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN/PPnBM) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), surat berharga termasuk ke dalam kelompok barang yang tidak dikenai PPN. Dengan kata lain, sekarang, aset kripto masuk ke dalam kelompok barang yang tidak dikenai PPN.
Transaksi Jual Beli Kripto Dulu dan Sekarang
Mata uang kripto bukan merupakan alat pembayaran yang sah di Indonesia. Kripto atau cryptocurrency merupakan uang digital yang dianggap sebagai aset investasi, bukan komoditas alat pembayaran. Dulu, transaksi kripto di Bappebti dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 yang bersifat final dengan tarif 0,1% dan PPN dengan “tarif efektif” sebesar 0,11%. Sementara itu, transaksi kripto di luar Bappebti dikenakan PPh Pasal 22 final 0,2% dan PPN dengan “tarif efektif” sebesar 0,22%.
Mulai 1 Agustus 2025 setelah PMK 50/2025 diberlakukan, transaksi jual beli kripto tidak dikenakan PPN. Transaksi tersebut hanya dikenakan PPh Pasal 22 final sebesar 0,21% yang akan dipungut oleh Pedagang Aset Keuangan Digital (PAKD). Sementara itu, jika transaksi dilakukan melalui penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) luar negeri (bukan PAKD), maka akan dikenakan PPh Pasal 22 final sebesar 1%. PPh tersebut akan dipungut oleh PPMSE apabila telah ditunjuk sebagai pemungut atau disetor sendiri oleh penjual kripto dalam hal belum ditunjuk sebagai pemungut.
Aspek Pajak atas Jasa Penyediaan Sarana Elektronik dan Verifikasi
Dari aspek PPh, penghasilan sebagai perantara transaksi aset kripto (penyedia sarana elektronik yang digunakan untuk transaksi aset kripto) merupakan bagian dari penghasilan yang dikenakan PPh dengan tarif Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU HPP.
Sementara itu, dari aspek PPN, kegiatan penyediaan sarana elektronik sebagai perantara transaksi aset kripto tersebut merupakan jasa kena pajak (JKP). Apabila perantara tersebut telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP), mereka wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang. Dalam hal ini, bukti tagihan atas penyerahan jasa penyediaan sarana elektronik yang digunakan untuk transaksi kripto ditetapkan sebagai dokumen tertentu yang dipersamakan dengan faktur pajak.
Untuk pelaku jasa verifikasi transaksi aset kripto oleh penambang aset kripto atau yang biasa disebut jasa mining, aturan pajaknya juga berubah. Jika sebelumnya dikenakan PPh Final 0,1%, mulai 1 Agutus ini dikenakan PPh tarif Pasal 17 UU PPh jo. UU HPP, sehingga dapat digabungkan dengan penghasilan lainnya dan dapat dijadikan sebagai kredit pajak.
Di sisi lain, dalam hal pelaku jasa mining merupakan PKP pedagang eceran, mereka wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang atas penyerahan jasa verifikasi yang juga tergolong sebagai JKP. Selain itu, mereka juga dapat membuat faktur pajak atas penyerahan JKP kepada penerima JKP dengan karakteristik konsumen akhir. Adapun besaran PPN tersebut dihitung dengan besaran tertentu yang apabila dihitung tarif efektifnya adalah sebesar 2,2% dari nilai penyerahan.
Aturan ini mulai berlaku tanggal 1 Agustus 2025. Namun, perubahan ketentuan pengenaan PPh Pasal 22 final menjadi PPh dengan tarif umum atas penghasilan yang diterima atau diperoleh penambang aset kripto mulai berlaku pada tahun pajak 2026.
Melaporkan Kripto pada SPT Tahunan
Atas aset kripto yang dimilik wajib pajak, sudah dapat dilaporkan sebagai aset dalam daftar harta pada Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Tahun Pajak 2025. Jangan lupa mencatat tahun dan nilai pada saat perolehan. Ingat, pajak penghasilan tidak dihitung dari harta yang dimiliki, tapi penghasilan yang diperoleh.
Semoga dengan berlakunya ketentuan baru ini lebih memberikan kepastian dan keadilan untuk wajib pajak dalam memilih jenis investasi. Kripto dapat menjadi salah satu pilihan di samping jenis-jenis investasi yang lain.
*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Konten yang terdapat pada halaman ini dapat disalin dan digunakan kembali untuk keperluan nonkomersial. Namun, kami berharap pengguna untuk mencantumkan sumber dari konten yang digunakan dengan cara menautkan kembali ke halaman asli. Semoga membantu.
- 143 kali dilihat