Oleh: Ahmad Dahlan, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Sekitar sebulan yang lewat, aku menjalani operasi mata kiri. Kemudian lanjut seminggu yang lalu, operasi mata kanan. Untuk sampai ke tindakan operasi itu, banyak sekali tahapan yang harus dilalui. Beberapa kali harus dilakukan pemeriksaan, termasuk tindakan laser retina. Pun setelahnya. Sampai beberapa minggu ke depan, aku masih harus menjalani pengecekan.

“Berapa biaya operasinya, Dok?” tanyaku di awal-awal pemeriksaan.
“Sekitar 23 juta, Pak.”
“Itu untuk dua mata kan, Dok?”
“Satu.”
Aku kaget.

Itu belum termasuk biaya pemeriksaan dan obat setiap tahapan sebelum dan pascaoperasi, yang besarannya tak kurang dari 300 ribu rupiah per pemeriksaan. Juga belum temasuk tindakan laser retina, sekitar 2,5 juta rupiah per mata kalau tak salah. Aku tambah kaget.

Beruntung, aku disarankan oleh dokter untuk menggunakan fasilitas BPJS.
“Memang bisa ditanggung BPJS, Dok?”
“Bisa.”
Aku lega.

Mulailah aku menjalani prosedur yang harus ditempuh untuk mendapatkan fasilitas BPJS, mulai dari meminta rujukan dari Fasilitas Kesehatan (Faskes) 1, lanjut ke rumah sakit yang dirujuk. Ternyata prosesnya tak serumit yang aku (dan mungkin orang lain) bayangkan. O ya, surat rujukan itu berlakunya untuk tiga bulan. Tadinya kupikir, setiap akan melakukan pemeriksaan dan supaya mendapatkan manfaat BPJS, aku harus membuat surat rujukan. 

Sebenarnya, sebelumnya aku beberapa kali pernah menggunakan fasilitas BPJS melalui pemeriksaan IGD. Lewat IGD, pihak rumah sakit tidak mewajibkan adanya surat rujukan Faskes untuk memperoleh fasilitas BPJS.

Berdasarkan pengalamanku di beberapa rumah sakit, pihak rumah sakit tidak membeda-bedakan dalam memberikan pelayanan kepada pasien yang menggunakan fasilitas BPJS dan yang tidak. Kalaupun ada pasien BPJS yang merasa tidak nyaman dalam menerima pelayanan, aku menduga itu karena biasanya antrean peserta BPJS jauh lebih banyak daripadapasien umum, sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk antre dan petugas yang melayani bisa jadi lebih lelah daripada petugas yang melayani pasien umum.   

Makin baiknya pelayanan rumah sakit terhadap pasien, barangkali ini merupakan buah dari makin harmonisnya hubungan antara pemerintah melalui APBN, BPJS, dan rumah sakit. 

BPJS merupakan program asuransi. Artinya para peserta membayar premi setiap bulan. Dalam kasusku misalnya, dibanding dengan besaran premi yang dipotong dari gaji, maslahat yang kuterima jauh lebih besar. Sebagai gambaran, aku juga ikut asuransi umum yang pembayaran preminya jauh lebih besar daripada premi BPJS. 

Sebelum akhirnya aku menggunakan fasilitas BPJS dalam operasi mata ini, aku mencoba hendak menggunakan asuransi umum itu. Dan ternyata biaya yang dikover sangat kecil. Sementara oleh BPJS, seluruh biaya operasi, termasuk pemeriksaan dan tindakan sebelum dan setelah operasi ditanggung. 

Mengutip laman resmi BPJS Kesehatan, struktur iuran yang ditetapkan pemerintah berada di bawah hitung-hitungan aktuaria. Aktuaria telah menetapkan batas bawah iuran. Namun dengan beberapa pertimbangan, pemerintah menetapkan besaran iuran di bawah hitungan ideal aktuaria. Alhasil, pihak BPJS Kesehatan tidak dapat mengandalkan iuran peserta sebagai satu-satunya ladang pemasukannya.

Dalam merancang kebijakan kesehatan, suatu negara perlu menentukan bagaimana cara mendanai jaminan kesehatannya. Dalam pendanaan jaminan kesehatan dikenal sumber publik (public sources) dan sumber privat (private sources) (Kutzin, 2013). Sumber publik dapat berasal dari pajak dan penerimaan selain pajak. Sedangkan sumber privat dapat berasal dari pembayaran pribadi (out of pocket) serta iuran asuransi (health insurance contribution).

Berdasarkan ketentuan Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, sumber pendanaan utama program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berasal dari iuran peserta. Selain iuran, terdapat sumber pendapatan lain salah satunya bantuan dari pemerintah. 

Bantuan pemerintah terhadap penyelenggarakan JKN sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 219/PMK.02/2021 tentang Dana Operasional BPJS Kesehatan Tahun 2022 berupa dana operasional yang diambil dari Dana Jaminan Sosial Kesehatan, sebesar persentase tertentu dari iuran program Jaminan Kesehatan yang telah diterima. Untuk tahun 2022, dana tersebut sebesar Rp4,275 triliun. 

Selain itu, bantaun Pemerintah di bidang kesehatan masyarakat juga berasal dari Bantuan
Sosial (Bansos) berupa subsidi premi iuran JKN bagi masyarakat tidak mampu yang tergolong sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI). Mengutip laman resmi Kemen
terian Keuangan, realisasi belanja Bansos sampai dengan 30 April 2022 sebesar Rp62,18 triliun atau 43,66 persen dari pagu APBN tahun 2022, yang diantaranya untuk pembayaran bantuan premi iuran JKN bagi 84,9 juta jiwa peserta JKN dari segmen PBI.

Maka sejatinya, ada uang yang berasal dari subsidi pemerintah di mataku. Uang itu berasal dari rakyat, sebagian besarnya berasal dari pembayaran pajak. Semoga setelah ini, saya dapat menggunakan mata ini lebih besar untuk kemaslahatan mahajana.

*)Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.