
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyelenggarakan sosialisasi terkait Implementasi Peraturan Dirjen Pajak Nomor 24 Tahun 2021 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 91 Tahun 2021 di Jakarta (Rabu, 16/2).
Kepala Subdirektorat Kerjasama dan Kemitraan membuka webinar yang dihadiri oleh PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (PT KSEI), Perhimpunan Bank Umum Nasional (PERBANAS), dan Asosiasi Bank Kustodian Indonesia (ABKI).
“Kami memberikan ruang penyesuaian atas kode objek pajak penghasilan dengan menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-24 Tahun 2021. Semangat dalam PER ini tentu adalah untuk memberikan kemudahan, kepastian hukum, dan meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak dalam pembuatan bukti pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan serta penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi," ujar Natalius saat membuka webinar.
Terbitnya peraturan ini sekaligus menghapus Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-23/PJ/2020 tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Bukti Pemotongan/ Pemungutan Unifikasi serta Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian, dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi.
SPT Masa PPh unifikasi adalah SPT Masa yang digunakan oleh pemotong/pemungut PPh untuk melaporkan kewajiban pemotongan dan/atau pemungutan PPh, penyetoran atas pemotongan dan/atau pemungutan PPh, dan/atau penyetoran sendiri atas beberapa jenis PPh dalam satu masa pajak. SPT ini meliputi beberapa jenis PPh, yaitu PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 26.
Eko, Penyuluh Pajak DJP mengatakan bahwa Pemotong/Pemungut PPh memiliki beberapa kewajiban sesuai dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor 24 Tahun 2021.
“Membuat Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dan menyerahkan Bukti Pemotongan/ Pemungutan Unifikasi kepada pihak yang dipotong dan/atau dipungut, Menyetorkan PPh yang telah dipotong, dipungut dan/atau disetor sendiri, Melaporkan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi menggunakan SPT Masa PPh Unifikasi paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir adalah kewajiban yang dimiliki oleh Pemotong/Pemungut PPh,” kata Eko saat memberikan materi webinar.
Sejalan dengan salah satu tujuan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yakni membentuk sistem PPh yang lebih berkeadilan dan berkepastian hukum, Peraturan Dirjen Pajak ini diterbitkan untuk memberikan kemudahan dan pelayanan bagi Pemotong/Pemungut PPh untuk membuat dan melaporkan SPT Masa, kepastian hukum terkait status Bukti Potong, sekaligus meningkatkan kepatuhan dalam pembuatan bukti potong dan penyampaian SPT.
- 103 views