Oleh: Muhammad Fikri Ali, pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Kondisi negara kita saat ini tak ubahnya seperti dua cerita anekdot yang pernah Penulis baca ketika kecil, yaitu Pedang Damocles dan Sekelompok Orang Buta yang Menghadapi Gajah. Dalam anekdot Pedang Damocles, ia menyiratkan bahwa dalam suatu kekuasaan setinggi apa pun, akan ada bahaya yang mengancam. Sedangkan dalam anekdot yang satu lagi menyiratkan tentang proses sekelompok orang yang mencoba mengidentifikasi hal baru, sehingga masing-masing dari mereka memiliki penafsirannya masing-masing. Lalu, apa hubungan dari kedua anekdot tersebut dengan kondisi negara kita saat ini?

Negara kita saat ini sedang dalam keadaan genting, sama seperti ratusan negara yang lain. Baik negara maju, maupun negara berkembang juga mengalami hal yang sama. Penyebabnya tidak lain dan tidak bukan adalah Severe Acute Respiratory Syndrome Corona Virus 2 (SARS CoV-2) atau yang  lebih umum dikenal dengan virus Corona, dengan nama penyakitnya Covid-19.

Presiden Joko Widodo sendiri mengumumkan terdapat dua Warga Negara Indonesia (WNI) positif Covid-19 pada 2 Maret 2020. Bola panas yang bermula dari bidang kesehatan ini menyambar ke bidang-bidang yang lain, antara lain: pariwisata, teknologi, hingga ekonomi. Pandemi ini tak ubahnya sebuah permainan domino, dengan virus Covid-19 sebagai pemicu dan bidang-bidang yang lain sebagai tonggak dominonya. Hasilnya? Keruntuhan di mana-mana. Dalam artikel ini, Penulis akan mencoba mengangkat efek pandemi dari sisi ekonomi, khususnya pajak.

Realisasi penerimaan negara dari pajak pada 2020 sesuai dengan yang disampaikan oleh Ibu Sri Mulyani Indrawati, selaku Menteri Keuangan Kabinet Indonesia Maju, adalah Rp1.070 triliun. Covid-19 memang menekan perekonomian di setiap negara. Namun, tanpa disadari, perekonomian di dunia dapat diibaratkan seperti sebuah balon. Ketika sebuah balon ditekan pada satu sisi, maka sisi yang lain akan mengembang.

Hal yang sama seharusnya juga terjadi di perekonomian kita. Terdapat salah satu sisi balon ekonomi tertekan, maka tekanan tersebut akan mengembangkan sisi lain balon ekonomi. Hal ini sejalan dengan konsep The Polluter Pays Principle (PPP), pada intinya masukan sama dengan keluaran.

Dalam pandemi ini dapat dilihat terdapat sektor bisnis yang mengalami penurunan,  tetapi di lain pihak terdapat juga sektor bisnis yang mengalami kenaikan relatif cukup tajam. Sebagai contoh, beberapa industri yang mengalami penurunan adalah hotel dan pariwisata, transportasi, olahraga, dan rumah makan. Untuk contoh beberapa industri yang mengalami kenaikan adalah jasa logistik, telekomunikasi, farmasi, dan tekstil. Perbedaan ini memunculkan gap ekonomi di masyarakat. Selanjutnya, di mana peran Pemerintah ketika terjadi pagebluk seperti sekarang ini?

Pemerintah memiliki banyak sekali peran di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini. Dalam bidang ekonomi, ketika terjadi ketimpangan dan terdapat pandemi seperti sekarang ini, Pemerintah memiliki peran untuk mengurangi dampak dari pandemi agar menjadi seminimal mungkin. Untuk itu Pemerintah membutuhkan pendanaan yang berasal dari pajak. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak menggunakan beberapa fungsi dari pajak, yaitu:

1.      Fungsi anggaran (budgetair)

Di dalam fungsi anggaran, pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Baik yang bersifat rutin maupun tidak rutin. Di masa pandemi ini, pajak digunakan untuk membiayai kepentingan khalayak ramai yang berhubungan dengan pandemi seperti pengadaan alat-alat kesehatan, pengadaan vaksin, dan perawatan pasien Covid-19;

2.      Fungsi mengatur

Pemerintah menggunakan pajak sebagai alat untuk mencapai tujuan. Saat ini pemerintah memberikan kemudahan dalam impor alat-alat kesehatan seperti masker dan tabung oksigen;

3.      Fungsi redistribusi pendapatan

Semakin besar penghasilan yang diperoleh seseorang maka pajak yang akan dibayarkan semakin besar. Dari pajak yang dibayarkan oleh masyarakat berpenghasilan tinggi, akan dikembalikan lagi kepada masyarakat berpenghasilan rendah dalam pelbagai macam bentuk seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan bantuan sosial lainnya.

Singkat cerita, NKRI membutuhkan semangat gotong-royong masyarakat Indonesia untuk turut membantu membangun Indonesia. Saat ini diperlukan pembiayaan yang cukup besar untuk mengatasi pandemi dan dampaknya. Hal paling minimal yang dapat kita lakukan adalah berbuat jujur dalam pengisian SPT Tahunan setelah itu apabila didapati nilai pajak kurang bayar harus dibayar ke kas Negara melalui kantor pos atau bank persepsi.

Sebagai informasi, rasio pajak (tax ratio) didefinisikan sebagai rasio perbandingan penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto. Rasio pajak terbaru tahun 2020 berada di angka 8,3%, sedangkan rasio pajak rata-rata menurut Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019 (karena keterbatasan data Penulis, rasio pajak yang ditemukan hanya tahun 2019) adalah 33,8%. Artinya, masih terdapat gap sebesar 25,5% (ketimpangan ini muncul utamanya karena rumus yang digunakan oleh Indonesia dengan OECD dalam menghitung rasio pajak berbeda).

Semakin besar nilai dari rasio pajak maka akan semakin baik karena menunjukkan kemampuan pemerintah dalam mengumpulkan pajak dari total perekonomian. Jika dari definisi pajak yang ada di dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dampak yang dirasakan oleh masyarakat adalah dampak tidak langsung. Namun, menurut pendapat pribadi Penulis, semua masyarakat Indonesia tanpa terkecuali saat ini sedang merasakan dampak dari penerimaan pajak. Sejak masih di dalam kandungan, hingga meninggal berada di dalam tanah. Tidak ada yang tidak pernah merasakan dampak dari penerimaan pajak.

 

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja