Oleh: Sinta Agustin, oleh Pegawai Direktorat Jenderal Pajak

Era digital membawa berjuta perubahan pada kehidupan sosial. Jarak yang dulu dianggap memisahkan kini bukan lagi menjadi halangan. Sekadar bertukar sapa di kala senja mampu ditunaikan hingga lintas negara.

Kaum milenial telah dimanjakan dengan kemudahan media sosial. Dimanapun berada dapat dipastikan perangkat komunikasi tak lepas dari genggaman. Tak ada teman berbincang, tak menjadi soal. Bercengkerama dengan gawai kesayangan sudah lumrah menjadi pemandangan dalam keseharian.

Kemudahan berkomunikasi menjadi keunggulan pada zaman yang serba daring ini. Berita terkini mampu dinikmati secara percuma oleh siapa saja. Tetapi ibarat pisau bermata dua, dibalik berbagai keunggulan yang ditawarkan, penggunaan jejaring sosial yang kurang tepat mampu berdampak negatif pada lingkungan sekitar.

 

Saring sebelum Sharing

Dengan semakin melejitnya pengguna media sosial, batasan tabu kian menjadi abu. Berbagai unggahan dapat ditemukan hanya dengan mengandalkan sentuhan jari tangan. Terbatasnya pengawasan terhadap bermacam unggahan menjadi kendala penyaringan informasi yang kurang etis. Ditambah lagi keinginan pribadi demi aktualisasi diri, semakin menghalalkan segala cara hanya untuk popularitas semata.

Prihatinnya, perilaku yang kurang pantas ini malah kerap ditiru oleh generasi muda. Sebut saja berselisih di media sosial, bahkan para influencer yang digandrungi kalangan remaja tak segan berbalas cacian pada utasan akun mereka. Seakan tutup mata akan dampak yang mampu ditimbulkan oleh gerak gerik pada laman jejaring sosial yang terkadang tidaklah nyata.

Hal ini makin diperburuk dengan menjamurnya akun gosip yang siap untuk memopulerkan unggahan apa saja bagi siapa saja yang mampu membayar. Konten negatif mendapatkan porsi yang jauh lebih besar dibandingkan dengan hal yang berbau positif. Anehnya, unggahan yang banyak mendapat komentar umumnya hanya mengumbar cacian belaka.

Kemudahan dalam komunikasi pun menjadikan masyarakat cuai untuk mencari kebenaran informasi. Berita yang marak beredar ditelan begitu saja tanpa mencari dari mana sumbernya, bagaimana keabsahan ceritanya. “Pokoknya kan saya cuma membagikan informasi dari grup sebelah,” begitu berulang dalihnya apabila ditanya.

Ketidaktepatan dalam menyampaikan gagasan juga menjadi perkara tersendiri dalam pemanfaatan jejaring sosial. Kemudahan menyebar informasi dalam genggaman mampu menjadi bumerang ketika disampaikan pada saluran yang kurang tepat. Alih-alih menyelesaikan problem yang melanda, kadangkala justru menambah persoalan yang diderita.

Media sosial kerap menjadi wadah keluh kesah bagi sebagian besar masyarakat. Berharap mendapat solusi atas berbagai keluhan yang dibuat, seringkali malah cacian yang didapat. Perlunya melek informasi menjadi hal yang semakin darurat. Lupa akan fungsi utama untuk menjauhkan yang dekat, jejaring komunikasi lebih sering berfungsi sebagai tempat sambat.

Mulai dari ketidakpuasan akan pencapaian diri, merasa diacuhkan keluarga terdekat, sering mengeluh akan tetangga kanan kiri, hingga cacian yang ditujukan kepada layanan birokrasi menjadi pemandangan sehari-hari yang melintasi media sosial kini. Sejatinya, berbagai keluhan tersebut apabila diutarakan pada saluran yang tepat, solusi yang didapat dijamin akan lebih cepat. Sayangnya masih terdapat masyarakat yang lebih menyukai opini warganet yang tak pernah mereka temui.

 

Saluran Pengaduan

Direktorat Jenderal Pajak sebagai bagian dari birokrasi pemerintah, menyediakan wadah tersendiri bagi masyarakat yang hendak mengajukan pengaduan pada layanan yang disediakan. Saluran pengaduan dimaksudkan untuk memberikan kemudahan dalam menyampaikan kritik dan saran. Masyarakat bebas menyampaikan keluhan atas ketidakpuasan terhadap layanan perpajakan yang diberikan. Baik kritik maupun masukan yang positif tertampung dalam satu layanan terintegrasi sehingga dapat ditindaklanjuti secara cepat dan tepat sasaran. Selain itu DJP juga menjamin kerahasiaan identitas pelapor, sehingga masyarakat yang hendak membuat laporan atas kecurigaan terhadap layanan perpajakan terlindungi dengan aman.

Berbagai kanal disediakan guna menunjang efektifitas penyampaian aduan. Masyarakat dapat membuat laporan pengaduan atas layanan DJP dengan:

  1. Datang langsung ke Direktorat Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Kantor Pusat DJP atau unit kerja lainnya;
  2. Melalui berbagai saluran resmi pengaduan yang dikelola oleh KLIP DJP:

Bermacam jenis aduan mampu ditindaklanjuti melalui kanal yang telah disediakan. Mulai dari laporan ketidakpuasan terhadap sarana dan prasarana yang tidak mendukung layanan kepada masyarakat, kecurigaan pelanggaran kode etik dan disiplin pegawai, hingga indikasi terjadinya tindak pidana dalam bidang perpajakan.

Sesuai PER-07/PJ/2019 tentang Tata Cara Penyampaian Pengaduan Pelayanan Perpajakan, pengaduan yang diajukan paling sedikit memuat kelengkapan berupa identitas pelapor yang memuat nama dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); nomor telepon atau email pelapor; identitas terlapor, yaitu unit kerja atau pegawai unit kerja yang diduga melakukan pelayanan perpajakan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Selain itu, pengaduan tersebut juga harus menjelaskan uraian pengaduan, yang antara lain memuat tanggal pelayanan perpajakan diberikan; dan Surat Kuasa, dalam hal pengaduan dikuasakan kepada pihak lain; dan bukti pendukung apabila diperlukan.

Setelah proses selesai, pengaduan yang dinyatakan lengkap didistribusikan oleh Direktorat P2Humas kepada Penindaklanjut Pengaduan. Penindaklanjut Pengaduan kemudian wajib menindaklanjuti dan menyampaikan hasil tindak lanjut pengaduan kepada pelapor paling lambat 30 hari kerja sejak pengaduan diterima oleh Penindaklanjut Pengaduan. Hasil tindak lanjut tersebut kemudian akan dikonfirmasi pihak pelapor paling lambat 14 hari kerja sejak pengaduan selesai ditindaklanjuti.

Selain melalui kanal khusus pengaduan yang diperuntukkan bagi layanan perpajakan, pemerintah memiliki saluran tersendiri untuk pengaduan layanan birokrasi secara umum. Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N) – Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR!) adalah layanan penyampaian semua aspirasi dan pengaduan masyarakat Indonesia melalui beberapa kanal pengaduan yaitu laman web www.lapor.go.id, SMS 1708, twitter @lapor1708 dan aplikasi Android.

Lembaga pengelola SP4N-LAPOR! adalah Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PANRB) sebagai Pembina Pelayanan Publik, Kantor Staf Presiden (KSP) sebagai Pengawas Program Prioritas Nasional dan Ombudsman Republik Indonesia sebagai Pengawas Pelayanan Publik. LAPOR! telah ditetapkan sebagai Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2013 dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 3 Tahun 2015.

SP4N-LAPOR! dibentuk untuk merealisasikan kebijakan “no wrong door policy” yang menjamin hak masyarakat agar pengaduan darimanapun dan jenis apapun akan disalurkan kepada penyelenggara pelayanan publik yang berwenang menanganinya. SP4N bertujuan agar:

  1. Penyelenggara dapat mengelola pengaduan dari masyarakat secara sederhana, cepat, tepat, tuntas, dan terkoordinasi dengan baik;
  2. Penyelenggara memberikan akses untuk partisipasi masyarakat dalam menyampaikan pengaduan; dan
  3. Meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Direktorat Jenderal Pajak sebagai bagian dari Kementerian Keuangan RI pada khususnya, dan birokrasi pemerintah Indonesia pada umumnya mendukung program SP4N-LAPOR! sebagai alternatif saluran pengaduan yang terintegrasi. SP4N-LAPOR! telah terhubung dengan 34 Kementerian, 96 Lembaga, dan 493 Pemerintah Daerah di Indonesia termasuk di dalamnya, Direktorat Jenderal Pajak.

Pelbagai kanal telah ditawarkan demi kemudahan fasilitas sarana pengaduan masyarakat terhadap layanan birokrasi. Dengan jaminan pasti ditindaklanjuti dan kerahasiaan identitas diri, diharap ajakan untuk melaporkan pengaduan pada wadah yang tepat mampu diikuti dengan mengesampingkan ego pribadi. Semoga. (*)

 

*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi penulis bekerja

 

File Artikel Terkait